cover
Contact Name
Joseph Christ Santo
Contact Email
jx.santo@gmail.com
Phone
+6287836107190
Journal Mail Official
jurnalangelion@gmail.com
Editorial Address
Jl. Raya Solo-Kalioso km 7, Selorejo, Wonorejo, Gondangrejo, Kab. Karanganyar
Location
Kab. karanganyar,
Jawa tengah
INDONESIA
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
ISSN : -     EISSN : 27233324     DOI : -
Core Subject : Religion, Education,
Angelion adalah jurnal ilmiah teologi dengan warna Injili, merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi dan pendidikan Kristen, yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup. Focus dan Scope penelitian Angelion adalah: Teologi Biblikal Teologi Sistematika Isu-isu Teologi Pendidikan Kristen Angelion terbit dua kali setiap tahun, Juni dan Desember.
Articles 72 Documents
Akomodasi Filsafat Pragmatisme dalam Pendidikan Agama Kristen untuk Menjawab Tantangan Pembelajaran di Era Digital Ramses Simanjuntak; Bakhoh Jatmiko; Anthoneta Ratu Pa; Hadi Siswoyo; Albert Yusuf Langke
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v2i2.200

Abstract

The spirit of society 5.0 era demands the mastery and utilization of technology along with digital literation in every area of life. This development and challenges also occur in the education sector. A similar challenge is wrestled by Christian Education (CE) to be relevant knowledge within this era. CE must improve itself amid limitations within it. What innovations can be made to make CE relevant and fit to answer the needs of this digital era? This research aims to integrate positive contributions of pragmatism education philosophy toward CE in answering the needs of this era. The pragmatism thinking emphasizes practice and relevant learning outcomes as well as applicative skills. CE needs this utility in the learning process within this pragmatic era. This research applied a qualitative descriptive method with a literature research approach. The founding of this research is a proposal of accommodation of pragmatism philosophy toward CE using project based learning, collaborative learning, and creative problem solving learning approach.Era digital merupakan perkembangan peradaban yang tidak mungkin dihindari. Perkembangan teknologi dan digitalisasi berbasis internet telah memberikan kontribusi signifikan di dalam dunia pendidikan. Sebagaimana semangat society 5.0 yang menekankan kegunaan teknologi dan keilmuan bagi kebaikan manusia, dunia pendidikan secara khusus dalam Pendidikan Agama Kristen (PAK) harus ikut berbenah diri ditengah keterbatasan dan ketertinggalan yang dihadapi. Inovasi apa yang dapat dilakukan guna membuat keilmuan ini tetap releven dan menjawab kebutuhan di era digital ini? Pemikiran pragmatisme yang menekankan pada capaian pembelajaran yang praktis, relevan, dan berorientasi pada keterampilan aplikatif (utilitas) adalah hal yang diperlukan di dalam konteks PAK di dalam proses pembelajaran di era pragmatis ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan obyek penelitian atau pengumulan data yang bersifat kepustakaan. Kajian di dalam penelitian ini mengusulkan akomodasi filsafat pragmatism di dalam PAK dengan pendekatan pembelajaran yang berupa project based learning, collaborative learning, dan creative problem solving.
Pandangan Gereja Advent Terhadap Rekreasi Dari Sudut Pandang Lukas 21: 34 Dan Tulisan Roh Nubuat Dadan Wahyu; Janes Sinaga; Chandra Yane Arlinta; Juita Lusiana Sinambela
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v3i2.388

Abstract

Banyak orang Kristen secara umum dalam mengadakan rekreasi itu dengan diisi oleh hiburan atau kepelesiran yang merujuk kepada suasana yang sangat bertolak belakang dari maksud dan tujuan rekreasi itu sendiri untuk memberikan kesegaran dan kebugaran untuk kembali beraktivitas dengan lebih produktif. Banyak hiburan yang populer saat ini, bahkan bagi mereka yang mengaku Kristen, cenderung memiliki tujuan yang sama dengan para penyembah berhala kuno. Tujuan Penelitian adalah agar setiap orang dapat memahami dasar dan standar rekreasi yang baik dan benar, memahami makna rekreasi yang benar dan baik, agar dapat menerapkan makna rekreasi yang benar dalam zaman ini. Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Rekreasi yang benar adalah yang menghasilkan kebugaran dan tenaga baru bukan menghamburkan uang dengan hiburan-hiburan yang menjenuhkan dan membosankan. Tujuan rekreasi adalah untuk menyegarkan kembali kekuatan tubuh dan pikiran.  
Dampak Konteks Politik Masa Intertestamental pada Penolakan Yesus Sebagai Mesias Janes Pelealu
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v3i1.312

Abstract

If we want to understand the New Testament more deeply and broadly, it is not enough to interpret it from the text we read, but it is very important to understand the context behind the text. Because the New Testament is full of political, social, cultural, economic, geographical, biographical contexts, which are very different from our present context. It is highly recommended to study Intertestamental Theology, because the New Testament text is very closely related to the context of the Intertestamental period, indeed we cannot build theology from the Intertestamental period, but this period provides an important source of information for New Testament theology. For example, the theological questions that arise when we read the New Testament, are: Why did the Jews reject Jesus as the Messiah?, Why did the Sanhendrin reject Jesus? Even though they consist of groups of different sects and often clash, in terms of rejecting Jesus as the Messiah, they seem to be united in rejecting and agreeing to the decision of the Roman court to put Jesus to death. Of course the political context of the Intertestamental period will provide an answer. In relation to this question, it is important to discuss the topic: "The Political Context of the Intertestamental Period Has an Impact on the Rejection of Jesus as the Messiah". An exploration of the political context of the Intertestamental period will highlight the rulers who ruled in the period between the Old and New Testaments which is about 400 years apart. What was the political condition of the Jewish nation at that time? The political, religious and social atmosphere at that time changed significantly. As a colonized nation, they certainly experienced oppression, not being free to carry out their religious rituals. In such conditions, they hoped for the presence of a Messiah who would free them from colonialism. The time came for the fulfillment of the prophecies of the prophets about the expected Messiah, namely Jesus the Nazarene, but they rejected Him because it did not match their political expectations.Bila kita ingin memahami Perjanjian Baru lebih dalam dan luas, maka tidak cukup menafsirkannya dari teks yang kita baca, tetapi sangat penting memahami konteks yang melatarbelakangi teks tersebut. Sebab Perjanjian Baru sarat dengan konteks politik, sosial, budaya, ekonomi, geografis, biografi, yang berbeda jauh dengan konteks kita masa kini. Sangat disarankan untuk belajar Teologi Intertestamental, karena teks Perjanjian Baru sangat berkaitan erat dengan konteks periode Intertestamental, memang kita tidak mungkin membangun teologi dari masa Intertestamental, akan tetapi periode tersebut memberikan sumber informasi yang penting untuk teologi Perjanjian Baru. Misalnya, pertanyaan teologis yang muncul ketika kita membaca Perjanjian Baru, ialah: Mengapa bangsa Yahudi menolak Yesus sebagai Mesias?, Mengapa Sanhendrin menolak Yesus? Sekalipun mereka terdiri dari kelompok yang berbeda aliran dan sering bentrok, akan tetapi dalam hal menolak Yesus sebagai Mesias mereka nampaknya kompak bersatu menolak dan menyetujui keputusan pengadilan Romawi untuk menghukum mati Yesus. Tentunya konteks politik masa Intertestamental akan memberikan jawaban. Terkait dengan pertanyaan tersebut, maka penting artinya untuk membahas topik: “Konteks Politik Masa Intertestamental Berdampak Pada Penolakan Yesus Sebagai Mesias”. Penelusuran tentang konteks politik masa Intertestamental akan menyoroti para penguasa yang memerintah pada masa antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terpaut waktu sekitar 400 tahun. Bagaimana kondisi politik bangsa Yahudi pada masa itu? Suasana politik, agama dan sosial pada masa itu berubah secara signifikan. Sebagai bangsa yang terjajah, mereka tentunya mengalami penindasan, tidak bebas menjalankan ritual agamanya. Dalam kondisi seperti itu, mereka mengharapkan hadirnya seorang Mesias yang akan membebaskan mereka dari penjajahan. Tiba waktunya penggenapan nubuatan para nabi tentang Mesias yang dinantikan, yaitu Yesus Orang Nasaret, tetapi mereka menolak-Nya karena tidak sesuai dengan harapan politis mereka.
Kompetensi Profesional Guru dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Neni Viani; Yonatan Alex Arifianto
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v3i1.250

Abstract

Kompetensi profesional guru merupakan kemampuan seorang guru dalam proses belajar mengajar. Kompetensi profesional guru juga membutuhkan keahlian yang benar-benar yang dimiliki oleh seorang guru profesional. Proses pembelajaran Agama Kristen kompetensi professional seorang guru juga sangat dibutuhkan apalagi pada zaman yang semakin berkembang saat ini. Seorang pendidik Agama Kristen juga haruslah memiliki kepribadian yang baik sehigga dapat menjadi teladan bagi para peserta didiknya sebagimana meneladani Yesus Kristus. Bukan hanya memiliki kepribadian baik saja tetapi spiritualitasnya juga haruslah benar-benar dimiliki oleh seorang pengajar Agama Kristen. Sebagai pendidik Agama Kristen yang diajarkan haruslah berpusat pada Alkitab yang menjadi dasar materi dalam pembelajaran sehingga apa yang akan disampaikan sesuai dengan ajaran Kristen yang berpusat pada Alkitab. Penulis menggunakan metode penelitian kulitatif dan metode deskriptif dengan melakukan studi Pustaka terhadap penelitian ini. Jadi, kompetensi professional guru dalam proses pembelajaran PAK adalah usaha seorang guru yang harus memiliki kemampuan, keterampilan, dan keahlian dalam pembelajaran PAK yang harus berpusat pada Alkitab.
Retraksi: Keterampilan Mengajar Guru PAK Sebagai Faktor dalam Menumbuhkan Minat Belajar Siswa di Kelas Adi Suhenra Sigiro
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v2i2.197

Abstract

Artikel telah ditarik kembali oleh penulis karena telah terjadi submit ganda.
Pembenaran oleh Iman dalam Surat Roma dan Penerapannya bagi Pemberitaan Injil Christian Daniel Raharjo; Joseph Christ Santo
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v3i2.402

Abstract

Doktrin pembenaran oleh iman adalah doktrin yang sangat penting dalam kehidupan orang percaya. Namun tidak sedikit orang Kristen yang tidak memahami dengan benar doktrin ini. Jika pemahaman doktrin pembenaran ini tidak dipahami dengan benar, maka orang Kristen pun akan mengalami kesulitan dalam memberitakan Injil kepada orang yang belum percaya. Dalam artikel ini, peneliti mengambil topik pembenaran oleh iman yang diambil dari surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma, untuk mencari tahu bagaimana konsep berpikir rasul Paulus dalam menjelaskan doktrin pembenaran oleh iman kepada orang-orang Kristen Yahudi dan non Yahudi pada waktu itu, sehingga dapat diterapkan dalam praktik pelayanan pemberitaan Injil di masa sekarang ini. Adapun yang menjadi problem riset artikel ini adalah doktrin pembenaran oleh iman menurut rasul Paulus sebagaimana yang ditulis dalam Roma 4:1-13, permasalahan dalam pemberitaan Injil yang benar dan murni, serta bagaimana menerapkan pemahaman doktrin pembenaran oleh iman dalam pelayanan pemberitaan Injil sekarang ini. Penelitian dilakukan dengan metode biblikal-kontekstual, dengan menganalisis ayat-ayat dan literatur-literatur yang berkaitan dengan subyek penelitian ini. Kesimpulan peneliti dalam penelitian ini bahwa rasul Paulus menggunakan contoh bapa Abraham sebagai bukti bahwa seseorang dibenarkan Allah oleh karena imannya bukan karena perbuatannya, kebenaran yang Allah berikan ini lebih seperti hadiah, bukan sebagai hak yang diterima seseorang karena telah mengerjakan suatu kewajiban tertentu, dan sunat adalah tanda seorang telah dibenarkan, bukan suatu syarat agar seseorang dibenarkan Allah. Dari pemahaman tersebut, peneliti menerapkannya dalam upaya pelayanan pemberitaan Injil, baik dalam lingkungan jemaat internal maupun dalam masyarakat plural. Pengajaran yang dapat disampaikan yaitu, pertama, jika seseorang mengakui keteladanan iman Abraham seharusnya orang tersebut bisa mengakui kebenaran dari doktrin pembenaran oleh iman ini. Kedua, seseorang yang beriman kepada Kristus akan dibenarkan sebagaimana Abraham dibenarkan karena iman kepada Allah. Ketiga, segala perbuatan baik bukan sebagai syarat dibenarkan, melainkan sebagai pertanda bahwa seseorang telah menerima pembenaran dari Allah.
Dampak Pluralisme terhadap Penyampaian Amanat Agung di Era Digital Yovianus Epan; Sandi Naftali; Yulius Subari Putra; Prananto Prananto; Fransiskus Irwan Widjaja
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v3i1.293

Abstract

Dalam dunia pluralis, kekristenan dihadapkan pada tantangan yang serius, pluralis menerapkan keharmonisan dalam keberagaman untuk menciptakan kedamaian. Setiap orang merasa perlu terbuka terhadap agama, suku, dan budaya. Hal ini juga berarti bahwa setiap orang juga bebas menjalankan kebenaran yang diyakininya. Dampaknya setiap orang bebas menjalankan agamanya masing-masing tanpa ada intervensi dari agama maupun kelompok lain, dan ini menyebabkan setiap agama tidak dapat menjalankan ekspansi jiwa-jiwa dengan bebas untuk menjadi pengikutnya meskipun pluralisme memiliki cara untuk membicarakan agama melalui cara berdialog. Hal ini juga berdampak bagi penyampaian amanat agung yang menjadi terbatas sehingga orang percaya tidak termotivasi lagi dalam menyampaiakn kabar baik karena adanya dampak pluralisme. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi dan komunikasi juga memberikan peluang bagi pemberitaan kabar baik di tengah masyarakat pluralis (sosial media). Adapun kebaruan yang ditawaran dalam penelitian ini juga berpangakal dari penelitan sebelumnya, seperti yang dikemukakan oleh Fransiskus Irwan Widjaja menandaskan bahwa kelompok agama perlu melihat kambali tanggung jawabnya agar dapat berkerja sama, dan bertindak sebagai distributor rahmat Tuhan dalam eskalasi keharmonisan dan kedamaian agama-agama. Selaras juga dengan apa yang ditulis oleh Y. Hariprabowo dalam kesimpulan yang paparkan dalam penelitiannya bahwa dialog merupakan unsur dasar dalam misi evangelikal, yang memperkenalkan nilai-nilai dari Injil. Kedua penelitian tersebut sudah mengemukakan dampak pluralisme dan penyampaian amanat agung sehingga penulisan ini menawarkan dampak plurlisme terhadap penyampaian amanat agung era digital. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat membantu orang percaya untuk mengambil celah pemberitaan injil di era digital.Kata Kunci: Pluralisme; Amanat Agung; dan Era Digital
Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen yang Memiliki Karakter Kristus terhadap Peserta Didik di Sekolah Indah Istapawati
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v3i1.305

Abstract

Guru Pendidikan Agama Kristen bertugas tidak melulu hanya melakukan transfer pengetahuan, namun juga harus dapat menjadi sarana berkat, membimbing siswa untuk melakukan apa yang dipelajari berhubungan dengan iman Kristen. Banyak sekali peristiwa dimana seorang pendidik yang mengajar namun tidak ditanggapi, mengajar  namun dilupakan, dan dirasakan kehadirannya namun tidak  diikuti. Setiap  guru Pendidikan Agama Kristen pasti mengharapkan agar siswa yang mereka ajar dapat meneladani  hidupnya, mengalami transformasi hidup,  menemukan inspirasi dalam  hidup, dan  tentu menjadi  pribadi yang lebih positif dari sebelumnya. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk menemukan karakteristik dari guru Pendidikan Agama Kristen yang memiliki karakter Kristus yang diimplementasikan dalam memberikan teladan kepada peserta didik. Metode yang digunakan adalah kajian terhadap sumber-sumber pustaka dan melakukan sebuah pemaparan dalam sebuah kerangka topik terkait. Hasil penelitian ini adalah guru Pendidikan Agama Kristen yang berkarakter Kristus adalah guru yang sudah lahir baru, yang sungguh-sunguh mengasihi dan memahami peserta didkinya dengan baik, menerima keberadaan peserta didik, serta rela menderita dan berkorban.
Warisan Keimanan dan Kesetiaan: Penerapan Pendidikan Agama Kristen oleh Orang Tua di Masa Pandemi Covid-19 Max Lucky Tinenti; B. D. Nainggolan; Stimson Hutagalung; Rolyana Ferinia
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v2i2.211

Abstract

The purpose of this study was to examine the role of parents in maintaining the legacy of their children's faith and loyalty, through the existence of Christian religious education in the midst of the covid-19 pandemic restriction situation. Parents need to grow their children's loyalty and faith in the midst of the current covid-19 pandemi situation, so that children can still feel God's presence through their form of faith and loyalty, even though they have to worship at their respective homes. The research method used is a qualitative method with a literature review approach. The data sources are books, journals, Bibles, commentaries, and other sources that can be justified academically. From the results of this study, Christian religious education has a major contribution through the role of parents in maintaining children's faith and loyalty while limiting worship activities during the covid-19 pandemic by implementing PAK through morning and evening worship at home, reading God's Word using detailed methods. and skimming, meditation, and praying individually, in groups, as well as providing spiritual learning through online media
Analisis Kisah Yefta dalam Hakim-hakim 11:29-40 Michael Marthinus Selly; Grant Nixon
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jan.v3i2.127

Abstract

Kitab Hakim-hakim berisi berbagai kisah dari dua belas hakim yang diutus Tuhan, salah satu di antaranya adalah Yefta. Tuhan memanggil Yefta setelah sekian lamanya Ia marah kepada bangsa Israel. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan alur kisah Yefta sejak pemanggilannya hingga penggenapan nazarnya, dan memperoleh gambaran apa yang sesungguhnya terjadi pada penggenapan nazar Yefta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis naratif. Hasil dari penelitian ini adalah, Yefta dipilih sebagai pemimpin orang Gilead, Tuhan menyerahkan kemenangan Yefta bukan hanya atas bani Amon di Mizpah Gilead, kemenangan yang diperoleh Yefta harus dibayarkan dengan nazar yang ia ucapkan kepada Tuhan, dan ia tidak bisa lari atau mengingkari nazar tersebut. Penggenapan nazar Yefta bukanlah menjadikan putrinya layaknya hewan korban bakaran, tetapi menjadikan putrinya persembahan untuk mengabdi kepada Tuhan.