Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

HUBUNGAN ANTARA IL-6 ADENOID DAN TONSILA PALATINA DENGAN IL-6 SERUM PADA ADENOTONSILITIS KRONIS HIPERTROFI Novita, Khuznita Dasa; Handoko, Edi; Indrasworo, Dyah
Majalah Kesehatan FKUB Vol 5, No 2 (2018): Majalah Kesehatan Fakultas Kedokteran
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (377.365 KB) | DOI: 10.21776/ub.majalahkesehatan.005.02.4

Abstract

 Adanya inflamasi lokal persisten pada Adenotonsilitis Kronis Hipertrofi (ATKH) menyebabkan perubahan histomorfologi berupa hiperplasi dan hipertrofi limfoid yang berhubungan dengan proliferasi sel T dan sel B. IL-6 berperan pada inflamasi kronis melalui rekrutmen monosit ke daerah inflamasi dan mengubah keseimbangan Th1/Th2 menuju dominasi Th2. Kadar IL-6 jaringan dan serum meningkat pada ATKH, namun hubungan kadar IL-6 pada adenoid dan tonsila palatina dengan kadar IL-6 serum belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar IL-6 adenoid dan tonsila palatine dengan kadar IL-6 serum. Penelitian ini melibatkan 8 anak dengan kasus ATKH (rata-rata umur: 9,63 ± 3,23  tahun dan 8 anak kontrol sehat (rata-rata umur: 10,6 ± 3.02 tahun). Kadar IL-6 diperiksa dari serum, adenoid, dan tonsila palatina dengan metode ELISA. Data penelitian dianalisis dengan independent t-test, uji korelasi, dan regresi linear. Hasil penelitian ini kadar IL-6 serum kelompok kasus lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kontrol sehat (p < 0,05). Terdapat hubungan positif yang bermakna antara kadar IL-6 adenoid dengan serum (r = 0,881, p = 0,004). Sedangkan antara kadar IL-6 tonsila palatina dengan serum menunjukkan adanya hubungan yang tidak bermakna (r = 0,556, p = 0,197). Dapat disimpulkan bahwa kadar IL-6 pada adenoid berhubungan positip dengan kadar IL-6 serum. 
PENGARUH PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIS DI KEPANITERAAN UMUM TERHADAP TINGKAT KESIAPAN MAHASISWA KEDOKTERAN MELAKUKAN KETERAMPILAN KLINIS DI TAHAP PROFESI Riskawati, Yhusi Karina; Novita, Khuznita Dasa; Pangestuti, Dwiretno; Indradmojo, Christyaji; Septiani, Nila Dwi; Tanesa, Gita; Syamsiatin, Salis Zainah
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 30, No 4 (2019)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jkb.2019.030.04.17

Abstract

Pembelajaran keterampilan klinis selama tahap akademik dan Objective Structural Clinical Examination (OSCE) dengan metode simulasi berbeda dengan situasi yang nyata terhadap pasien pada tahap Profesi. Penelitian ini bertujuan membuktikan pengaruh pembelajaran dan penilaian keterampilan klinis yang dinilai menggunakan perubahan persepsi kesiapan melakukan keterampilan klinis sebelum dan sesudah menjalani kepaniteraan umum dibandingkan ketika menjalani tahap Profesi. Studi Kohort dilakukan dengan menggunakan kuisioner persepsi tingkat kesiapan mahasiswa melakukan keterampilan klinis yang diberikan sebelum, setelah Panum dan saat awal Profesi. Jumlah responden dalam penelitian ini 126 mahasiswa Program Studi Profesi Dokter Universitas Brawijaya tahun ke-4. Hasil menunjukkan peningkatan kesiapan mahasiswa dalam melakukan keterampilan klinis sebelum dengan sesudah kepaniteraan umum/Panum (35,45,5 dan 39,26,0; p<0,05), namun tidak terjadi peningkatan ataupun penurunan kesiapan sesudah Panum dengan kesiapan di awal tahap Profesi (39,26,0 dan 39,26,1; p>0,05). Tidak ada hubungan signifikan nilai OSCE Panum dengan kesiapan mahasiswa dalam melakukan keterampilan klinis di tahap Profesi melalui uji korelasi Spearman-Rho (p>0,05). Proses pembelajaran keterampilan klinis di kepaniteraan umum berpengaruh positif meningkatkan kesiapan melakukan keterampilan klinis sebelum menjalani tahap Profesi hingga awal tahap Profesi. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara nilai OSCE Panum dengan kesiapan mahasiswa dalam melakukan keterampilan klinis di awal tahap Profesi. Perlu di lakukan modifikasi model pembelajaran keterampilan klinis untuk meningkatkan kesiapan mahasiswa dalam melakukan keterampilan klinis pada tahap Profesi.
PROFIL UKURAN DAUN TELINGA PADA USIA SEKOLAH DASAR Novita, Khuznita Dasa
Conference on Innovation and Application of Science and Technology (CIASTECH) CIASTECH 2021 "Kesiapan Indonesia Dalam Menghadapi Krisis Energi Global"
Publisher : Universitas Widyagama Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kegiatan ini merupakan survei pendahuluan dari studi utama tentang antropometri telinga. Pengabdian ini dilakukan karena ketersediaan data antropometri telinga untuk populasi Indonesia sangat terbatas. Di sisi lain, ketersediaan data antropometri telinga sangat penting. Data antropometrik saat ini diperlukan untuk mempertimbangkan perancangan suatu produk yang terkait dengan telinga. Tujuh puluh empat subjek terlibat dalam pengukuran. Tiga dimensi telinga luar yang diukur adalah panjang telinga, panjang koneksi telinga, dan panjang daun telinga. Hasil kegiatan ini menunjukkan deskripsi awal dimensi telinga luar yang berguna dalam mendesain produk yang berhubungan dengan telinga, terutama untuk anak usia sekolah di Indonesia.
PROFIL AMBANG DENGAR DAN KUALITAS HIDUP LANSIA Khuznita Dasa Novita; Annisa Jasmine
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 9, No 2 (2022): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v9i1.2022.58-64

Abstract

Lansia dapat mengalami degenerasi di berbagai sistem organ, termasuk sistem pendengaran. Menurunnya fungsi koklea, yang dapat diukur dengan menggunakan ambang dengar hantaran tulang, merupakan salah satu penyebab gangguan pendengaran pada lansia. Penurunan fungsi koklea ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup lansia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara ambang dengar hantaran udara dan tulang dengan kualitas hidup lansia menggunakan kuesioner Hearing Handicap Inventory for the Elderly-Screening (HHIE-S). Penelitian ini diikuti oleh 28 responden (56 telinga). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat keterkaitan secara bermakna antara rata-rata ambang dengar hantaran udara dan tulang dengan skor kualitas hidup lansia (p>0,005). Namun demikian menurut beberapa penelitian menunjukkan hal yang berbeda, sehingga pada kasus penurunan pendengaran dengan berbagai tipe pada lansia sebaiknya perlu dievaluasi ambang dengar hantaran tulang dan kualitas hidupnya dengan kuesioner HHIE-S. 
FACTOR INFLUENCING COMPLIANCE OF MASK USAGE AMONG BANGKALAN SUB-DISTRICT COMMUNITY DURING COVID-19 PANDEMIC Hatimul Asmy; Nanik Setijowati; Khuznita Dasa Novita
Journal of Community Health and Preventive Medicine Vol. 2 No. 2 (2022): JOCHAPM Vol. 2 No. 2 2022
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.968 KB) | DOI: 10.21776/ub.jochapm.2022.002.02.4

Abstract

Bangakalan Sub-district occupies with the most patients infected by COVID-19 in Bangkalan Regency. Meanwhile, Bangkalan Regency itself has a significant number of COVID-19 patients. Various efforts are continuously have been done to control the rate of COVID-19 transmission, and one of the efforts is mask usage. Mask usage compliance can be influenced by several factors. This study aimed to find out which factors can significantly influence mask usage among the Bangkalan Sub-district community. This study used an analytical observation with a cross-sectional approach and obtained 100 samples. The number of respondent who compliant were 32 people (32%) (male 8 (8%), female 24 (24%), moderately compliant 33 people (9% male (9%), female 24 (24%)) and 35 people less compliance (male 13 (13%), female 22 (22%)). Based on the crosstab analysis Chi square test, only enabling and reinforcing factor that correlated with mask usage compliance. In enabling factor, there are two elements that are significantly related to mask usage compliance : providing spare masks whenever leaving the house (p-value=0,027) and good mask maintenance (p-value=0,000). In reinforcing factor, there are two elements that are significantly related to mask usage compliance : receiving warnings on mask usage from co-workers/schoolmates/college friends (p-value=0,002) and receiving warnings on mask usage from community leaders (p-value=0,040). The ordinal regression analysis showed  factors that did not significantly  influence mask usage compliance were predisposing factor (p-value = 0,452) and enabling factor (p-value = 0,527). Meanwhile, reinforcing factor (p-value = 0,001) significantly influenced mask usage compliance. When these three factors were described, the results of the ordinal regression showed ease of getting mask (p-value = 0,000), good mask maintenance (p-value = 0,037), receive warnings through social media (p-value = 0,043), and recieving warnings from the community leaders (p-value = 0,046) significantly influenced mask usage compliance among Bangkalan Sub-district community during COVID-19 pandemic.
The Relationship of Comorbid Diseases to the Severity of Allergy Drug Eruption (ADE) at Saiful Anwar Hospital Malang in 2018-2020 Chitra Octaviani Hadi Putri; Anggun Putri Yuniaswan; Khuznita Dasa Novita
Jurnal Ilmu Kedokteran Keluarga Vol. 1 No. 1: July 2022
Publisher : Family Medicine Department, Faculty of Medicine, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56674/altera.v1i1.1

Abstract

Background: Cutaneous Adverse Drug Reaction (CADR) is a reaction that can cause changes in the structure, the function of the skin, and mucous membranes caused by drug use. One of the risk factors of CADR is a comorbid disease. Objective: to determine the relationship between comorbid diseases and the severity of Cutaneous Adverse Drug Reaction (CADR) at Dr. Saiful Anwar Hospital, Malang. Methods: This study used secondary data taken from medical records of skin and genital patients at Dr. Saiful Anwar Hospital Malang in 2018-2020 and was analyzed using SPSS software version 23 with the Chi-Square test method to determine the significance of the relationship between variables. Result: This study was conducted on 167 patients with mild CADR (52.7%) more than severe CADR (47.3%). The most frequently experienced mild and severe CADR was exanthematous drug eruption and DRESS. In addition, there were also 68 CADR patients with the comorbid disease (40,7 %). Seen from the statistical tests performed, obtained p-value = 0.074 and Odds Ratio (OR) = 1.861. Judging from the p-value, it can be concluded that there is no significant relationship between comorbid disease and the severity of CADR (p > 0.05). Despite that, when viewed from the OR results, it shows that patients with comorbid diseases have a statistically higher risk of 1.861 times higher of experiencing the mild type of CADR than the severe type. Conclusion: One to suggest for this research is to collect medical record data within a longer time span. It is expected that the data is complete and as needed so that it can support the shortcomings in this study. Abstrak Latar Belakang: Erupsi Obat Alergi (EOA) adalah suatu reaksi yang dapat menyebabkan perubahan struktur, fungsi pada kulit, dan membran mukosa yang disebabkan oleh penggunaan obat. Salah satu faktor risiko dari EOA adalah penyakit komorbid. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penyakit komorbid terhadap derajat keparahan EOA di Rumah Sakit Dr Saiful Anwar Malang. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan data sekunder berupa data rekam medik poli Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr Saiful Anwar Malang tahun 2018-2020. Variabel bebas adalah penyakit komorbid yang dikategorikan menjadi ada dan tidak ada komorbid. Sedangkan variabel terikat adalah derajat keparahan EOA yang dikategorikan menjadi ringan dan berat. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square untuk mengetahui p-value dan Odds Ratio (OR). Hasil: Penelitian ini dilakukan pada 167 pasien EOA, dengan rentang usia 20-60 tahun sebayak 118 orang (70,7%), paling banyak dialami oleh perempuan sebanyak 92 orang (55,1%), dengan sebaran EOA ringan (52,7%) lebih banyak daripada EOA berat (47,3%). Jenis EOA yang paling banyak dialami berturut-turut adalah erupsi eksantematosa dan Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS). Selain itu, didapatkan juga jumlah pasien EOA yang memiliki penyakit komorbid sebanyak 68 pasien (40,7%). Kemudian dilihat dari uji Chi Square didapatkan p-value = 0,074 dan OR = 1,861. Kesimpulan : terdapat keterkaitan antara komorbid dengan derajat keparahan EOA, yaitu pasien dengan penyakit komorbid memiliki risiko 1,861 kali lebih tinggi mengalami EOA ringan daripada berat. Namun keterkaitan ini tidak signifikan secara statistik. Karena itu pada penelitian selanjutnya perlu pengambilan data dengan rentang waktu yang lebih panjang. Kata Kunci: Erupsi Obat Alergi (EOA), EOA Berat, EOA Ringan, Komorbid Dimensions Index : https://app.dimensions.ai/details/publication/pub.1154332702
The Asymptomatic Hearing Loss In The Eldery With Type II Diabetes Mellitus khuznita dasa novita; Kezia Berlianti Rukmana
Jurnal Ilmu Kedokteran Keluarga Vol. 1 No. 1: July 2022
Publisher : Family Medicine Department, Faculty of Medicine, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56674/altera.v1i1.2

Abstract

Background: Diabetes mellitus is a risk factor for hearing loss. Age, blood glucose levels, duration, blood pressure, and blood lipid levels can influence hearing loss, which can later cause changes in the inner ear's structure. Early-stage hearing loss usually occurs at high frequencies that do not cause symptoms but can still be detected by audiometer examination. Objective: To present cases of asymptomatic hearing loss detected during hearing screening with the "Hearing Test" application. Case: A 58-year-old woman came to the primary clinic with the main symptoms of itching, sores, and swelling on the heel of the right foot. There were no symptoms of hearing loss, but on examination of the hearing test, there was a decrease in the hearing threshold at the frequencies of 6 and 8 Khz right and left ears. He was diagnosed with pyoderma, asymptomatic hearing loss, suspected high-frequency hearing loss, and type 2 diabetes mellitus for 11 years. There was a family history of the same disease, and she did not regularly take antidiabetic medication. To cure the pyoderma, we gave Betason N ointment three times a day and cetirizine 10 mg tablet two times a day. Type 2 DM was treated with metformin 500 mg tablet twice daily and glibenclamide 5 mg tablet once daily, regulating diet and physical activity. We observe blood glucose levels, fat, blood pressure, weight, and waist circumference. It is necessary to confirm the diagnosis of hearing loss with a pure tone audiometer examination. Conclusion: In every diabetes mellitus, it is necessary to identify early signs of hearing loss by conducting a hearing screening. Hearing screening recommended by The American Speech-Language-Hearing Association is performed every three years for those over 50. Meanwhile, hearing screening should be carried out more often in people with risk factors related to hearing loss. Abstrak Latar Belakang: Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor resiko gangguan pendengaran. Terjadinya gangguan pendengaran ini dipengaruhi oleh usia, kadar glukoasa darah, durasi, tekanan darah, dan kadar lemak darah yang nantinya dapat menyebabkan perubahan struktur telinga dalam. Gangguan pendengaran tahap awal biasanya terjadi pada frekuensi tinggi yang tidak menimbulkan gejala namun masih dapat dideteksi dengan pemeriksaan audiometer. Tujuan: Menampilkan kasus gangguan pendengaran asimtomatis yang terdeteksi pada saat skrining pendengaran dengan aplikasi “Hearing Test”. Kasus: Wanita berusia 58 tahun, datang ke poliklinik pratama dengan gejala utama gatal, luka, dan bengkak pada tumit kaki kanan. Tidak terdapat gejala penurunan pendengaran namun pada pemeriksaan skring pendengaran terdapat penurunan ambang dengar di frekeuensi 6 dan 8 Khz telinga kanan dan kiri. Beliau didiagnosis secara holistik dengan gangguan pendengaran asimtomatis frekuensi tinggi, pyoderma, diabetes mellitus tipe 2, riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, dan tidak rutin meminum obat antidiabetes. Kasus ini dilakukan intervensi komprehensif meliputi Patient Centered, Family Focused, dan Community Oriented. Kesimpulan: Pada setiap kasus diabetes mellitus perlu identifikasi tanda-tanda awal gangguan pendengaran dengan melakukan skrining pendengaran. Skrining pendengaran yang direkomendasikan oleh The American Speech-Language-Hearing Association yaitu dilakukan setiap 3 tahun sekali pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan pada orang yang memiliki faktor resiko terkait dengan gangguan pendengaran sebaiknya dilakukan skrining pendengaran lebih sering. Kata kunci: gangguan pendengaran asimtomatik, diabetes mellitus tipe 2, hiperglikemi, faktor resiko, aplikasi. Dimensions Index : https://app.dimensions.ai/details/publication/pub.1154332703
The Comparison of Quality of Life in Scabies Patients Treated with 5% Permethrin Lotion and 10% Mimba Leaf Extract Lotion at Pondok Pesantren Malang Rizka Melina Fauziyyah; Dhelya Widasmara; Khuznita Dasa Novita
Jurnal Ilmu Kedokteran Keluarga Vol. 1 No. 1: July 2022
Publisher : Family Medicine Department, Faculty of Medicine, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56674/altera.v1i1.5

Abstract

Background: Scabies is a contagious disease caused by Sarcoptes scabiei characterized by itching and lesions that affect quality of human life. Permethrin 5% as standard therapy for scabies has disadvantages in terms of price and side effects. Neem is a traditional plant that has a scabicide effect and could be an alternative treatment for scabies. Objective: to compare the quality of life of patients who were treated with 5% permethrin lotion and 10% neem leaf extract lotion using DLQI and Skindex-29 instruments. Methods: This study is an experimental design with a purposive sampling method. The sample was 42 male students in one of the Islamic boarding schools in Malang who were clinically diagnosed with scabies and met the research criteria. The research sample consisted of two groups: a group with 5% permethrin lotion therapy (21 students) and a group with 10% neem leaf extract lotion therapy (21 students). Data was collected with DLQI and Skindex-29 on day 0 before and day 14 after therapy. Data analysis used the Wilcoxon test and dependent t-test for comparison before and after therapy and independent t-test for comparison of quality of life between two therapies by using SPSS 25. Results: Statistic test to differentiate the two therapies showed p=0.670 (DLQI) and p=0.391 (Skindex-29). So, the two therapies did not differ significantly in reducing DLQI and Skindex-29 scores. Conclusion: 5% permethrin lotion and 10% neem leaf extract lotion are equally good in improving the quality of life of scabies patients. Abstrak Latar Belakang: Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan Sarcoptes scabiei dengan gejala gatal dan lesi yang berdampak pada kualitas hidup manusia. Permetrin 5% sebagai standar pengobatan skabies memiliki kekurangan dalam segi harga dan efek samping. Tanaman mimba adalah tanaman tradisional yang diduga bisa menjadi alternatif pengobatan untuk skabies karena memiliki efek skabisida. Tujuan: membandingkan kualitas hidup pasien skabies yang diterapi losion permetrin 5% dan losion ekstrak daun mimba 10% menggunakan instrumen Dermatology Life Quality Index (DLQI) dan Skindex-29. Metode: Penelitian ini merupakan design eksperimental dengan metode purposive sampling. Sampel penelitian adalah 42 santri laki-laki di salah satu pondok pesantren di Malang yang secara klinis terdiagnosis skabies. Sampel penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu: satu kelompok dengan terapi losion permetrin 5% (21 santri) dan satu kelompok dengan terapi losion ekstrak daun mimba 10% (21 santri). Pengumpulan data menggunakan DLQI dan Skindex-29 pada hari 0 sebelum terapi dan hari 14 setelah terapi. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon dan uji t-dependen untuk perbandingan sebelum dan sesudah terapi dan uji t-independen untuk perbandingan kualitas hidup antara dua terapi mengunakan SPSS 25. Hasil: Hasil uji statistik perbedaan 2 obat menunjukkan p=0,670 dengan parameter DLQI dan p=0,391 dengan parameter Skindex-29. Sehingga terapi dua losion tersebut tidak berbeda secara signifikan dalam menurunkan skor DLQI dan Skindex-29). Kesimpulan: losion permetrin 5% dan losion ekstrak daun mimba 10% sama baiknya dalam meningkatkan kualitas hidup pasien skabies. Kata Kunci: Skabies, Kualitas Hidup, Permetrin, Daun Mimba Dimensions Index : https://app.dimensions.ai/details/publication/pub.1154332706
Family Medicine Approach to Allergic Rhinitis with Biopsychosocial Triggers Jeanne Gabrielle Wibowo; Khuznita Dasa Novita
Jurnal Ilmu Kedokteran Keluarga Vol. 1 No. 2: December 2022
Publisher : Family Medicine Department, Faculty of Medicine, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56674/altera.v1i2.7

Abstract

Allergic rhinitis (AR) is an allergic response that causes varied symptoms in the nose by exposure to allergens. A patient with a family history of atopy has a higher risk of AR. Various trigger factors can trigger the allergic response. Symptoms disturb daily life activity, decrease productivity, and cause many complications if left untreated. This case was found in primary health care in Malang city. Complete history-taking was done to identify the risk factors, and then some home visit was done to identify the trigger factors. The patient was a woman with a history of atopy. Trigger factors found came from the environment, but there is a possibility that the trigger factor is psychological pressure. This case report will discuss the role of family medicine and its application in allergic rhinitis. Comprehensive and holistic management is needed because of the complex relationship between biopsychosocial factors with AR. ABSTRAK Rhinitis alergi merupakan suatu respon alergi yang menyebabkan sekelompok gejala yang bervariasi pada hidung, karena adanya paparan dari alergen. Penderita dengan riwayat keluarga atopi lebih berisiko memiliki rhinitis alergi. Terdapat berbagai macam faktor pencetus yang dapat mencetuskan respon alergi tersebut. Rhinitis alergi dapat menyebabkan gangguan pada aktivitas harian dan menurunkan produktivitas karena gejala yang ditimbulkannya, dan menyebabkan berbagai komplikasi bila dibiarkan. Kasus ini ditemukan dari fasilitas kesehatan layanan primer di Kota Malang. Anamnesis dilakukan secara mendalam untuk mengidentifikasi faktor risiko, kemudian dilakukan kunjungan rumah dan tempat kerja pasien untuk mengidentifikasi faktor pencetus. Penderita pada kasus ini merupakan wanita dengan riwayat atopi. Faktor pencetus berasal dari lingkungan, tetapi juga terdapat kemungkinan bahwa pencetusnya berupa tekanan psikologis. Pada laporan kasus ini akan dibahas bagaimana peran dan penerapan kedokteran keluarga pada kasus rhinitis alergi. Penanganan komprehensif dan holistik diperlukan karena keterkaitan faktor biopsikososial yang kompleks pada rhinitis alergi. Kata Kunci: Rhinitis alergi, faktor pencetus, faktor psikologis, atopi, kedokteran keluarga, biopsikososial Dimensions Index : https://app.dimensions.ai/details/publication/pub.1154332709
The Influence of Knowledge and Behavior of Student's Personal Listening Devices Usage On The Speech Frequency Hearing Threshold In Online Learning During The Pandemic Period Rif'ah Rafidah; Khuznita Dasa Novita; Thareq Barasabha
Jurnal Ilmu Kedokteran Keluarga Vol. 1 No. 2: December 2022
Publisher : Family Medicine Department, Faculty of Medicine, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56674/altera.v1i2.10

Abstract

During the Covid-19 pandemic, learning activities had to be done online, increasing audiovisual technology usage. Although there are many benefits of PLD usage, these devices also indirectly harm hearing. This study aims to determine the effect of students' knowledge, attitudes, and behaviour in PLD usage on the speech frequency hearing threshold. It was observational-analytic research through filling out questionnaires. The sample was the medical students who took online learning during the pandemic. The respondents were selected by consecutive sampling and according to the inclusion criteria. Bivariate analysis was performed using the chi-square test. The variables measured were knowledge, attitudes, the behaviour of PLD usage, and speech frequency hearing threshold. The results showed a relationship between knowledge in PLD usage and speech frequency hearing threshold (p-value < 0.05). In contrast, attitudes and behaviour did not find a relationship with the speech frequency hearing threshold (p-value > 0.05). This study concludes that there were incidences of Hearing loss in college students in the second year of the pandemic for various reasons, including PLD usage. There was an influence between knowledge regarding excessive PLD usage that can cause hearing loss. There was no effect on attitudes and behaviour of PLD usage on speech frequency hearing thresholds.   Abstrak Di masa pandemi Covid-19, kegiatan pembelajaran harus dilakukan secara daring sehingga penggunaan teknologi audiovisual meningkat. Meski banyak manfaat penggunaan PLD, perangkat ini juga secara tidak langsung membahayakan pendengaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa dalam penggunaan PLD terhadap ambang dengar frekuensi bicara. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional-analitik melalui pengisian kuesioner. Sampelnya adalah mahasiswa kedokteran yang mengikuti pembelajaran daring selama pandemi. Responden dipilih dengan cara consecutive sampling dan sesuai dengan kriteria inklusi. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square. Variabel yang diukur adalah pengetahuan, sikap, perilaku penggunaan PLD, dan ambang dengar frekuensi bicara. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan penggunaan PLD dengan ambang dengar frekuensi bicara (p-value < 0,05). Sebaliknya, sikap dan perilaku tidak didapatkan hubungan dengan ambang dengar frekuensi bicara (p-value > 0,05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat kejadian gangguan pendengaran pada mahasiswa pada tahun kedua pandemi karena berbagai sebab, termasuk penggunaan PLD. Terdapat pengaruh antara pengetahuan tentang penggunaan PLD berlebihan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Tidak ada pengaruh sikap dan perilaku penggunaan PLD terhadap ambang dengar frekuensi bicara. Kata Kunci: pengetahuan, sikap, perilaku, PLD, frekuensi bicara Dimensions Index : https://app.dimensions.ai/details/publication/pub.1154332707