Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Istinbath : Jurnal Hukum

KEABSAHAN KLAUSULA EKSONERASI PADA PERJANJIAN BAKU DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM muadil faizin
Istinbath : Jurnal Hukum Vol 14 No 1 (2017): Istinbath Jurnal Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.268 KB) | DOI: 10.32332/istinbath.v14i1.739

Abstract

The current development, instant culture, and efficient dos in every activity of business, need to use the standaard contract. It is believed that businessmen make the standard exoneratie clause unilaterally and the consumer don’t have choices for doing negotiation or bergaining position, when make transactions. For example; the eksemsi clause, the determination of the interest clause, the entire immediate payment clause of financial lease, the forbidding returned item clause of buying, the risky clause, the delayed clause in transportation, the clause of forbidding brought food in karaoke business. Based on the desctiption, this article will explore The Validity Of Clauses Of The Standaard Contract In The Perspective Of Islamic Law. This article explores the fundamental of the legal agreement, the legal culture of Indonesia, and the fundamental of the Islamic law agreement. This article rediscovers that the fundamental of the Islamic law agreement is the ibahah fundamental, the free fundamental, the consented fundamental, the pact fundamental, the balance fundamental, the beneficial fundamental, the honest fundamental, and the fair fundamental. This article stresses that the standaard contract is ably, because corresponding to the ibahah fundamental and the free fundamental. But the clauses weren’t corresponding to the free fundamental, the consented fundamental, the balance fundamental, the beneficial fundamental, the honest fundamental, and the fair fundamental. Consequently, the validity of the clauses isn’t fulfilled. Perkembangan zaman, budaya instan dan upaya efisiensi dalam setiap kegiatan bisnis, mengharuskan untuk penggunaan perjanjian baku. Umumnya perusahaan membuat klausula eksonerasi perjanjian baku secara sepihak dan pihak konsumen tidak memiliki kesempatan untuk melakukan negosiasi atau tawar menawar ketika melakukan transaksi. Sebagai contohnya; klausula eksemsi, klausula penetapan bunga, klausula pembayaran seluruh seketika dalam sewa beli, klausula barang tak boleh dikembalikan dalam jual beli, klausula risiko (cacat dalam leasing dan kehilangan dalam jasa parkir), klausul penundaan jadwal di bidang transportasi, dan klausula larangan membawa makanan dalam usaha karaoke. Berdasarkan uraian tersebut, tulisan ini akan membahas keabsahan klausul eksemsi pada perjanjian baku dalam perspektif hukum Islam. Tulisan ini mengkaji asas-asas hukum perjanjian konvensional, budaya hukum Indonesia, dan asas-asas perjanjian dalam hukum Islam. Tulisan ini menemukan bahwa asas perjanjian hukum Islam meliputi; asas ibahah, asas kebebasan, asas konsensualisme, asas janji mengikat, asas keseimbangan, asas kemaslahatan, asas amanah, dan asas keadilan. Tulisan ini menegaskan bahwa pada dasarnya perjanjian baku boleh, sebab sesuai dengan asas ibahah dan asas kebebasan. Namun klausul eksemsi tidak sesuai dengan asas kebebasan, asas konsensualisme, asas keseimbangan, asas kemaslahatan, asas amanah dan asas keadilan. Sehingga dapat dinilai bahwa keabsahan klausula eksemsi tidak terpenuhi.
Kerahasiaan Bank Kontra Akses Informasi Perpajakan Ditinjau Dari Maqashid Syari’ah Multidimensi Mu'adil Faizin
Istinbath : Jurnal Hukum Vol 17 No 1 (2020): Istinbath : Jurnal Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.505 KB) | DOI: 10.32332/istinbath.v17i1.1829

Abstract

Abstrak Terbitnya Undang-Undang No. 9 Tahun 2017 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2017 Menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU AEOI), tidak saja memberi sinyal berakhirnya era Kerahasiaan Bank, namun juga menampakkan keterbatasan kajian yuridis dalam menyelesaikan pertentangan hukum/legal contradiction. Karenanya, dalam tulisan ini akan dilakukan penelisikan melalui teori Maqashid Syari’ah, dengan harapan dapat memetakan pertentangan antar norma aturan yang ada, dan kemudian menemukan pola penyelesaian melalui kajian multidimensi yang bebas dari normativitas hukum yang kaku. Dari hasil kajian ditemukan bahwa menurut persepektif yuridis normatif, pembatalan ketentuan Kerahasiaan Bank untuk informasi perpajakan saat terjadi pertentangan hukum adalah tawaran yang paling memungkinkan untuk diterapkan. Perspektif ini memang paling mungkin untuk diterapkan meskipun menampakkan keterbatasan kajian yuridis normatif klasik, yang hanya mengkaji secara monodimensi, dan kaku. Sementara itu dalam analisis menggunakan perspektif Maqashid Syari’ah yang Multidimensi, ditemukan dua tawaran pola penyelesaian pertentangan hukum, yaitu menjadikan kebutuhan/kondisi darurat negara sebagai bagian dari Maqashid yang Prioritas, atau menjadikan Proteksi sebagai bagian dari Maqashid yang prioritas, dengan cara menggabungkan tujuan/maksud dari Kerahasiaan Bank (perlindungan nasabah), tujuan/maksud dari Akses Informasi Perpajakan (pembangunan negara), menjadi sebuah prinsip baru yaitu prinsip Kesehatan Nasabah.