Rosiana, Rosiana
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ANALISIS KOMPARATIF BIAYA HEMODIALISIS PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIS DI RUMAH SAKIT X KABUPATEN BOGOR Rosiana, Rosiana; Sarnianto, Prih; Anggriani, Yusi
Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol 6, No 2 (2019)
Publisher : Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTChronic kidney disease (CKD) is a chronic disease that is a major global health problem with an increased incidence, prevalence and high morbidity. Globally, CKD has a high prevalence of 11-13%. Treatment of CKD is focused on slowing the decline in kidney function and at some stage hemodialysis (HD) and kidney transplantation are needed. Hemodialysis must be done continuously and requires very expensive costs that cause a high economic burden on the health system. In 2011, nearly 400,000 patients undergoing hemodialysis in the United States spent nearly $ 90,000 in health care costs per patient per year . Private hospitals feel that the rates of INACBGs are lower than the hospital rates, so that hospitals feel a loss with a claim pattern based on INACBGs. Cost research uses descriptive quantitative by comparing the real cost, hospital rates, and ideal costs for hemodialysis compared to the costs borne by BPJS based on INACBGs. Based on the research results the hospital rates and ideal costs for hemodialysis measures are greater than the rates paid by BPJS Health, meaning that the InaCBGS rates are still lacking. And if real unit costs are calculated, the INaCbgs rate is only 5% which cannot cover indirect costs and fixed costs. Keywords : Comparative Costs, Hospital Rates, Real Unit Costs, InaCbgs, Hemodialysis ABSTRAK Penyakit ginjal kronis (PGK, chronic kidney disease, CKD) merupakan salah satu penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan utama dunia dengan peningkatan insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas yang tinggi. Secara global PGK memiliki prevalensi yang tinggi yaitu 11-13%. Penanganan PGK difokuskan pada memperlambat penurunan fungsi ginjal dan pada tahap tertentu dibutuhkan hemodialisis (HD) dan transplantasi ginjal. Hemodialisis harus dilakukan terus menerus dan membutuhkan biaya yang sangat mahal sehingga menyebabkan beban ekonomi tinggi terhadap sistem kesehatan. Pada 2011, hampir 400.000 pasien yang menjalani hemodialisis di Amerika Serikat, menghabiskan biaya kesehatan hampir $ 90.000 per pasien per tahun. Rumah sakit swasta merasakan bahwa tarif INACBGs lebih rendah dibandingkan tarif RS, sehingga RS merasakan kerugian dengan pola klaim berdasarkan INACBGs. Penelitian biaya menggunakan deskriptif kuantitattif dengan membandingkan biaya real cost, tarif RS, serta ideal cost untuk tindakan hemodialisis dibandingkan biaya yang ditanggung oleh BPJS berdasarkan INACBGs. Berdasarkan hasil penelitian tarif RS dan biaya ideal untuk tindakan hemodialisis lebih besar dibandingkan tarif yang dibayarkan BPJS Kesehatan, artinya tarif InaCBGS masih kurang. Dan apabila dihitung real unit cost maka tarif INaCbgs hanya lebih besar 5% yang tidak dapat mengcover biaya tidak langsung dan fixed cost.Kata kunci : Komparatif Biaya, Tarif RS, Real Unit Cost, Inacbgs, Hemodialisis
SUMBER INFORMASI, PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR DALAM MELAKUKAN SADARI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANGGUT ATAS KOTA BENGKULU Herdiani, Tria Nopi; Rosiana, Rosiana
Infokes Vol 10 No 1 (2020): Jurnal Info Kesehatan
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.864 KB) | DOI: 10.30643/info kesehatan.v10i1.123

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi wanita usia subur melakukan SADARI  di Wilayah Kerja Puskesmas Anggut Atas Kota  Bengkulu tahun 2018. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah analitik observasional dengan pendekatan  Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur di Wilayah Puskesmas Anggut Atas Kota Bengkulu Tahun 2017 yang berjumlah 1477 orang yang terdiri dari 211 orang yang melakukan SADARI dan 1266 yang tidak melakukan SADARI. Sampel dalam  penelitian ini berjumlah 315 responden. Tekhnik  pengambilan menggunakan teknik  Proportional  Random Sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan data primer menggunakan kuesioner yang terdiri dari identitas wanita usia subur, kuesioner pengetahuan tentang SADARI, kuesioner peran petugas kesehatan  terhadap SADARI dan kuesioner tentang sumber informasi. Pengumpulan data sekunder melihat register Puskesmas untuk melihat jumlah wanita usia subur. Hasil penelitian didapatkan wanita usia subur yang tidak melakukan SADARI sebanyak (85,7%) dan yang melakukan SADARI sebanyak (14,3%). Wanita usia subur yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak (45,4%), pengetahuan cukup sebanyak (42,9%) dan pengetahuan baik sebanyak (11,7%). Peran petugas kesehatan kurang baik terhadap SADARI sebanyak (60%) dan peran petugas kesehatan baik terhadap SADARI sebanyak (40%).  Sumber informasi kurang tentang SADARI sebanyak (54%) dan sumber informasi yang baik tentang SADARI sebanyak (46%). Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan, peran tenaga kesehatan dan sumber informasi dengan SADARI pada WUS di Wilayah Kerja Puskesmas Anggut Atas Kota  Bengkulu tahun 2018.  
Persepsi Perlindungan Hukum dan Aspek Etik terhadap Keinginan Perawat IGD Melakukan CPR pada Out-of-Hospital Cardiac Arrest (OHCA) Winarti, Wiwin; Rosiana, Rosiana
JURNAL PENDIDIKAN KEPERAWATAN INDONESIA Vol 6, No 2 (2020): VOL 6, NO 2 (2020)
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jpki.v6i2.23438

Abstract

ABSTRAKKejadian henti jantung dapat terjadi dimana saja baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit atau Out-of-Hospital Cardiac Arrest (OHCA). Usaha untuk meningkatkan survival rate kejadian henti jantung adalah pemberian Cardiopulmonary resuscitation (CPR)/ resusitasi jantung paru (RJP) yang berkualitas. Faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mau menjadi bystander CPR bukan hanya terkait pengetahuan dan teknik melakukan CPR namun juga dipengaruhi oleh faktor sosial, kerelaan melakukan, kesiapan psikologis dan faktor lainnya seperti aspek etik dan hukum. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh persepsi perlindungan hukum dan aspek etik terhadap keinginan perawat dalam memberikan tindakan CPR pada kejadian Out-of-Hospital Cardiac Arrest. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan metode kuisioner yang dikembangkan oleh peneliti dan menggunakan total sampling yang melibatkan seluruh perawat IGD RSUD Budhi Asih sebanyak 30 orang. Analisis menggunakan uji Fisher’s Exact dan Cochran-Mantel Haenszel. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden (56,7%) memiliki persepsi yang negatif terhadap perlindungan hukum terhadap bystander CPR pada OHCA. Meskipun demikian, perawat cenderung memiliki persepsi yang positif ketika menjawab pertanyaan terkait isu etik CPR pada korban anak-anak, wanita maupun lansia. Sebanyak 43,33% (13 perawat) memiliki keinginan positif untuk melakukan CPR pada OHCA sementara 56,67% (17 perawat) lainnya memiliki keinginan negatif sebagai bystander CPR. Hasil uji Cochran-Mantel Haenszel menunjukkan persepsi terhadap perlindungan hukum mempengaruhi keinginan perawat dalam memberikan CPR pada OHCA dan akan diperbesar kemungkinan memberikan CPR apabila perawat tersebut berusia ≥ 30 tahun (p 0,014; OR 14,133; 95% CI 2,081-95,947) dan memiliki masa kerja ≥ 5 tahun (p 0,008; OR 25,667; 95% CI 2,253-292,462). Promosi mengenai aspek legal dan etik, serta landasan hukum perlindungan terhadap bystander CPR menjadi penting untuk dapat meningkatkan keinginan perawat dan jumlah bystander CPR. ABSTRACTCardiac arrest can occur anywhere in the hospital or outside the hospital, which is called Out-of-Hospital Cardiac Arrest (OHCA). An effort to increase the survival rate of cardiac arrest is the provision of quality Cardiopulmonary resuscitation (CPR). Factors that influence a person's willingness to become a bystander CPR are not only related to the knowledge and techniques of conducting CPR but are also influenced by social factors, willingness, psychological readiness, and other factors such as ethical and legal aspects. The purpose of this study is to determine the effect of perceptions of legal protection and ethical issues on the nurses' willingness to provide CPR in the OHCA incident. This study used a cross-sectional design using a questionnaire developed by researchers, conducted at Emergency Department Budhi Asih Regional Hospital in East Jakarta, and used a total sampling method involving 30 ED nurses. Fisher's Exact and Cochran-Mantel Haenszel tests were used to analyze the data. The study findings show that the majority of respondents (56.7%) have a negative perception of the legal protection of bystander CPR in OHCA. However, nurses have a positive perception when answering questions related to the ethical issue of CPR in victims of children, women, and the elderly. 43.33% (13 nurses) have a positive willingness to perform CPR on OHCA, while 56.67% (17 nurses) have a negative willingness as a bystander CPR. The results of the Cochran-Mantel Haenszel test show that perceptions of legal protection may influence nurses' willingness to provide CPPR to OHCA patient, and it will increase the likelihood of giving CPR if the nurse age is ≥ 30 years old (p 0.014; OR 14,133; 95% CI 2,081-95,947) and has been working for ≥ 5 years (p 0.008; OR 25,667; 95% CI 2,253-292,462). Promotion of the legal aspects, ethical issues, and protection to bystander CPR are essential to increase the willingness of nurses and the number of bystander CPR.Â