cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur´an dan Tafsir
ISSN : 25281054     EISSN : 25408461     DOI : -
Core Subject : Religion,
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir [2528-1054] is peer-reviewed journal dedicated to publish the scholarly study of Qur’an from many different perspectives. Particular attention is paid to the works dealing with: Qur’anic Studies, Qur’anic sciences, Living Qur'an, Qur’anic Stuides accros different areas in the world (The Middle East, The West, Archipelago and other areas), Methodology of Qur’an and Tafsir studies. publishes twice in the year (June and December) by Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2020): Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir" : 6 Documents clear
AKSARA TAFSIR AL-QUR’AN DI PRIANGAN:HURUF PEGON DAN AKSARA LATIN DALAM KARYA K.H. AHMAD SANOESI Yani Yuliani
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir Vol 5, No 1 (2020): Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1254.844 KB) | DOI: 10.15575/al-bayan.v5i1.8461

Abstract

Kajian ini memfokuskan pada penggunaan huruf pegon dan aksara latin dalam penulisan tafsir Al-Qur’an di Priangan, Jawa Barat. Objek kajiannya adalah tafsir karya K.H. Ahmad Sanoesi (1880-1950), yaitu Rauḍat al-‘Irfān dan Malja’ al-Ṭālibīn yang beraksara pegon dengan bahasa Sunda serta Tamsjijjatoel Moeslimien yang beraksara latin dalam bahasa Indonesia. Melalui pendekatan sejarah sosial dan hermeneutik, kajian ini menegaskan bahwa penggunaan kedua aksara tersebut terkait dengan latar perbedaan segmentasi pembaca. Tidak hanya ditulis untuk kalangan pesantren yang umumnya saat itu hanya mampu membaca teks huruf pegon, tetapi juga untuk masyarakat luas yang mampu membaca teks aksara latin. Rauḍat al-‘Irfān dan Malja’ al-Ṭālibīn ditulis untuk kepentingan santri dan kiai pesantren di Priangan, sedangkan Tamsjijjatoel Moeslimien ditulis untuk masyarakat Indonesia secara lebih luas. Penggunaan dua jenis aksara tersebut juga kemudian berdampak pada perbedaan substansi penafsiran Sanoesi terhadap ayat Al-Qur’an. Rauḍat al-‘Irfān dan Malja’ al-Ṭālibīn yang beraksara pegon lebih didominasi oleh penjelasan ayat melalui perangkat keilmuan Al-Qur’an dan tafsir yang umumnya hanya dapat dipahami oleh kaum santri di Priangan, sedangkan Tamsjijjatoel Moeslimien yang beraksara latin didominasi penjelasan yang bercirikan kepentingan masyarakat umum sehingga dapat dipahami oleh khalayak luas.
IMPLIKASI PERBEDAAN QIRAAT TERHADAP PENAFSIRAN ALQURAN Muhammad Irham
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir Vol 5, No 1 (2020): Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.808 KB) | DOI: 10.15575/al-bayan.v5i1.8563

Abstract

Artikel ini bermaksud membahas implikasi  perbedaan qiraat  terhadap penafsiran Alquran. Kajian ini dilakukan dengan metode analisis deskrptif terhadap beberapa ayat yang memiliki perbedaan qiraat, kemudian menganalisis dampak dan fungsi dari perbedaan tersebut. Dengan demikian  studi pustaka menjadi pendekatan dalam penelitin ini. Dari hasil penelitian ditemukan pola sistematis berkaitan dengan peran perbedaan qiraat terhadap penafsiran. Setidaknya ada sepuluh pola yang mengungkap peran penting qiraat dalam penafsiran. Pertama, al-takhyīr (pilihan); Kedua, bayān al-lafẓ al-garīb aw al-mubhām (menjelaskan lafal asing dan yang bermakna samar); Ketiga, sabab wa musabbab (sebab-akibat); Keempat, ishārah laṭīfah (indikasi yang tersirat); Kelima, amm wa khash (umum dan khusus); keenam, al-tanawwu fī al-ibādah (keanekaragaman dalam beribadah); Ketujuh, al-tanawwu fī al-syarṭ (keanekaragaman dalam syarat wajib sebuah ibadah); Kedelapan, al-tanawwu fī al-ḥāl (keanekaragaman keadaan); Kesembilan, yufasissiru baḍuhu ala baḍ (membantu menafsirkan); Kesepuluh, ikhtilaf fī mas`alat al-kalām (perbedaan aspek teologi Islam). Kesepuluh pola tersebut secara umum menunjukkan adanya pengaruh positif dari perbedaan qiraat terhadap penafsiran Alquran
PENAFSIRAN CHOER AFFANDI ATAS Q.S AL-BAQARAH (STUDI NASKAH ATAS TAFSIR SUNDA CHOER AFFANDI) Husnatus Shifa
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir Vol 5, No 1 (2020): Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1133.6 KB) | DOI: 10.15575/al-bayan.v5i1.8462

Abstract

Tafsir Choer Affandi atas Q.S al-Baqarah adalah salah satu tafsir yang muncul akibat marginalisasi terhadap kajian lokal Alquran, yakni tafsir Sunda. Tafsir ini merupakan manifestasi penafsiran Choer Affandi, yaitu ulama besar priangan timur sekaligus mantan Bupati DI/NII atas Q.S al-Baqarah tafsir Al-Jalālayn. Tafsir ini berawal dari buku catatan 700 santri pertama Choer Affandi yang kemudian diteliti dengan metode filologi. Metode analisis yang dipakai adalah metode tafsir, yang berfungsi untuk mengetahui karakteristik penafsiran dan konteks dari Tafsir Choer Affandi. Dari segi karakteristik, bersumber bi al-Ra’yi mahmūdah, metode tahlili, dan memiliki corak tasawuf, fiqh, adab al-Ijtimā’i. Sedangkan dari segi konteks yaitu penafsiran tentang iman, yaitu ma’rifat, iżżi’an dan qabūl. Yakni meyakini, mengakui, dan menerima Allah adalah Tuhan yang Maha Esa, dan Rasulullah adalah utusan Allah, yang membawa wahyu yang menjadi pedoman manusia. Penafsiran Choer Affandi sarat dengan seruan pergerakan Islam, yaitu persatuan Islam, pengorbanan untuk agama, baik dari segi materi,pikiran dan tenaga, cara mempertahankan agama, pola pembangunan negara, dan pola pembinaan umat. Selain itu, Choer Affandi mengkritik praktik keagamaan sinkretik yang terjadi di masyarakat Indonesia terkhusus Sunda. Warna kesundaan dapat terlihat dalam penafsiran Choer Affandi baik dari tata krama bahasa, ungkapan tradisional Sunda, dan gambaran alam dan kebudayaan Sunda.
RESEPSI DZIKIR AL-MA’TSURAT DALAM MENGHAFAL ALQURAN (Analisis Tindakan Pada Santri Islamic Boarding House Budi Mulia Dua Pada Masa Pandemik Corona) Muhammad Asnajib
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir Vol 5, No 1 (2020): Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (52.799 KB) | DOI: 10.15575/al-bayan.v5i1.8190

Abstract

Penelitian ini mengkaji resepsi santri terhadap pembacaan dzikir Al-Ma’tsurat yang dilakukan pada waktu pagi dan petang. Pembiasaan ini diyakini mampu menyucikan jiwa sekaligus menjadi jalan agar mudah dalam menghafal Alquran. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh asumsi tidak nampaknya efek penyucian jiwa terutama dalam mempermudah menghafal Alquran. Pendekatan teori tindakan sosial Max weber digunakan agar dapat menelusuri makna terdalam yang ingin dicapai oleh asatidz dan santri Islamic Boarding House Budi Mulia Dua. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi untuk melihat secara detail proses pelaksanaan dzikir setiap hari dan menggali makna terdalam pengalaman berdzikir para santri dan asatidz. Penelitian ini menunjukkan 4 proses tindakan yakni; tindakan tradisional yang dilakukan oleh para santri dan asatidz dapat dilihat dari upaya mereka untuk selalu melestarikan kebiasaan berdzikir, baik ketika sedang di pesantren ataupun di rumah masing-masing. Sedangkan  tindakan afektif dapat dilihat dari emosi yang mereka tampilkan atau rasakan terhadap tradisi pembacaan al-ma’tsurat, tindakan afeksi ini sangat beragam ada yang mengabaikan, ada yang memulainya dengan keterpaksaan karena tanggung jawab sebagai muslim, ada pula yang merasakan sebagai kebutuhan. Sedang nilai intrumental terlihat dari motivasi santri yang melaksanakan dzikir ma’tsurat. Mereka secara sadar akan tujuan membiasakan dzikir al-ma’tsurat  yaitu merasa tentram, tenang, percaya diri, bahkan mampu selalu ikhlas sebagai ciri jiwa yang bersih. Penemuan nilai rasional ini memotivasi santri  untuk selalu membiasakan dzikir meskipun sendirian di rumah, sebagai dampak dari wabah corona yang mengharuskan disiplin menetap di rumah.
MAKNA QIRAAH DAN TILAWAH DALAM ALQURAN PERSPEKTIF TEORI ANTI SINONIMITAS MUHAMMAD SYAHRUR Sandi Wahid Rahmat Nugraha; Irwan Abdurrohman
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir Vol 5, No 1 (2020): Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1034.617 KB) | DOI: 10.15575/al-bayan.v5i1.8939

Abstract

Sinonimitas makna sebuah kata dalam bahasa manapun merupakan hal yang lazim terjadi. Menurut pandangan umum, Alquran pun tidak terlepas dari unsur sinonimitas ini, sebab - meski ia wahyu Tuhan yang bersifat transenden - Alquran telah mewujud dalam bentuk teks berbahasa Arab. Namun, benarkah Alquran mengakui adanya sinonimitas? Muhammad Syahrur dengan teori anti-sinonimitasnya meyakini bahwa setiap kata dalam Alquran bersifat unik, sehingga tidak ada dua kosakata atau lebih yang sinonim. Penelitian ini ingin membuktikan gagasan anti-sinonimitas Syahrur tersebut dengan mengambil kasus pada kosakata yang selama ini dianggap sinonim, yaitu kata qirā’ah dan tilāwah. Tujuan penelitian ini adalah memahami hal-hal yang menyebabkan munculnya teori anti sinonimitas Syahrur, dan menemukan perbedaan yang kontras dan signifikan antara kedua kata yang dianggap sinonim tersebut. Karena, Syahrur berteori bahwa menerima sinonimitas sama dengan menolak historisitas bahasa,  apalagi pada kasus Alquran yang penuh mukjizat. Metode penelitian ini menggunakan pisau analisis semantik yang kemudian dikorelasikan dengan perspektif teori anti-sinonimitas Syahrur. Penelitian ini pada akhirnya membenarkan teori anti-sinonimitas Syahrur. Setelah dilakukan telaah secara semantik, ternyata kedua kata itu memiliki perbedaan makna yang cukup signifikan. Dalam perspektif Syahrur, qirā’ah dalam konteks sekarang adalah tindakan menelaah, mengkaji atau melakukan penelitian terhadap suatu hal; sedangkan tilāwah adalah seminar ilmiah.
KAJIAN HISTORIS ALQURAN Abdurrahman Said
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir Vol 5, No 1 (2020): Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1009.985 KB) | DOI: 10.15575/al-bayan.v5i1.8887

Abstract

Kajian teologis tentang konsepsi wahyu merupakan diskursus yang cenderung misterius dalam Studi Alquran. Perlu penelaahan ulang terkait penelusuran konsep pewahyuan dan kodifikasi, tulisan ini berusaha menelaah kembali sejarah pewahyuan  hingga kodifikasi dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan library research. Penelitian ini menemukan bahwa kajian sejarah pewahyuan Alquran  hingga kodifikasi,  meliputi profil wahyu yang turun secara bertahap (tanzīl) dari bait al-izzah, yang diturunkan secara bertahap ke dalam hati sanubari Nabi Saw,  berbeda dengan tradisi penurunan kitab-kitab samawi sebelumnya yang diturunkan secara serentak (inzal). Konsep tauqifi  telah memastikan susunan mushaf resmi Uthman sesuai dengan urutan utuh pada kondisi asalnya di Lauh maḥfūẓ. Data sejarah yang diuangkap tersebut meneguhkan keyakinan teologis sunni atas sifat-sifat Dzat Tuhan yang qadīm, dengan konsepsi dualisme Kalām Ilahi, yaitu sisi Firman Tuhan dalam Dzat-Nya yang qadīm (al-Kalām al-Nafsi al-Qadīm) dan sisi penciptaan Kalām Ilahi yang verbalik berupa bacaan di Lauh maḥfūẓ sebagai salinan dari Kalām Ilahi

Page 1 of 1 | Total Record : 6