cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta timur,
Dki jakarta
INDONESIA
Majalah Kedokteran
ISSN : 02164752     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Majalah FK UKI bertujuan sebagai wadah publikasi hasil penelitian staff pengajar fakultas kedokteran internal dan eksternal UKI, sebagai sharing knowledge para dosen fakultas kedokteran serta menunjang pengembangan ilmu kedokteran/kesehatan.
Arjuna Subject : -
Articles 187 Documents
Laporan Kasus: Tetanus Otogenik pada Orang Dewasa Richard Pieter
Majalah Kedokteran UKI Vol. 32 No. 1 (2016): JANUARI - MARET
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTetanus adalah penyakit akut, seringkali fatal dan disebabkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh Clostridium etani. Kuman tersebut biasanya masuk melalui luka tusuk atau kotor dan kadang-kadang melalui lesi otitis yang isebut tetanus otogenik. Tetanus otogenik lebih banyak ditemukan pada laki-laki di banding perempuan dengan isaran umur 4–9 tahun. Tulisan ini melaporkan kasus tetanus otogenik pada laki-laki, 29 tahun dengan otitis media upurativa kronik (OMSK) telinga kanan yang disertai pembentukan cairan. Gejala kliniknya adalah trismus dan ekakuan otot. Pada anamanesis diketahui riwayat imunisasi pasien tidak lengkap. Untuk tatalaksana, dilakukan encucian telinga kanan dengan larutan H2O2 3% secara teratur. Selanjutnya pasien juga diberi anti tetanus serum ATS) sebanyak 20.000 unit selama lima hari, antibiotik amoksillin dan asam clavulanat oral serta penisilin prokain ntra muskular. Pada hari ke-10 pasien dipulangkan dalam keadaan baik. Kata Kunci: otitis media supuratifa kronik, tetanus otogenik AbstractTetanus is an acute infection of the nervous system, caused by an exotoxin that was produced by Clostridium tetani. Otogenic tetanus affects male more than female especially between 4–9 years old. This is a case report of an otogenic tetanus affected a 29-year old man, with chronic suppurative otitis media with discharge in his right ear. Clinical signs were trismus and intermittent spasm; immunization history was unknown. The affected ear was regularly washed with 3% H2O2 until pus diminished. Patient was also treated with injection of 20,000 IU of Anti Tetanus Serum (ATS) for 5 days, oral Amoxillin and Clauvulinic acid, and intramuscular injection of Penicilin Procain. The treatment resulted in reduced trismus and the patient could normally open his mouth again. At the 10th-day, patient was discharged from the hospital in a good condition.Key words: chronic suppurative otitis media, otogenic tetanus
Editorial : Manfaat Laporan Kasus (Case Reports) di Bidang Alergi Akibat Kerja Eva Suarthana
Majalah Kedokteran UKI Vol. 32 No. 1 (2016): JANUARI - MARET
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

-
Hipertensi pada Remaja Sudung O Pardede
Majalah Kedokteran UKI Vol. 32 No. 1 (2016): JANUARI - MARET
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakMasa remaja atau adolesens adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masaini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fsik, mental, emosional dan sosial. Pada masa ini terjadi berbagai perubahan metabolik pada tubuh remaja. Selain itu, gaya hidup anak remaja menyebabkan anak remaja rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan dan salah satu di antaranya adalah hipertensi. Hipertensi adalah rata-rata tekanan darah sistolik atau diastolik lebih tinggi atau sama dengan persentil 95 menurut umur, jenis kelamin dan tinggi badan pada tiga kali pengukuran, yang dibedakan menjadi prehipertensi, hipertensi stadium-1, dan hipertensi stadium-2. Tekanan darah pada anak remaja dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain umur, tinggi badan, jenis kelamin, ras/etnik, gizi lebih atau obesitas, berat lahir rendah, genetik, aktivitas fsik, merokok, dan konsumsi alkohol. Tata laksana hipertensi pada anak remajadi tujukan pada pengendalian tekanan darah dan penyakit yang mendasarinya, meliputi tata laksana farmakologi dan nonfarmakologi. Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah sampai di bawah persentil 95. Kata kunci: hipertensi, tekanan darah sistolik-diastolik, anak remaja AbstractAdolescence is a dynamic developmental phase on the life of a person. This phase is a transtitional phase from the childhood phase to the adult phase, which characterized by velocity of physical, mental, emotional, and social development. On this phase, some metabolic changes occured in the adolescent body . The life style of the adolescents will cause them to become more susceptible to some health problems, such as hypertension. Hypertension is defned as an average systolic blood pressure and/or diastolic blood pressure that is > 95th percentile for gender, age, and height on > 3 occasions, and classifed into prehypertension, stage-1 hypertension,and stage-2 hypertension. Blood pressure in adolescents is infuenced by some factors such as age, height, gender, race, overweight or obesity, low birth weight, genetics, physical activities, smooking, and alcohol consumption. The management of hypertension in adolescents are blood pressure control and management of the underlying diseases,and consists of non-pharmacologic and pharmacologic management. The goal of hypertension management is to reduce blood pressure until below the 95th percentile. Key words: hypertension, systolic-diastolic blood pressure, adolescent
Daya Hambat Ekstrak Daun Jati (Tectona grandis L.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans Agus Aulung
Majalah Kedokteran UKI Vol. 32 No. 1 (2016): JANUARI - MARET
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakDaun jati memiliki senyawa fenolik yang bersifat mikrobisidal dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak daun jati (T. grandis L) terhadap pertumbuhan Candida albicans secara in vitro dengan teknik difusi cakram. Penelitian ini menggunakan tiga jenis ekstrak daun jati dengan berbagai konsentrasi yaitu ekstrak daun jati muda, ekstrak daun jati tua dan ekstrak daun jati yang telah gugur dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%, yang semuanya memperlihatkan aktivitas mirobisidal terhadap C. albicans (Mann-Whitney, p < 0.05)Kata kunci: ekstrak, daun jati, C. albicans, efektivitas, metode difusi AbstractPhenolic compounds of teak leaves has microbicidal effect that can inhibit the growth of microorganisms. The aim of this study was to determine the inhibitory effect of teak leaf extract (T. grandis L) on the growth of Candida albicans by disc diffusion technique. This study uses three types of teak leaf extracts i.e. young, old, and fallen teak leaves extract; each type had a concentration of 5%, 10%, 15%, 20% and 25%. The results showed that all extracts had inhibitory actitivity agaisnt C. albicans (Mann-Whitney, p<0.05)Key words: extract, teak leaf, Candida albicans, effectivity, diffusion method.
Vaksinasi pada Anak dengan Penyakit Ginjal Kronik Sudung O Pardede
Majalah Kedokteran UKI Vol. 32 No. 1 (2016): JANUARI - MARET
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPenyakit ginjal kronik (PGK) pada anak merupakan penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan infeksi merupakan penyebab utama. Hal itu disebabkan gangguan respons imun pada anak dengan PGK. Vaksinasi merupakan teknik yang aman dan efektif dalam mencegah infeksi. Vaksinasi pada anak dengan PGK dapat diberikan sesuai jadual dengan beberapa pertimbangan khusus. Tingkat proteksi setelah vaksinasi pada anak dengan PGK lebih cepat menurun dibandingkan anak normal sehingga perlu dilakukan pemantauan titer antibodi secara berkala dan pertimbangan pemberian vaksin ulangan. Pemberian vaksin hidup yang telah dilemahkan perlu ditunda pada pasien yang baru saja menjalani transplantasi ginjal atau dengan obat penekan respons imun dosis tinggi.Kata kunci: vaksinasi, anak, penyakit ginjal kronik, dialisis, transplantasi ginjal AbstractChildren with chronic kidney disease (CKD) are associated with high morbitity and mortality due to infection as one of the leading causes. This happens as a result of the impaired immune response in CKD. Vaccination is proven as a safe and effective technique in preventing infection. It can be given to children with CKD according to the national schedule with several considerations. Level of protection after vaccination in children with CKD decreased faster than in normal children, thus, it is recommended to do a serial monitoring of the antibody titer and administer booster vaccine if necessary. Live attenuated vaccination need to be delayed in those who are recently underwent kidney transplantation or recieving a high dose of immunosuppresant drugs.Key words: vaccination, pediatric, chronic kidney disease, dialysis, renal transplantation.
Karakteristik Peminum Alkohol di Bogor Tengah, Kota Bogor Ratih Oemiati
Majalah Kedokteran UKI Vol. 32 No. 1 (2016): JANUARI - MARET
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakSebagai negara dengan jumlah penduduk muslim yang terbesar di dunia, masalah konsumsi alkohol sangat jarang diteliti di Indonesia. Konsumsi alkohol dapat menimbulkan dampak yang akan mengganggu stabilitas negara. Karena itu penelitian ini sangat penting untuk memotret fenomena yang sesungguhnya ada di masyarakat tanpa memandang agama maupun etnik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan peminum alkohol di Bogor Tengah. Secara khusus ingin diketahui prevalensi peminum alkohol dalam setahun terakhir, sebulan terakhir, karakteristik demograf, serta jenis dan volume alkohol yang dikonsumsi. Penelitian ini merupakan bagian dari data studi observasional yang dilakukan oleh pusat teknologi intervensi kesehatan masyarakat Badan Litbang Kesehatan, dengan desain baseline studi kohort prospektif penyakit tidak menular. Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Bogor Tengah pada tahun 2011 dan 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 4.956 responden, 1.045 (21,1%) orang pernah minum alkohol, tetapi hanya 60 (1,2%) orang yang minum dalam satu bulan terakhir. Kajian sosio-demograf dari 60 orang tersebut menemukan bahwa peminum alkohol terbanyak adalah laki-laki (93,9%). Kelompok peminum yang paling banyak berasal dari kelompok usia < 50 tahun (88,3%), orang dengan status menikah (66,7%), status ekonomi kuintil 4 (50%) dan 5 (45%), tingkat pendidikan sedang (75%) dan 41,6% adalah wiraswastawan. Jenis minuman yang dikonsumsi kebanyakan mengandung alkohol konsentrasi rendah (53%) yaitu bir Bintang, bir Anker, Stout dan sebagainya, sedangkan jenis minuman tradisional (alkohol yang tidak disuling seperti tuak) dikonsumsi oleh 16,7% responden. Berdasarkan volume yang dikonsumsi selama satu tahun terakhir maupun dalam sebulan terakhir yang terbanyak adalah 1-5 standar (82,7%), dan volume konsumsi pada setiap kesempatan adalah 1-5 standar (96,5%). Kata kunci: prevalensi peminum alkohol, karakteristik demografk, jenis minuman, volume konsumsi AbstractIndonesia is the largest Muslim country in the world, thus, it is assumed that alcohol consumption in the community should be prohibited. On the contrary, there were many deaths related to “miras oplosan” (i.e. alcohol mixed with some dangerous liquid) in Indonesia. It is interesting to evaluate alcohol consumption in the community. This research was done using baseline data of the cohort study of the risk factors of non-communicable disease in Sub District of Central Bogor in 2011 and 2012, which was held by the Center of the Public Health Intervention Technology, National Health Research and Development. The aim of study was to explore determinant factors of alcohol consumption in Central Bogor, in particular to explore demographic characteristics, the amount and type of alcohol consumed. The result of this study showed that of 4,956 respondents, 1,045 (21.1%) respondents ever had drunk alcohol, but only 60 (1.2%) who drunk within the last month. Of those 60 respondents, most of them (93.9%) were men; 88.3% aged <50 years old; 66.7% were married; 50% had an economic status in the fourth quintile and 45% in the ffth quintile; 75.0% went to senior or junior high school;, and 41.6% were entrepreneurs. Half (53%) consumed low alcohol concentration drink (e.g. Bir Bintang), while 16.7% consumed traditional alcohol drink (e.g. tuak). The volume of consumed alcohol in last year or last month was 1–5 standards (82.7%), and the amount consumed in each event was 1–5 standards too (96.5%).Key words: prevalence alcohol drunken, demographic characteristics, type of alcohols, volume of alcohol consumption
Bell’s palsy: Anatomi hingga Tatalaksana Agus Yudawijaya
Majalah Kedokteran UKI Vol. 32 No. 1 (2016): JANUARI - MARET
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakBell’s palsy adalah kelemahan perifer pada otot wajah, bersifat akut, ipsilateral, berhubungan dengan kelumpuhan nervus fasialis dengan penyebab yang tidak diketahui. Terdapat lima teori penyebab etiologi Bell’s palsy, namun teori virus, yakni reaktivasi infeksi laten herpes virus di ganglion genikulatum yang menyebar ke saraf fasialis, merupakan teori yang paling banyak dibahas menjadi penyebab utama. Pemahaman mengenai anatomi nervus fasialis yang baik dan penegakkan diagnosis dini serta penatalaksanaan yang tepat merupakan kunci keberhasilan dalam penyembuhan dan pencegahan komplikasi akibat Bell’s palsy. Kata kunci: Bell’s palsy, nervus fasialis, diagnosis AbstractBell’s palsy is an acute, ipsilateral, peripheral paralysis of the facial nerve that results in weakness of the facial expression muscles with unknown etiology. From fve theories of Bell’s palsy aetiology, viral theory, which is reactivation of herpes virus in geniculatum ganglion that spread to the facial nerve, is more discussed than others. The well knowledge of facial nerve anatomy and early diagnosis is the key success of medical treatment, as well as prevention of the long-term complication caused by Bell’s palsy. Key words: Bell’s palsy, facial nerve, diagnosis
Risiko Gangguan Pernapasan Akibat Pajanan Isosianat di Tempat Kerja yang Dinilai Menggunakan Kuesioner, Estimasi Pajanan oleh Ahli Higiene, serta Matriks Pajanan Penyebab Asma di Tempat Kerja Lama Saab
Majalah Kedokteran UKI Vol. 32 No. 1 (2016): JANUARI - MARET
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPenelitian kohort pada 202 orang telah dilakukan selama 4-9 tahun, untuk menilai hubungan antara pajanan isosianat (asmagen) dan gangguan saluran napas bagian atas dan bawah di tempat kerja pada mantan pelajar (magang) sekolah kejuruan pengecatan-mobil. Koefsien Kappa dihitung untuk menilai kesepakatan antara kuisioner self-report, penilaian ahli higiene industri, dan kategori pajanan berdasarkan matriks pajanan di tempat kerja (job exposure matrix, JEM). Hal di atas digunakan untuk menilai keberlangsungan pajanan hingga pasca pendidikan. Analisis regresi Cox dipakai untuk menilai hubungan antara insidens luaran dan kontinuitas pajanan isosianat pasca pendidikan. Nilai kappa antara ketiga metode tersebut berkisar antara 0,78 dan 0,82. Berdasarkan kategori pajanan berbasis-JEM, risiko gangguan saluran pernapasan atas akibat pajanan isosianat pasca pendidikan sebesar 2,3 (95% CI 0,9-6,2) setelah disesuaikan dengan ada tidaknya mengi dan PC20 yang rendah di akhir masa pendidikan. Risiko gangguan saluran pernapasan bawah akibat kerja pasca-magang, setelah disesuaikan dengan ada tidaknya PC20 yang rendah di akhir masa magang adalah 1,9 (95% CI 0,7-5,0). Hasil yang sama didapat pada penggunaan kuesioner self-report dan penilaian oleh ahli higiene industri. Disimpulkan bahwa kuesioner self-report, penilaian pajanan oleh ahli higiene industri, serta kategori pajanan berbasis-JEM dapat digunakan untuk menilai pajanan isosianat. Pajanan isosianat jangka-panjang juga tampak berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan pernapasan akibat kerja. Kata Kunci: asmagen, pajanan ditempat kerja, pelaporan sendiri AbstractEvaluation of risks for the development of work-related rhinoconjunctival and chest symptoms associated with continued post-apprenticeship exposure to isocyanates using different exposure estimates was done in an inception cohort of 202 apprentices in car-painting, with a 4- to 9-year follow-up after the end of the apprenticeship in 2002. The risk of developing work-related rhinoconjunctival and chest symptoms in association with different estimates of continued exposure to isocyanates post-apprenticeship (i.e. assessed through self-reporting, investigator scoring and the use of asthma-specifc job exposure matrix (JEM) categories) was evaluated using Cox regression analysis. The agreement between different exposure estimates was evaluated using the Cohen’s kappa coeffcient. The kappa statistics ranged between 0.78 and 0.82. We found continued exposure to isocyanates post-apprenticeship, as estimated by the JEM, for at least one year, was associated with an increased risk for incident work-related rhinoconjunctival symptoms (hazard ratio 2.3; 95% CI 0.9 to 6.2) after adjusting for wheezing symptoms and PC20 at the end of the apprenticeship. The risk of work-related chest symptoms was 1.9 (95% CI 0.7 to 5.0) after adjusting for PC20 £ 32 mg/ml at the end of the apprenticeship. Similar fndings were found when using different methods of exposure assessment (self-reports and investigator scores). We concluded that self-reports, investigator scores and asthma-specifc JEM categories showed good agreement on the assessment of continued exposure to isocyanates post-apprenticeship. In addition, these three methods showed consistent associations between the risks of work-related respiratory symptoms and continued exposure to isocyanates. Key words: asthmagenic, job exposure matrix, self report method
Stres pada Pramugari Abraham Simatupang
Majalah Kedokteran UKI Vol. 34 No. 2 (2018): APRIL - JUNI
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

-
Disfungsi Kandung Kemih Non-Neurogenik pada Anak: Diagnosis dan Tata Laksana Sudung O. Pardede; William J. Iskandar; Bernadetha Nadeak
Majalah Kedokteran UKI Vol. 34 No. 2 (2018): APRIL - JUNI
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakDisfungsi kandung kemih (lower urinary tract dysfunction) merupakan masalah berkemih yang sering ditemukanpada anak, dapat berupa disfungsi neurogenik, anatomis, maupun non-neurogenik. Masalah tersebut sering disertaiinfeksi saluran kemih, refluks vesikoureter, dan parut ginjal yang berpotensi menyebabkan penyakit ginjal kronik,serta memiliki dampak fisik dan psikososial yang berat pada anak. Manifestasi klinis disfungsi kandung kemihmuncul sesuai dengan patofisiologi berkemih, yakni gangguan pada pengisian (storage) atau gangguan miksi(voiding), dengan deskripsi istilah atau terminologi mengacu pada konsensus International Children’s ContinenceSociety (ICCS) 2015. Diagnosis ditegakkan secara klinis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan prinsiputama menyingkirkan kelainan neurologis dan anatomis, serta pencatatan urin rutin. Modalitas pemeriksaanpenunjang dapat bersifat noninvasif (urinalisis, ultrasonografi, uroflowmetry) maupun invasif (sistogram). Tatalaksana komprehensif disfungsi kandung kemih non-neurogenik terdiri atas uroterapi (termasuk terapi biofeedback),terapi farmakologis, terapi bedah, dan neuromodulasi atau neurostimulasi. Kata Kunci: disfungsi kandung kemih, non neurogenik, uroterapiAbstractBladder dysfunction or lower urinary tract dysfunction is frequently found in children, which can be caused byneurologic, anatomical, or functional (non-neurogenic) problem. Urinary tract infection, vesicoureteral reflux, andrenal scar are common secondary to bladder dysfunction, leading to chronic kidney disease and causing seriousphysical and psychosocial impact in childlhood. Clinical manifestation correlates well with the pathophysiology,either storage (filling) or voiding problem. Standard terms have been published by International Children’sContinence Society (ICCS) 2015. Diagnosis of bladder dysfunction could be clinically established by history takingand physical examination, focusing on excluding neurological or anatomical lesion and voiding diary. Furtherexamination consists of non-invasive methods (urinalysis, ultrasonography, and uroflowmetry) or invasive methods(cystogram). Comprehensive management includes urotherapy (including biofeedback therapy), pharmacologicaltreatment, urosurgery, and neuromodulation or neurostimulation. Keywords: : bladder dysfunction, non neurogenic, urotherapy

Page 1 of 19 | Total Record : 187