cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 14, No 1 (2012)" : 12 Documents clear
Angka Kejadian Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Pneumonia Marissa Tania Stephanie Pudjiadi; Mardjanis Said; Irawan Mangunatmadja; Hidra Irawan Satari; H F Wulandari; Murti Andriastuti
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.752 KB) | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.52-6

Abstract

Latar belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita di negara berkembang. Sitokin pada pneumonia yang diproduksi akibat inflamasi paru secara berlebihan. Sehingga menyebabkan kaskade koagulasi sistemik teraktivasi yang berakhir pada trombosis sistemik yang akan menyebabkan keadaan kritis dan seringkali berakhir dengan kematian. Tujuan.Mengetahui profil koagulasi dan prevalensi koagulasi intravaskular diseminata (KID) pada pasien pneumonia yang dirawat inap.Metode. Studi deskriptif analitik dengan desain potong lintang dilakukan di ruang rawat Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM antara 1 Februari 2010 sampai 28 Februari 2011.Hasil. Tiga puluh enam persen subjek penelitian mengalami trombositopenia, 13,4% mengalami pemanjangan protombine time (PT), dan 19,6% mengalami penurunan kadar fibrinogen. Didapatkan 83,5% subjek penelitian memiliki kadar D-dimer yang tinggi dan 64,9% di antaranya meningkat sangat tinggi. Kejadian KID 17,5% subjek dan seluruhnya mengalami perdarahan. Pada 88,2% pasien KID mengalami trombositopenia dengan rasio prevalens 32,5 (95% IK 6,70-157,57).Kesimpulan. Profil koagulasi pasien pneumonia yang dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM 36% mengalami trombositopenia, pemanjangan PT 13,4%, penurunan kadar fibrinogen 19,6%, dan peningkatan kadar D-dimer 83,5% . Koagulasi intravaskular diseminata terjadi 17,5% (17/97) pasien pneumonia yang dirawat.
Validitas Skala Nyeri Non Verbal Pain Scale RevisedSebagai Penilai Nyeri di Ruang Perawatan Intensif Anak Dyah Kanya Wati; Antonius Pudjiadi; Abdul Latief
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.8-13

Abstract

Latar belakang. Berdasarkan berbagai penelitian, diperlukan skala nyeri yang divalidasi untuk menilai nyeri di ruang perawatan intensif anak dari aspek respon otonom dan evaluasi bentuk intervensi tata laksana nyeri yang diberikan.Tujuan. Mengetahui validitas alat pengukur skala nyeri non verbal pain scale (NVPS) yang dapat dipakai di ruang perawatan intensif anak.Metode. Subyek penelitian yang diberikan intervensi nyeri melalui berbagai prosedur pemeriksaan atau terapi, dinilai respon nyeri melalui perekaman video. Respon dinilai selama 2-10 menit sebelum, selama, dan setelah intervensi nyeri diberikan. Sebagai baku emas digunakan skala nyeri Wong Baker pain scale(WBPS)Hasil. Dari 38 sampel yang dinilai didapatkan sensitifitas NVPSR 85%, spesifisitas 66%, nilai prediksi positif 96%%, negatif prediksi negatif 50%. Nilai korelasi antara skala NVPSR dan WBPS adalah 0,95 (p<0,05).Kesimpulan. Non verbal pain scale revised(NVPSR) memiliki korelasi yang kuat dengan WBPS dalam menilai nyeri pada anak. Sensitifitas yang cukup tinggi sebagai alat skrening nyeri namun memiliki spesifitas yang sedang sebagai alat diagnostik nyeri pada anak.
Kejang Demam dan Faktor yang Mempengaruhi Rekurensi Attila Dewanti; Joanne Angelica Widjaja; Anna Tjandrajani; Amril A Burhany
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.57-61

Abstract

Latar belakang.Kejang demam adalah penyakit yang sering dijumpai pada anak. Rekurensi kejang demam sering terjadi pada anak dan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor ini dapat membantu untuk meramalkan terjadinya rekurensi kejang demam pada pasien.Tujuan.Mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi rekurensi kejang demam. Metode.Desain penelitian kohort retrospektif. Data diambil dari rekam medis Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita pada tahun 2008-2010. Responden penelitian adalah anak dengan kejang demam yang dirawat di rumah sakit. Hasil.Terdapat 86 pasien dengan kejang demam, 41 (47,7%) pasien di antaranya mengalami kejang demam berulang. Hasil penelitian mendapatkan rekurensi kejang demam terjadi 2,7 kali pada pasien yang menderita kejang pertama kali pada usia kurang dari 12 bulan, 3,2 kali pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga dengan kejang demam, 4,4 kali pada pasien yang demam dengan suhu kurang dari 39OC, dan 1,4 kali pada pasien dengan kejang demam kompleks.Kesimpulan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rekurensi kejang demam, di antaranya adalah suhu pasien ketika kejang, riwayat keluarga dengan kejang demam, usia pertama kali kejang, dan tipe kejang pasien
Luaran Bayi Kurang Bulan Late Preterm I Wayan Dharma Artana
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.857 KB) | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.62-6

Abstract

Latar belakang. Bayi kurang bulan (BKB) mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan prematuritas. Kejadian BKB late pretermadalah 75% dari kelahiran BKB.Tujuan. Mengetahui dan membandingkan luaran lama rawat, kesakitan dan kematian BKB late pretermdengan bayi cukup bulan (BCB).Metode. Penelitian kohort prospektif, subyek faktor risiko adalah BKB late pretermdan BCB sebagai kontrol, yang lahir di RSUP Sanglah Denpasar mulai Januari 2010 sampai Desember 2010. Perhitungan analisis untuk mencari hubungan antara faktor risiko BKB late preterm dengan lama rawat, kejadian kesakitan dan kematian, dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik dan chi square.Hasil. Didapatkan perbedaan bermakna di antara kedua kelompok mengenai lama rawat <3 hari (p=0,027; RR=2,76; IK 95%,12-6,15), kesakitan (p=0,016; RR= 3,84; IK 95% 2,06-8,49) kematian (p=0,001; RR=6,6; IK 95% 1,46-9,37).Kesimpulan.Bayi kurang bulan late preterm memiliki risiko lebih tinggi menjalani waktu perawatan di rumah sakit, kejadian kesakitan, dan kematian dibandingkan BCB.
Metode Pemeriksaan Kualitas General move­ ments Meningkatkan Nilai Prediksi Ultrasono­ grafi Kepala untuk Memprediksi Perkembangan Bayi Kurang Bulan dari Ibu Preeklamsia Berat Nur Rochmah; Ahmad Suryawan; Moersintowarti BN; Darto Saharso; Fatimah Indarso
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.763 KB) | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.14-8

Abstract

Latar belakang. Kelahiran kurang bulan dan preeklamsia berat merupakan faktor risiko penyimpangan perkembangan. Deteksi dini perkembangan sangat penting. Hal tersebut memberi peluang intervensi awal dengan hasil optimal. Pemeriksaan ultrasonografi kepala mempunyai keterbatasan dalam memprediksi outcome perkembangan bayi kurang bulan. Pemeriksaan general movementslebih murah dan dapat digunakan di negara berkembang dengan sarana diagnostik yang terbatas. Penambahan pemeriksaan kualitas general movementsdapat meningkatkan nilai prediksi dibandingkan dengan pemeriksaan ultrasonografi kepala saja. Tujuan. Melakukan analisis nilai prediksi ultrasonografi kepala, pemeriksaan general movements,dan kombinasi keduanya untuk memprediksi status perkembangan bayi kurang bulan.Metode. Studi longitudinal diagnostik, dilakukan di RS Dr Soetomo Surabaya pada bulan Desember 2009 sampai Juni 2010. Pemeriksaan ultrasonografi kepala dilakukan pada usia 2 minggu pertama, general movementspada usia 52 minggu gestasi, dan status perkembangan dievaluasi dengan Denver II pada usia 4 bulan usia koreksi. Data dianalisis menggunakan SPSS 12.0. Persetujuan kelaikan etik dikeluarkan oleh RS Dr Soetomo, Surabaya. Hasil.Delapan belas bayi kurang bulan (<37 minggu gestasi) mengikuti penelitian.mempunyai nilai sensitivitas (SN), spesivisitas (SP), nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), dan likelyhood ratio(LR) ultrasonografi kepala (0,2;1,0;1,0;1;0,50;5,0), sedangkan general movements (0,90;0,75;0,82;0,86;3,60). Kombinasi kedua pemeriksaan tersebut mempunyai nilai prediksi (0,80;0,50;0,67;0,67;1,60). Kesimpulan.Penambahan pemeriksaan kualitas general movementsdapat meningkatkan sensitivitas outcomeperkembangan bayi kurang bulan dibandingkan hanya pemeriksaan ultrasonografi kepala saja.
Prevalens dan Profil Klinis pada Anak Palsi Serebral Spastik dengan Epilepsi Alinda Rubiati Wibowo; Deddy Ria Saputra
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.1-7

Abstract

Latar belakang. Epilepsi setiap kali ditemukan pada anak palsi serebral (15%-90%), khususnya pada palsi serebral spastik. Pengobatan epilepsi pada palsi serebral biasanya lebih sulit dan membutuhkan waktu lebih lama. Berbagai profil klinis pada anak palsi serebral, di antaranya adalah berat lahir rendah, kejang neonatal, kejang pertama pada usia ≤1 tahun, riwayat epilepsi pada keluarga, retardasi mental, dan kelainan CT scan/MRI kepala.Tujuan. Mengetahui prevalens dan profil klinis pada anak palsi serebral spastik dengan epilepsi.Metode. Penelitian deskriptif potong lintang menggunakan data sekunder pasien palsi serebral spastik di SMF Kesehatan Anak RSUP Fatmawati sejak 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2010. Hasil. Didasarkan 191 pasien palsi serebral spastik diikutsertakan dalam penelitian. Rasio laki-laki dan perempuan 1:1.1. Prevalens epilepsi pada palsi serebral spastik 50,8%. Profil klinis pada anak palsi serebral spastik dengan epilepsi yang ditemukan adalah asfiksia, usia gestasi kurang bulan, proses persalinan dengan tindakan, berat lahir rendah, infeksi susunan saraf pusat, kejang neonatal, kejang pertama pada usia ≤1 tahun, riwayat epilepsi dalam keluarga, CT scankepala, dan kelainan EEG. Angka kejadian anak palsi serebral spastik dengan epilepsi yang belum bebas kejang yaitu 49,5%.Kesimpulan. Prevalens epilepsi pada anak palsi serebral spastik sebesar 50,8%. Profil klinis ditemukan pada anak palsi serebral spastik dengan epilepsi di antaranya adalah asfiksia, usia gestasi kurang bulan, proses persalinan dengan tindakan, berat lahir rendah, infeksi susunan saraf pusat, kejang neonatal, kejang pertama pada usia ≤1 tahun, riwayat epilepsi dalam keluarga, kelainan lingkar kepala, kelainan CT scankepala, dan kelainan EEG. Angka kejadian anak palsi serebral spastik dengan epilepsi yang belum bebas kejang 49,5%.
Penilaian Perkembangan Bayi Risiko Tinggi dan Rendah pada Usia 3 dan 6 Bulan dengan Instrumen Bayley Scales of Infant and Toddler DevelopmentEdisi III Rini Purwanti; Imral Chair; Soedjatmiko Soedjatmiko
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.24-9

Abstract

Latar belakang. Enam bulan pertama kehidupan merupakan kesempatan emas untuk melakukan deteksi dini gangguan tumbuh kembang. Bayi risiko tinggi (risti) merupakan kelompok yang rentan terhadap keterlambatan perkembangan. Contoh instrumen penilaian perkembangan yang terbaru adalah Bayley scales of infant and toddler developmentEdisi III (Bayley III).Tujuan.Mengetahui gambaran keterlambatan perkembangan bayi risiko tinggi dan rendah pada usia 3 dan 6 bulan.Metode. Penelitian kohort prospektif dilakukan terhadap bayi risti yang mendapat perawatan di Unit Neonatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan bayi risiko rendah di empat Posyandu serta Poliklinik Tumbuh Kembang RSCM selama periode Mei – Desember 2010. Penilaian perkembangan dilakukan dengan instrumen Bayley III pada usia koreksi 3 dan 6 bulan. Hasil. Proporsi laki-laki lebih banyak pada kedua kelompok. Proporsi gagal tumbuh pada kelompok risti lebih banyak dan meningkat pada usia 6 bulan (20,6% vs 3,6%). Median nilai komposit pada area area kognitif dan motorik lebih rendah untuk bayi risti (p<0,05). Risiko relatif gangguan perkembangan untuk area kognitif, komunikasi, motorik dan adaptif pada usia 6 bulan adalah 3,1 (IK95% 1,29-7,91), 3,5 (IK95% 1,4-11,7), 4,1 (IK95% 1,5-11,5), dan 4 (IK95% 1,23-135). Jumlah morbiditas berpengaruh terhadap kejadian keterlambatan di seluruh area pada usia 6 bulan (p<0,05). Kesimpulan. Perkembangan bayi risti di area kognitif dan motorik pada usia 3 dan 6 bulan terlambat. Risiko keterlambatan perkembangan lebih jelas terlihat pada usia yang lebih tua. Banyaknya morbiditas perinatal mempengaruhi derajat keterlambatan.
Derajat Kerusakan Mukosa Esofagus pada Anak dengan Penyakit Refluks Gastroesofagus Berlian Hasibuan; Badriul Hegar; Muzal Kadim
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.19-23

Abstract

Latar belakang. Refluks gastroesofagus (RGE) yang berlangsung lama, baik durasi maupun frekuensi dapat menyebabkan berbagai derajat kerusakan mukosa esofagus atau esofagitis. Esofagitis atau penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) yang tidak segera ditangani dapat mempengaruhi kualitas hidup anak. Oleh karena itu pembuktian kerusakan mukosa esofagus pada setiap anak yang secara klinis dicurigai mengalami esofagitis menjadi amat penting. Tujuan. Menilai derajat kerusakan mukosa esofagus atau esofagitis pada anak yang secara klinis memperlihatkan gejala PRGE.Metode. Penelitian deskriptif yang dilakukan secara retrospektif terhadap data hasil pemeriksaan endoskopi dari pasien dengan gejala klinis PRGE, dilakukan pada 1 Januari sampai 31 Desember 2009, di Divisi Gastrohepatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. Derajat kerusakan mukosa esofagus ditentukan berdasarkan kriteria Los Angeles.Hasil. Di antara 58 pasien dengan gejala klinis PRGE yang dilakukan endoskopi, didapatkan 51 pasien (87,9%) mengalami kerusakan mukosa esofagus (esofagitis), yang mencakup 21,6% esofagitis derajat A, 33,3% esofagitis derajat B, 25,5% esofagitis derajat C, dan 19,8% esofagitis derajat D. Tujuh pasien (12,1%) tidak ditemukan kerusakan mukosa esofagus. Gejala klinis terbanyak adalah mual dan muntah pada 25pasien (43,1%), diikuti nyeri perut berulang daerah ulu hati dan regurgitasi, masing-masing pada 20 pasien (34,5%). Kesimpulan.Kerusakan mukosa esofagus akibat refluks gastroesofagus pada anak merupakan keadaan yang perlu diwaspadai pada setiap anak dengan gejala klinis regurgitasi dengan volume dan frekuensi berlebihan, serta gejala klinis PRGE.
Karakteristik Klinik Penyakit Saluran Nafas pada Anak Bob Wahyudin
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.30-5

Abstract

Latar belakang.Angka morbiditas dan mortalitas penyakit saluran napas masih tinggi, terutama pada anak, termasuk di kota Makassar. Rumah Sakit Wahidin sebagai Rumah Sakit Regional Indonesia Timur menerima pasien rawat inap untuk pasien anak dengan penyakit saluran napas, tetapi belum ada laporan tentang karakteristik pasien rawat.Tujuan. Mengetahui karakteristik klinis pasien rawat di bangsal Respirologi Anak tahun 2010.Metode. Metode penelitian analitik deskriptif retrospektif dari data sekunder yang disarikan dari status pasien rawat inap. Hasil. Pada tahun 2010, 264 anak dengan penyakit pernapasan dirawat di bangsal Respirologi Anak RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Jenis penyakit terbanyak adalah infeksi saluran nafas akut atas (ISPA) 121 (45,83%) pasien, diikuti pneumonia 106 (40,15%), tuberkulosis 24 (9,09%), dan asma 6 (2,27%). Terdapat perbedaan bermakna proporsi gizi buruk, rerata lama rawat dan hitung leukosit saat masuk rumah sakit di antara berbagai jenis penyakit pernafasan. Di antara kasus ISPA atas, tidak terdapat korelasi bermakna antara suhu masuk dan lama rawat, suhu masuk dan hitung leukosit awal, serta antara hitung leukosit dan lama rawat. Pada pasien pneumonia, tidak terdapat perbedaan bermakna antara status gizi dan lama rawat serta antara status gizi dan hitung leukosit. Pada penyakit tuberkulosis, kasus meningitis tuberkulosis memiliki laju pernapasan lebih tinggi dibanding kasus tuberkulosis paru.Kesimpulan.Penyakit terbanyak adalah ISPA atas, pneumonia, tuberkulosis, dan asma. Umur saat masuk, status gizi, hitung leukosit, dan lama rawat berbeda diantara berbagai penyakit pernapasan. Pasien meningitis tuberkulosis memiliki laju pernapasan yang lebih tinggi dibanding penderita TB paru.
Manifestasi Renal pada Anak dengan Purpura Henoch­Schoenlein Endang Lestari
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.165 KB) | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.36-9

Abstract

Latar belakang. Purpura Henoch-Schoenlein merupakan suatu peradangan akut pembuluh darah kecil sistemik yang diperantarai oleh IgA dan sering terjadi pada anak. Pada perjalanannya, dapat bermanifestasi pada ginjal hingga dapat menyebabkan gagal ginjal terminal. Pemantauan jangka panjang diperlukan agar dapat mengetahui gejala awal manifestasi renal. Tujuan. Mengetahui keterlibatan ginjal pada anak dengan PHS, di samping mengetahui usia dan gejala klinis lain yang timbul. Metode.Penelitian deskriptif retrospektif dengan sumber data sekunder rekam medik Bagian Anak RSAB Harapan Kita Jakarta, selama lima tahun.Hasil. Terdapat 37 pasien anak dengan PHS yang menjalani rawat inap, terdiri dari 16 orang laki-laki (43,2%) dan 21 orang perempuan (56,7%). Manifestasi yang muncul berupa hematuria 18,9% dan/atau proteinuria 10,8%, darah samar urin 21,6%, leukosituria 13,5%. Usia rata-rata yang mengalami nefritis (9,3±3,2) tahun, sedang yang tidak (7,03±2,5). Gejala klinis lain yang ditemukan berupa demam (37,8%), nyeri perut (56,7%), melena (16,2%), dan arthritis/arthargia (54,1%).Kesimpulan. Di antara 37 pasien anak PHS, 8 orang (21,6%) dalam perjalanan penyakitnya didapatkan gejala manifestasi ginjal, dengan darah samar pada urin sebagai manifestasi yang terbanyak. Pasien yang mengalami nefritis PHS pada umumnya berusia lebih tua dibandingkan yang tidak. Nyeri perut menjadi gejala klinis lain yang paling banyak dijumpai.

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2012 2012


Filter By Issues
All Issue Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue