Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Analisis Model Diversi Melalui Restorative Justice Pada Anak Pelaku Tindak Pidana Terorisme Dalam Perspektif Maqashid Syari’ah Fad, Mohammad Farid
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 9 No 01 (2019): April
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/ad.2019.9.01.51-88

Abstract

Aksi terorisme yang melibatkan anak-anak tentu mengundang keprihatinan tersendiri. Bagaimana tidak, bila anak tersebut dihadapkan pada proses peradilan formil maka selain ia akan kehilangan kemerdekaannya, juga kehilangan masa depannya karena stigmatisasi sebagai pelaku teror yang dilekatkan seumur hidup. Namun bila ditempuh model diversi melalui keadilan restoratif maka dalam proses hukumnya akan terhadang oleh ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Lalu bagaimanakah titik temu antara keduanya? Bagaimanakah pendekatan diversi ini dalam perspektif Maqâshid al-Syarî?ah? Artikel ini mencoba untuk mendeskripsikan model diversi melalui pendekatan restorative justice dalam perspektif maq?shid al-syarî?ah. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka (library research) yang bersumber dari berbagai literatur seperti buku-buku, kitab dan artikel jurnal. Setelah data terkumpul, akan dilakukan analisis dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa keadilan restoratif melalui model diversi selaras dengan prinsip-prinsip maq?shid al-syarî?ah, pendekatan hukum ini bertujuan untuk membantu anak pelaku teror menyadari, merasakan sekaligus memulihkan kembali hubungan kemanusiaan yang sempat rusak antara pelaku dan korban. Hal ini disebabkan pada dasarnya anak pelaku teror bukanlah pelaku dalam arti sebenarnya, namun ia adalah korban sesungguhnya dari hasil indoktrinasi orangtuanya ataupun pihak lain.
Penyelesaian Sengketa E-Commerce Melalui Online Dispute Resolution Dalam Perspektif Hukum Islam Fad, Mohammad Farid
Jurnal Hukum Islam Volume 17, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/jhi.v17i1.1579

Abstract

Seiring dengan makin meningkatnya penggunaan internet di seluruh dunia, jumlah perselisihan yang ditimbulkannya pun terus meningkat. Banyak situs web telah dibentuk untuk membantu menyelesaikan perselisihan internet ini, serta untuk memfasilitasi penyelesaian perselisihan yang terjadi secara offline agar lebih transparan, akuntabel dan lebih praktis melalui jalur online (Online Dispute Resolution, ODR). Kemudian, bagaimanakah sebenarnya praktek penyelesaian sengketa e-commerce lewat ODR dalam pandangan Hukum Islam? Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka (library research) yang bersumber dari berbagai literatur seperti buku-buku, kitab dan artikel jurnal. Setelah data terkumpul, akan dilakukan analisis dengan menggunakan metode deskriptif-analitis, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta yang ditemukan dilapangan secara faktual dan cermat, serta dilakukan analisis secara kualitatif untuk mendapatkan pemahaman terhadap permasalahan yang diteliti secara lebih mendalam. Penelitian ini menyimpulkan bahwa praktek ODR, yang merupakan perpanjangan dari praktek ADR yang mempunyai landasan historis dan hukum yang kuat, maka praktek ODR dalam hukum Islam diperbolehkan dengan pengecualian terhadap akad yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang dilarang oleh ajaran Islam, semisal unsur ketidakjelasan (gharar), obyeknya diharamkan, terindikasi penipuan (tadlis), perjudian (maysir), dan riba.
Trading In Influence Dalam Perspektif Fikih Korupsi Fad, Mohammad Farid
YUDISIA : Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam Vol 11, No 1 (2020): Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (531.233 KB) | DOI: 10.21043/yudisia.v11i1.6855

Abstract

Corruption is a deep-rooted phenomenon existing in inumerable forms that occurs in almost all countries. Of the inumerable forms of corruption, trading in influence (TI) is considered soft corruption as it is not directly inflict losses on the state. However, through misuse influence a person has, he can obtain undue advantage. This article seeks to describe critically about the practice of trading in influence from the perspective of fiqh corruption. The type of method used in this study was a qualitative method. Descriptive-analitycal method was used to accurately describe and systematically analyze the facts found. This research found that fromthe perspective of Islamic criminal law, TI is considered khiyanah or ghulul (betrayal) and risywah (bribes), while the sentence is left to the policy of a judge or ruler (ta'zir), no matter whether the perpetrators are the government or private parties. AbstrakKorupsi merupakan fenomena yang terjadi hampir merata di berbagai negara. Dari berbagai macam varian korupsi yang ada, trading in influence (TI) termasuk kriteria korupsi yang soft, artinya, negara tidak secara langsung dirugikan, namun melalui pengaruh yang diperdagangkan, seseorang bisa memperoleh keuntungan yang tidak semestinya (undue advantage) lewat kebijakan yang bersifat memihak. Artikel ini berupaya mendeskripsikan secara kritis tentang praktek TI dalam perspektif fikih korupsi. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Sementara dalam menganalisis, peneliti menggunakan metode deskriptif-analitis, guna menggambarkan serta menganalisis secara sistematis fakta yang ditemukan secara akurat dan cermat. Penelitian ini menemukan bahwa dalam perspektif hukum pidana Islam, TI dapat digolongkan dalam kategori khiyanah atau ghulul (pengkhianatan) dan risywah (suap), sementara hukumannya diserahkan pada kebijakan hakim atau penguasa (ta’zir), baik pelakunya penyelenggara negara maupun pihak swasta.
Wakaf Linked Sukuk Dalam Perspektif Maqashid Syari’ah Fad, Mohammad Farid
Journal of Islamic Studies and Humanities Vol 6, No 1 (2021): Journal of Islamic Studies and Humanities
Publisher : UIN Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (751.877 KB) | DOI: 10.21580/jish.v6i1.8150

Abstract

Based on BWI’s data, the potential for wakaf money in Indonesia reaches at least IDR 180 trillion (www.gomuslim.co.id, 2017) per year. But in reality, the assets of large waqf funds are not necessarily linear with the level of welfare of the Muslim community in Indonesia. In addition, it is necessary to revitalize the endowment of money to revive its vital role. One way is to collaborate between Sukuk and money waqf agreements. The Waqf Linked Sukuk (WLS) can be seen as an ongoing financing instrument that Islam is trying to help maintain the ratio of public spending from, for and by the people. Furthermore, WLS can be an important innovation for economic sustainability, especially to finance micro-communities without interest rates. Whereas the WLS contract needs to be reviewed in favor of the public benefit from the perspective of maqashid shari'ah. This research uses a qualitative approach. Data collection methods used in this study are literature, documentation and interview methods. In analyzing the data that has been collected, researchers will use descriptive-analytical analysis with the ushuliyah approach. The results of this study are waqf and sukuk which consist of 2 different product orientations, namely Tabarru and Tijaroh, which are transformed and correlated in an effort to realize greater benefit value. The legal basis for allowing this WLS product is Q.S. Al-Maidah verse 1, Q.S. al-Isra 'verse 34, Q.S. Al-Baqarah verse 275, the hadith of the Prophet, fiqh rules are "basically, all muamalah is permitted unless there is an argument that forbids it", fiqh rules "should not endanger yourself or others, basically, all forms of muamalah may be done unless there is an argument which is prohibited forbid it ", the statement of DSN-MUI Number B-109 / DSN-MUI / II / 2019 concerning the Statement of Shari'ah Cash Waqf Linked Sukuk and the principle of" an act (regulation) of the government, having the core guaranteed the interests and welfare of its people ". The WLS product when viewed from the perspective of the shariah maqashid is very much in accordance with the six elements of the maqashid shariah.Keywords: cash waqf, sukuk, the maqashid shari’ah. AbstrakBerdasarkan penghitungan BWI, potensi wakaf uang di Indonesia setidaknya mencapai Rp 180 triliun (www.gomuslim.co.id, 2017) per tahun. Namun kenyataannya, aset wakaf uang yang besar ternyata belum tentu linier dengan tingkat kesejahteraan bagi komunitas Muslim di Indonesia. Selain itu, perlu revitalisasi wakaf uang guna menghidupkan kembali peran vitalnya. Salah satu caranya adalah dengan mengkolaborasikan antara Sukuk dan akad wakaf uang. Wakaf Linked Sukuk (WLS) dapat dipandang sebagai instrumen pembiayaan berkesinambungan yang coba diajukan oleh Islam guna membantu mempertahankan rasio belanja publik dari, untuk dan oleh rakyat. Lebih lanjut, WLS bisa menjadi inovasi penting untuk keberlanjutan ekonomi, khususnya untuk membiayai masyarakat mikro tanpa suku bunga. Padahal akad WLS perlu ditinjau keberpihakannya pada kemaslahatan publik dari perspektif maqashid syari’ah. Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode literature, dokumentasi dan interview. Dalam menganalisis data yang telah terkumpul, peneliti akan menggunakan analisis deskriptif-analitis dengan pendekatan ushuliyah. Adapun hasil penelitian ini ialah wakaf dan sukuk yang terdiri atas 2 orientasi produk yang berbeda yaitu akad tabarru dan tijaroh, yang ditransformasikan dan dikorelasikan dalam upaya mewujudkan nilai kemaslahatan yang lebih besar. Adapun landasan hukum diperbolehkannya produk WLS ini ialah Q.S. Al-Maidah ayat 1, Q.S. al-Isra’ ayat 34, Q.S. Al-Baqarah ayat 275, hadis Nabi, kaidah fikih yang “pada dasarnya, semua muamalah diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”, kaidah fikih “tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain, pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”, pernyataan DSN-MUI Nomor B-109/DSN-MUI/II/2019 tentang Pernyataan Keselarasan Syari’ah Cash Waqf Linked Sukuk serta kaidah “suatu tindakan (peraturan) pemerintah, berintikan terjaminnya kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya”. Produk WLS bila ditinjau dari perspektif maqashid syari’ah amatlah sesuai dengan keenam unsur maqashid syari’ah.Kata Kunci: wakaf uang, sukuk, maqashid syari’ah
Legal Protection Against Whistleblowers in the Crime of Sexual Harassment (Maqashid al-Shari'ah Perspective) Fad, Mohammad Farid
Al-'Adl Vol 16, No 2 (2023): Al-'Adl
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/aladl.v16i2.5638

Abstract

The significance of whistle-blower is the reluctance to take actions that violate public ethics, which can lead to the threat of legal sanctions. The existence of whistleblowers plays a significant role in breaking the chain of sexual harassment. However, the reporting witnesses often lack adequate legal protection and appreciation. This is where the importance of the State's presence in providing legal protection to these witnesses by providing security guarantees. For this reason, it is necessary to study the analysis of legal protection for whistleblowers for criminal acts of sexual harassment in the view of maqashid al-shari'ah, especially in reviewing the concept of maqashid al-shari'ah. This study uses a qualitative approach. Meanwhile, the data collection methods used are literature, documentation, and observation. In analyzing the data, the authors use descriptive analysis with the ushuliyah approach, namely by using the theory of maqashid shari'ah. The results of this study reveal that legal protection for the reporting witness (Whistleblower) of the crime of sexual harassment in the maqashid al-shari'ah perspective is a type of legal protection that mainstreams the common good and rejects harm because the role of the reporting witness is considered urgent in revealing the truth of legal facts. The urgency of legal protection for witnesses reporting sexual harassment is to protect witnesses from attempts at terror and intimidation as part of a joint effort to overcome organized crimes that tend to have a clandestine pattern. When an act of intimidation occurs at the reporter, it causes harm in the form of a threat to the survival and benefit of a person's life. Therefore, within the framework of maqashid al-shari'ah, the Government must enact a law on the protection of whistleblowers of sexual harassment to ensure that law enforcement efforts are guaranteed. The implication is that to realize the principle of maqashid shari'ah, laws, and regulations are needed as part of legal protection efforts for witnesses reporting sexual harassment to close the madharat loopholes arising from the reporting act. The presence of rules that protect whistleblowers from intimidation is evidence of real support for State protection in upholding the rule of law.