cover
Contact Name
Musawa
Contact Email
psw@uin-suka.ac.id
Phone
+6285228019060
Journal Mail Official
psw@uin-suka.ac.id
Editorial Address
http://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/about/editorialTeam
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Musawa : Jurnal Studi Gender dan Islam
Musãwa Journal of Gender and Islamic Studies was first published in March 2002 by PSW (Pusat Studi Wanita) Sunan Kalijaga Yogyakarta under contribution with the Royal Danish Embassy Jakarta. In 2008, published twice a year in collaboration with TAF (The Asia Foundation), namely January and July. Musãwa Journal is a study of gender and Islam especially on gender mainstreaming and child rights both in the study of texts in the Qur’an and Hadith, figures and thoughts, history and repertoire, classical and contemporary literature as well as socio-cultural studies. All concentrations are in the context of Indonesia and other countries in Southeast Asia within the framework of unified NKRI, based on Pancasila. Musãwa Journal has been published by PSW UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta since 2002. Initiated by lecturers, gender activists and Islamic studies scholars of PTKI ( Higher Education of Islamic Religion) Musãwa has regularly published academic works and researches on gender and Islam for almost two decades. Now, the Journal extends its studies with Children and Human Rights (HAM). All studies are still in the context of gender and its mainstreaming. Through the studies hopefully, the Musawa journal can be part of the implementation of gender mainstreaming in the context of Indonesian society.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 17 No. 1 (2018)" : 7 Documents clear
Efektivitas Kursus Calon Pengantin Dalam Menekan Angka Perceraian di Wilayah Kerja KUA Kecamatan Batukliang Tahir, Masnun
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 17 No. 1 (2018)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.1.171.1-18

Abstract

Penelitian ini mengkaji efektivitas kebijakan kursus calon pengantin dalam menekan angka per­ ceraian di wilayah kerja KUA Kecamatan Batukliang. Oleh karena itu, fokus kajian penelitian diarahkan untuk megetahui: 1) tingkat perceraian di wilayah kerja KUA Kecamatan Batukliang. 2) pelaksanaan kebijakan kursus calon pengantin di KUA Kecamatan Batukliang. 3) tingkat efek­ tivitas kebijakan kursus calon pengantin dalam menekan angka perceraian di wilayah kerja KUA kecamatan Batukliang. Dengan menggunakan pendekatan sosio antropologis. Penelitian ini mem­ posisikan manusia sebagai pelaku yang memahami, meyakini, dan menjalankan ketentuan­keten­ tuan hukum perkawinan dalam Islam maupun dalam perspektif budaya lokal tentang perkawinan yang berkembang di Lombok. Pilihan pendekatan hukum perkawinan dan pendekatan agama dalam penelitian ini akan menjawab beberapa persoalan antropologi melalui empat macam metode ilmiah. Pertama, metode historis, yakni menelusuri pikiran dan perilaku manusia tentang pemahaman dan perilaku perkawinan dan persepsi agamanya yang berlatarbelakang sejarah. Kedua, metode normatif, yaitu mempelajari ketentuan hukum dan norma­norma (kaidah, patokan, atau sastra suci agama) maupun yang merupakan perilaku adat kebiasaan tradisional yang masih berlaku, baik dalam hubungan manusia dengan alam gaib ataupun dalam hubungan antara sesama manusia yang bersumber dan berdasarkan ajaran agama. Ketiga, metode deskriptif, yakni metode yang berusaha mencatat, melukiskan, menguraikan dan melaporkan segala sesuatu yang ditemukan di masyarakat berkaitan dengan obyek yang diteliti, seperti yang dilakukan oleh para etnografer. Keempat, metode empirik yang mempelajari pikiran sikap dan perilaku perkawinan dan agama manusia yang ditemukan dari pengalaman dan kenyataan di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kebijakan kursus calon pengantin dalam menekan angka perceraian di wilayah kerja KUA kecamatan Batukliang dikategorikan efektif. Hal ini dapat dilihat darijumlah total pernikahan dan pengaduan kehendak bercerai yang tercatat di KUA Kecamatan Batukliang pada beberapa tahun yang dideskripsikan dalam beberapa bab dalam artikel ini.[This research examines the effectiveness of the policy bride course in suppressing the divorce rate in the KUA Sub Batukliang region. Therefore, the focus of the research study directed to 1) The divorce rate in the region KUA Sub Batukliang region. 2) Implementation of the policy bride’s course in KUA Sub Batukliang. 3) The effectiveness of the policy bride’s course in suppressing the divorce rate in the KUA sub­Batukliang region. This research uses a socio­anthropological approach. This research puts man as an actor who understands, believes, and executes the provisions of the marriage law in Islam as well as in local cultural perspectives about marriage that evolved in Lombok. In this study, the choice of law approach to marriage and religious approach will answer some of the questions of anthropology through four different scientific methods. First, the historical method, i.e. the trace of the mind and human behavior of understanding and combining behavior and perception of the diversity of religious history. Second, normative methods, namely studying the laws and norms (rules, benchmarks, or sacred religious literature) as well as the behavior of a traditional custom which is still believed, whether in the relationship of humans with supernatural or in the relationship between fellow human beings based on religious teachings. A method which attempts to record, illustrate, describe and report on everything that is found in the community related to the observation object, as done by ethnographers. Fourth, the empirical methods study the mind, attitude, and behavior of the marriage and human religion according to experience and the reality in the field. The result shows that the policy bride’s course is effective in suppressing the divorce rate in the KUA Batukliang sub-region. It reflects from the total marriage and denunciation of wills divorced are recorded in Batukliang Sub­district on the KUA number of years described in several chapters in this article.]
Pemberdayaan Perempuan Melalui Gerakan Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK) di Yogyakarta Muryanti, Muryanti; Muryani, Tri; Lestari, Anggi Candra
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 17 No. 1 (2018)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.1.171.86-94

Abstract

Gerakan Saya Perempuan Anti korupsi (SPAK) Yogyakarta merupakan salah satu bagian dari aktivitas kegiatan pencegahan antikorupsi yang dicanangkan oleh KPK. Pada awalnya sasaran dari aktivitas di Yogyakarta adalah masyarakat umum, kemudian dipersempit untuk perempuan penegak hukum dan disabilitas. Perempuan memiliki peran yang penting dalam kegiatan pencegahan antikorupsi karena tanggungjawabnya dalam pengaturan ekonomi keluarga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan penggalian data melalui observasi dan wawawancara dengan anggota SPAK. Hasil penelitian menunjukan bahwa Aktivitas SPAK Yogyakarta merupakan bagian dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang mencakup 4 aspek, yaitu: kuasa, partisipasi, penyadaran, akses dan kesejahteraan. Pemberdayaan SPAK Yogyakarta tersebut merupakan sebuah proses panjang mengingat kegiatan yang dilakukannya sebatas training dan sosialisasi sebagai bagian dari pendidikan anti korupsi, yang untuk mencaapai perubahan sistem sosial anti korupsi harus dibutuhkan waktu dan energi yang cukup untuk proses training dan sosialisasi. Namun, kegiatan yang dilakukan sudah mampu memberikan penyadaran kepada aktor untuk melakukan tindakan pencegahan pada level diri, keluarga dan masyarakat untuk memiliki kuasa, akses, partisipasi dan kesejahteraan dalam tindakan pencegahan anti korupsi. Hal ini menjadi motivasi bagi SPAK Yogyarta untuk menjalankan kegiatannya secara terus menerus menuju negara dan masyarakat anti korupsi.[The movement of “I am Anti­corruption woman” (SPAK) Yogyakarta is one part of anti­corruption prevention activities proclaimed by the Corruption Eradication Commission (KPK). At first, the targets of activity in Yogyakarta were the general public, then narrowed down for women in law enforcement and women with disability. Women play an important role in anti­ corruption prevention activities because they are responsible to manage the household’s economy. This research uses the qualitative method to collect the data through observation and interview. The result of this research shows that SPAK Yogyakarta activity is part of community empowerment covering four aspects, namely: power, participation, awareness, access, and prosperity. The empowerment of SPAK Yogyakarta is a long process due to the activities which are limited in training and socialization as part of anti­corruption education, whereas to achieve the change of anti-corruption social system, it requires sufficient time and energy to organize the training and socialization process. However, the activities undertaken are able to provide awareness for the actors to take preventive action at the personal, family, and community level to have the power, access, participation, and prosperity in anti­corruption prevention measures. It becomes the motivation for SPAK Yogyarta to run its activities continuously towards an anti­corruption state and society.]
Perilaku Perempuan Pedesaan Dalam Pengambilan Keputusan Sebagai Tenaga Kerja Indonesia Basrowi, Basrowi
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 17 No. 1 (2018)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.1.171.19-31

Abstract

Mayoritas perempuan di pedesaan tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Upah buruh di kampung sangat rendah, sementara kebutuhan hidup sangat bervariasi dan jumlahnya sangat banyak di atas penghasilan yang diperoleh. Permasalahan yang mengemuka dalam penelitian ini adalah, faktor apa sajakah yang menyebabkan perempuan di pedesaan mengambil keputusan untuk menjadi Tenaga kerja Indonesia? Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang: 1) latar belakang para TKI berani mendahulukan resiko untuk mendapatkan keselamatan ekonomi di kemudian hari, 2) berbagai ketidakpercayaan Indonesia Migrant Worker dalam menyikapi janji­ janji pemerintah; dan 3) posisi Indonesia migrant worker dalam Rumah Tangga setelah mereka berhasil. Metode yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif yang ditunjang metode kualitatif. Pengisian Instrumen, pengamatan, dan wawancara dilakukan antara tanggal 1­30 September 2017 di Bakauheni, Lampung Selatan, Provinsi Lampung yang melibatkan sampel berjumlah 30 orang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku Indonesia migrant worker memutuskan untuk menjadi Indonesia migrant worker bukan dalam rangka menghindari resiko dan mendahulukan selamat, tetapi lebih dilatarbelakangi oleh perilaku ingin mendahulukan resiko dan mengharapkan selamat secara ekonomi di kemudian hari. Mereka mempunyai ketidakpercayaan terhadap kapasitas kepala keluarga, kapasitas sumber daya ekonomi yang dimiliki, kemampuan negara dalam menyiapkan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Setelah mereka berhasil mereka merasa mempunyai status sosial, posisi kedudukan di masyarakat, dan posisi dalam pembuatan keputusan yang lebih tinggi dibandingkan sebelum menjadi TKI.[The majority of women in rural areas do not have a permanent job. Labor wages in the village are very low, while the necessities of life vary greatly and the amount is very high above the income earned. The problem raised in this study is, what factors cause rural women to decide to become Indonesian workers? This study aims to describe: 1) the background of migrant workers dares to prioritize the risks to obtain economic safety in the future, 2) the various distrust of Indonesian Migrant Workers in responding to the government’s promises, and 3) the position of Indonesian migrant workers in the household after they succeed. The method used is quantitative research supported by qualitative methods. The instrument filling, observation, and interview were conducted between September 1 ­ 30, 2017 at Bakauheni, Lampung Selatan, Lampung Province involving 30 people as a sample. This study concludes that the behavior of the Indonesian migrant worker decides to become an Indonesian migrant worker not in order to avoid risk and to congratulate, but more on the backdrop of risk­seeking behavior, and expects economic survival in the future. They distrust the capacity of the head of the family, the capacity of the economic resources owned, the capacity of the state to prepare for employment, and the economic growth that occurs. Once they are successful, they feel that they have higher social status, position in society, and position in decision making compared with before they become Indonesian Migrant Workers.]
Kontekstualisasi Larangan Talak Ketika Istri Sedang Haid Wahyudi, Muhammad Isna
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 17 No. 1 (2018)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.1.171.62-69

Abstract

Menurut hukum Islam tradisional dalam kitab-kitab fikih, pengucapan talak kepada istri yang sedang haid adalah bertentangan dengan syari’ah (bid’i), perbuatan tersebut dilarang dan dianggap berdosa. Larangan yang demikian didasarkan pada kasus Abdullah bin Umar yang menceraikan istrinya pada saat istrinya sedang haid, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis. Hakim­hakim pengadilan agama sering menghadapi masalah dalam memenuhi ketentuan larangan tersebut. Mereka akan menunda ikrar talak ketika istri sedang haid, kecuali pihak suami meminta hakim untuk tetap melanjutkan, dan pihak istri sepakat. Artikel ini membahas kontektualisasi larangan tersebut dalam praktik hukum perceraian di pengadilan agama saat ini. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual, penulis menemukan bahwa illat hukum larangan tersebut adalah untuk menghindari kesewenangan suami dalam menceraikan istrinya, dan illat hukum yang demikian tidak dapat ditemukan dalam praktik hukum perceraian di pengadilan agama saat ini.[According to traditional Islamic law in fiqh books, declaring talak to a wife who has her period or menstruation is not permitted and, if it happens, is considered bid’i talak and is viewed as a sin. This prohibition is based on a hadith in the case of Abdullah ibn Umar who divorced his wife when she got her period. The judges of the religious courts usually face several obstacles to obey that rule. They will postpone talak declaration when the wife is in her period, except that the husband side asks the judges to proceed, and the wife agrees. This article discusses the contextualization of the prohibition in the current legal practice of divorce in religious courts. Using contextual approach, the author finds that a legal aspect for this prohibition is to avoid the husband’s arbitrariness in divorcing his wife, and this consideration cannot be found at the legal practice of divorce at religious courts currently.]
Peran Laki-Laki dalam Program Pemberdayaan Perempuan Jaya, Pajar Hatma Indra
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 17 No. 1 (2018)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.1.171.70-85

Abstract

Muhammad Yunus percaya bahwa membuka akses ke pinjaman bank merupakan cara yang paling penting untuk pengentasan kemiskinan dan wanita lebih dapat dipercaya dalam menggunakan uang daripada laki­laki. Cara ini berhasil dipraktikan Yunus di Bangladesh yang diapresiasi dengan hadiah nobel perdamaian. Keberhasilan tersebut telah menggugah banyak negara untuk menerapkan model­nya, termasuk Indonesia dengan program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) PNPM Mandiri di daerah pedesaan. Program ini memberikan akses khusus kepada perempuan untuk memperoleh pinjaman, sedangkan laki­laki tidak diperbolehkan mengakses program. Menjadi penting untuk memeriksa bagaimana peran laki­laki dalam penggunaan pinjaman dari Program SPP, mengingat dominasi budaya patriarki dalam masyarakat Jawa. Makalah ini menemukan bahwa ada beberapa jenis peran laki­laki dalam program. Salah satu jenisnya dramaturgi; meskipun perempuan secara resmi mengambil pinjaman, tetapi suaminya yang benar­benar menjalankan bisnis tersebut.[Muhammad Yunus believes that opening access to bank loan is the most important way for poverty alleviation and women are more credible than men in monetary management. This method is successfully practicing in Bangladesh and Yunus got the Nobel Peace Prize. This success story has inspired many countries to implement its models, including Indonesia with the Simpan Pinjam Perempuan (SPP) PNPM Mandiri program in rural areas. The program provides special access to women to obtain a loan, while men are not allowed to access the program. It becomes important to examine how the male role in using the SPP loan program is due to the dominance of patriarchal culture among Javanese societies. This article discovers that there are several types of male role in this program, one of them is type of dramaturgy; the woman formally takes the loan, but her husband who actually runs the business.]
Wacana Keulamaan Perempuan Dalam Teks Ikrar Kebon Jambu Rengkaningtias, Ayu Usada
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 17 No. 1 (2018)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.1.171.32-50

Abstract

Berbagai macam praktik marginalisasi dan diskriminasi lekat dengan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya adalah dalam bidang keilmuan agama. Gelar ulama seolah hanya milik laki­laki semata. Seolah status, label dan segala hal yang melekat pada “ulama” tidak bisa diraih kaum perempuan. Sebagaimana tindakan marginalisasi yang membutuhkan perjuangan meraih kesetaraan dan keadilan gender (gender equality), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pun terlaksana pada 27 April 2017 di Cirebon, Jawa Barat. Sejumlah gagasan dan ide terlahir dari gebrakan pertama kalinya bagi perempuan dalam bidang keilmuan agama Islam. Salah satu hasil KUPI adalah adanya Ikrar Kebon Jambu Tentang Keulamaan Perempuan. Teks tersebut menarik dikaji dan diketahui dengan pesan ideologi feminis yang dihadirkan kepada khalayak untuk melawan ideologi dominan yang tentang label ulama yang lebih identik dengan laki­laki. Lalu, bagaimana pola strategi ideologi feminis ini dilancarkan dalam teks Ikrar Kebon Jambu tersebut sangatlah menarik untuk diketahui. Penelitian ini berfokus pada menjawab per­ tanyaan­pertanyaan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah analisis wacana kritis model Sara Mills. Hasilnya, melalui instrumen posisi subyek­obyek, KUPI hendak menghadirkan sosok perempuan sebagai subyek yang juga cakap dan layak menekuni keilmuan Islam, yang selanjutnya disebut ulama perempuan. Sementara dari instrumen posisi pembaca, KUPI hendak mencari dukungan dan melawan ideologi dominan tanpa mencari musuh, termasuk laki­laki. Bahkan, pesan feminis yang dihadirkan dalam teks ikrar justru menuntut kesetaraan ulama perempuan dan ulama laki­laki tanpa menganggap laki­laki musuh ataupun rival. Namun, ulama laki­laki dihadirkan sebagai partner dalam pengembangan keilmuan Islam dan bersama­ sama mewujudkan tugas ulama. Teks tersebut menggunakan pola strategi wacana dengan kekuatan tiga ideologi di masyarakat, yakni ideologi feminis, Islam dan nasionalis.[Various practices of marginalization and discrimination are closely related to women in various aspects of life. One of them is in the field of religious knowledge. The title of the ulema seems to belong only to men. As seem like the status, label, and all things attached to “ulema” cannot be achieved by women. As a marginalization that requires the struggle for gender equality and equity, the Indonesian Ulema Women’s Congress (KUPI) was held on 27 April 2017 in Cirebon, West Java. Some ideas arise from the first breakthrough for women in the Islamic religious knowledge sector. One of the results of KUPI is the existence of the Kebon Jambu Pledge about Ulema women. The text is interestingly studied because of it brings feminist ideology to counter dominant ideology, about the ulema label that is more identical to men. Then, how the pattern of feminist ideology strategy is launched in the text of the Kebon Jambu Pledge text is very interesting to know. This study focuses on answering these questions. The research method used in this paper is a critical discourse analysis of the Sara Mills model. As a result, through the instrument of the subjects ­ object position, KUPI wants to introduce a female figure as a subject who is also proficient and worthy to pursue Islamic knowledge, then referred to as women ulema. While from the reader’s perspective, KUPI seeks support to against the dominant ideology without seeking enemies, including men. In fact, the feminist message presented in the text of the pledge actually demands equality between female ulema and male ulema, without considering male ulema as rivals. However, male ulema is presented as partners in the development of Islamic knowledge and together carries out the task of the ulema. The text uses a discourse strategy pattern with the power of three ideologies in society, namely feminist, Islamic and nationalist ideologies.]
Gereja Yang Berpihak Pada Perempuan (Sebuah Eklesiologi Gereja Perspektif Feminis) Natar, Asnath Niwa
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 17 No. 1 (2018)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.1.171.51-61

Abstract

Diskriminasi terhadap perempuan dan orang­orang lemah tidak hanya terjadi dalam masyarakat, namun juga dalam gereja, yang notabene mengajarkan tentang kasih dan tanpa perbedaan. Diskriminasi itu nampak dalam teks­teks Alkitab dan ajaran gereja, yang termanifestasi dalam bahasa yang digunakan untuk Allah, liturgi (tata ibadah), kepemimpinan gereja dan eklesiologi (pemahaman) gereja. Ajaran­ajaran ini tidak hanya meminggirkan kaum perempuan, tetapi juga membuat kaum perempuan kurang diperhatikan bahkan tidak diijinkan untuk berperan dalam pelayanan gereja. Kondisi ini menyebabkan penderitaan, terutama bagi mereka yang mengalami penindasan dan ketidakadilan dari masyarakat, seperti pelacur, korban trafficking, orang-orang miskin dan lemah. Sehubungan dengan hal ini maka pemahaman eklesiologi berperspektif feminis perlu dibuat agar gereja bisa menjalankan perannya sebagaimana tujuan semula dibentuk, yaitu sebuah lembaga yang terbuka dan menyalurkan cinta kasih dan perhatian bagi semua orang.[Discrimination against women and weak people takes place not only in the community but also in the Church, which actually teaches about love and no distinction. Discrimination appears in the texts of the Bible and in the church’s teachings, which are manifested in the language used for God, the liturgy (etiquette of worship), the leadership of the Church and the ecclesiology (understanding) of the Church.These teachings not only marginalize women but also make women less recognized and even not allowed to have a role in the service of the Church. This condition causes suffering, especially for those who have experienced oppression and injustice in society, such as prostitutes, victims of trafficking, the poor and the weak. Therefore, an ecclesiology understanding based on feminist perspective needs to be developed. So, the Church can conduct its ordinary roles, such as an inclusive institution for spreading the love and care for everyone.]

Page 1 of 1 | Total Record : 7