Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

KEDUDUKAN PERJANJIAN BAKU DALAM KAITANNYA DENGAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK Roesli, M.; Sarbini, Sarbini; Nugroho, Bastianto
DiH: Jurnal Ilmu Hukum Volume 15 Nomor 1 Februari 2019
Publisher : Doctor of Law Study Program Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/dih.v15i1.2260

Abstract

Perjanjian adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata). Definisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan tersebut adalah tidak lengkap, dan terlalu luas. Tidak lengkap oleh karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Perjanjian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contracts vrijheid), dalam praktek dewasa ini, perjanjian seringkali dilakukan dalam bentuk perjanjian baku (standard contract), dimana sifatnya membatasi asas kebebasan berkontrak. Adanya kebebasan ini sangat berkaitan dengan kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang- undang atau setidak-tidaknya diawasi pemerintah. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk mengkaji berlakunya kaidah-kaidah seperti perundang-undangan dalam hukum positif yang dihubungkan dengan permasalahan yang dibahas dalam artikel ini. Keabsahan perjanjian menjadi perdebatan di kalangan para sarjana hukum, ada yang menerima dan ada yang menolaknya. Adanya perbedaan tersebut tidak membuat eksistensi dari perjanjian baku hilang, perjanjian baku baku lahir karena kebutuhan masyarakat. Karena masyarakat menginginkan hal-hal yang bersifat pragmatis. Dalam perjanjian baku, konsumen dapat menolak atau menerima dan menandatangani atau tidak menandatangani.
HUKUM DAGANG DI INDONESIA (A REVIEW) Rahayu, Siti; Roesli, Mohammad
JURNAL MEDIA HUKUM DAN PERADILAN Vol 5 No 2 (2019): Oktober 2019
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Sunan Giri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.899 KB)

Abstract

The purpose of this research is to analyze and view the trade law in Indonesia. The technique of data collection in the form of document study, which is to research documents related to the problem that will be examined to obtain a theoretical basis and information in the form of formal provisions. Materials are analyzed using qualitative normative methods. The results showed that the trade law was the entire rule of law governing with the sanction of human deeds in their efforts to carry out the trade. The civil law relationship with the trading law can be seen from article 1 of the criminal CODE, which reads: "The provisions of the legal place shall also apply to the matters stipulated in the KUH of commerce, except where the KUH Dagang himself specifically arranged." In this connection is a valid Adagium "Lex specialist derogat Lex generalis" which is a particular law of defeating the common law. Since the Middle Ages of Europe (1000/1500) occurring in the country and cities of Europe and in those days in Italy and southern France have been born cities as trade centers (Genoa, Florence, Vennetia)
PENERAPAN PASAL 112 DAN PASAL 127 UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Nugroho, Bastianto; Sumarso, Sumarso; Yustianti, Surti; Roesli, Mohammad
JURNAL MEDIA HUKUM DAN PERADILAN Vol 5 No 2 (2019): Oktober 2019
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Sunan Giri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.288 KB)

Abstract

Narcotics are required by humans for treatment to meet the needs in the field of medicine, and scientific studies required a continuous narcotic production for the sufferers. Based on the Act No. 35 year 2009 about narcotics is mentioned that drugs on one side is a drug or ingredient that is beneficial in the field of medicine or health care and development of science and on the other hand can also cause a dependency that is very harmful when abused or used without strict control and supervision. Narcotics, when used irregular according to dosage/dose, will be a physical and mental danger for those who use it and can cause dependence on the user itself. It means a powerful psychological desire to use the drug continuously due to emotional causes. Law Number 35, the year 2009, about narcotics governs the entire narcotics criminal act in Indonesia. Law Number 35, the year 2009, about drugs is also expected to provide a deterrent effect for dealers or narcotics addicts. But in Law No. 35 year 2009 About narcotics categorizes narcotic criminal acts in Indonesia into distributors, carriers, and addicts.
CORRUPTION SOCIOLOGY Roesli , Mohammad
Journal of Social Political Sciences Vol 1 No 2 (2020): May 2020
Publisher : Universitas Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.09 KB)

Abstract

Corruption shows a serious challenge to development. In the world of politics, corruption complicates democracy and good governance by destroying the formal process. Corruption in elections and in the legislature reduces accountability and representation in policy making; corruption in the court system stops law order; and corruption in public government results in an imbalance in community service. In general, corruption erodes the institutional capacity of the government, due to the neglect of procedures, suctioning of resources, and officials appointed or elevated positions not because of achievement. At the same time, corruption complicates the legitimacy of government and democratic values such as trust and tolerance. It takes the existence of local wisdom and religious values to minimize corruption.
KONSEPSI KEKUASAAN LEGISLASI PRESIDEN DALAM UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Daniel Susilo; Mohammad Roesli
MIMBAR YUSTITIA Vol 2 No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : universitas islam darul ulum lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.827 KB) | DOI: 10.52166/mimbar.v2i2.1383

Abstract

Penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memahami kesesuaian kekuasaan legislatif presiden setelah amandemen UUD 1945 terhadap prinsip-prinsip sistem presidensial. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan statuta, konseptual, komparatif, dan historis. Bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui literatur yang menyelidiki dan menginventarisir bahan hukum dengan dokumen, buku literatur, jurnal hukum, dan undang-undang yang terkait dengan objek penelitian. Bahan hukum yang telah diperoleh dijelaskan dan disajikan secara deskriptif dan analitik dengan menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuasaan legislatif presiden setelah amandemen UUD 1945 tidak sesuai dengan prinsip sistem presidensial pemerintahan secara eksplisit memisahkan kekuasaan eksekutif dan legislatif dalam sistem kekuasaan sebagai implementasi dari gagasan pembatasan negara kekuatan dan prinsip kedaulatan rakyat. Kekuasaan legislatif presiden setelah amandemen UUD 1945 cenderung melemahkan fungsi legislatif, menciptakan ketidakseimbangan antara eksekutif dan legislatif, dan menghambat realisasi legislasi sesuai dengan kehendak rakyat.
KONSEP PEMERINTAHAN INDONESIA MENURUT UUD 1945 Daniel Susilo; Mohammad Roesli
MIMBAR YUSTITIA Vol 2 No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : universitas islam darul ulum lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.987 KB) | DOI: 10.52166/mimbar.v2i1.1385

Abstract

Setiap negara modern menganut sistem pemerintahan yang berbeda-beda tergantung bagaimana kondisi sosial budaya dari masyarakat yang berada dalam negara tersebut. Sistem pemerintahan tersebut lazimnya termuat dalam konstitusi negara., demikian halnya Indonesia sebagai salah satu negara modern juga memiliki Konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI tahun 1945) sebagai norma dasar negara Indonesia yang memuat salah satunya adalah pencerminan sistem pemerintahan. Dalam pandangan para ahli hukum tata negara Indonesia, dinyatakan konstitusi Indonesia saat ini lebih demokratis dan bercirikan sistem pemerintahan presidensil yang berlandaskan prinsip chek and balances.
ANALISA HUKUM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) Bastianto Nugroho; M. Roesli
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPerdagangan orang adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia. Menurut Protokol Palermo ayat (3), definisi aktivitas transaksi meliputi perekrutan, pengiriman, pemindahtanganan, penampungan atau penerimaan orang, yang dilakukan dengan ancaman, atau penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk pemaksaan lain seperti penculikan, muslihat atau tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan posisi rawan, menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran (keuntungan) sehingga diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang yang memegang kontrol atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Dalam pembahasan artikel ini, penulis menggunakan dua macam metode pendekatan yaitu pendekatan mengenai permasalahan yang mendasarinya melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan, sedangkan pendekatan yang kedua adalah pendekatan melalui permasalahan yang didasari pendapat para sarjana atau pakar hukum. Melalui sosio-yuridis mengkaji fenomena sosial yang dikaitkan dengan peraturan pandangan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang kriminalisasi dalam perdagangan orang (trafficking) berdasarkan literatur, dasar-dasar dan ketentuan hukum yang berlaku atau yang telah ada. Fenomena tentang adanya tindak pidana trafficking (perdagangan orang) merupakan suatu persoalan serius yang harus segera disikapi oleh pemerintah maupun aparatur negara lainnya dalam payung hukum yang secara khusus mengatur tentang penghapusan tindak pidana trafficking (perdagangan orang). Akibat perdagangan manusia meliputi eksploitasi meliputi setidak-tidaknya pelacuran (eksploitasi prostitusi) orang lain, atau tindakan lain seperti kerja atau layanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan, atau pengambilan organ tubuh.Kata kunci: perdagangan orang; protokol palermo; tindak pidana; undang-undang. ABSTRACTHuman trafficking is all buying and selling of humans. According to the Palermo Protocol in paragraph three, the definition of transaction activity include: the recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt of persons, carried out by the threat or use of force or other forms of coercion such as abduction, deception or deceit, abuse of power, abuse of position prone, using the giving or receiving of payments (profit) in order to obtain approval consciously (consent) of a person having control over another person for the purpose of exploitation. Exploitation includes at least prostitution (exploitation of prostitution) of others, or other measures such as forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude, or the removal of organs. In this case I use two kinds of methods approaches: the approach of the underlying problems with the legislation applicable and relevant, while the second approach is based on the approach through the problems or expert opinion of legal scholars. Pay attention and look at existing problems in the current material, in this case I tend to approach the socio-juridical to examine social phenomena associated with regulatory outlook contains provisions on criminalization of the trafficking (trafficking in persons) based on the literature, the basics and applicable law or existing.Keywords: crime; human trafficking; legislation; protocols palermo DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v2n1.9
Landasan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Bagi Pembangunan Mohammad Roesli; M Hidayat
Indonesian Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 1 (2022): Indonesian Journal of Criminal Law
Publisher : ILIN Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The research objective to analyze the basic reasons for the state to control the earth, water and natural resources contained therein. This research is a normative research. The results of this study are the basis for land acquisition for the public interest based on several aspects, namely the ontological aspect (teachings on essence), axiological (teachings on values), epistemological aspects (teachings on knowledge), and teleological aspects (teachings on goals). Everything must be in accordance with the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and set forth in Law Number 2 of 2012 is land acquisition for development in the public interest aimed at realizing a just, prosperous and prosperous society. The government needs to carry out development, to ensure the implementation of development for the public interest, land is needed whose procurement is carried out by prioritizing the principles of humanity, democracy and justice, carried out based on the principles of: humanity, justice, benefit, certainty, openness, agreement, participation, welfare, sustainability, and alignment. The implication is that the principle of law is an ideal element of law. Tujuan penelitian menganalisis alasan mendasar terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu harus dikuasai oleh negara. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat normative. Hasil penelitian ini adalah landasan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan berdasarkan dari beberapa aspek, yaitu aspek ontologis (ajaran tentang hakekat), aksiologis (ajaran tentang nilai), aspek epistemologis (ajaran tentang pengetahuan), dan aspek teleologis (ajaran tentang tujuan). Kesemuanya harus sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan dituangkan dalam Undang-undang Nomer 2 tahun 2012 adalah pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Pemerintah perlu melaksanakan pembangunan, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum, diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil, dilaksanakan berdasarkan asas: kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan. Implikasinya pada asas hukum merupakan unsur ideal dari hukum.
Kajian Islam tentang Partisipasi Orang Tua dalam Pendidikan Anak Mohammad Roesli; Ahmad Syafi'i; Aina Amalia
Jurnal Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam Vol 9 No 2 (2018): April 2018
Publisher : IAI Darussalam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (646.717 KB) | DOI: 10.30739/darussalam.v9i2.234

Abstract

The purpose of this study is to remember each party about parent participation in improving learning activities in education by containing theoretical discussion about the problems identified, such as the study of parent participation, the form of participation of parents and study of learning activities with factors that is in education, learning is a basic need in human life. Humans without learning, will not be able to live as human beings especially for children in terms of spiritual tarbiyah, tarbiyah adabiyah, tarbiyah aqliyah, tarbiyah jismiyah.
Authority of Land Procurement Committee In The Implementation of Compensation For Land Acquisition M. Roesli; Asep Heri; Siti Rahayu
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 10 No. 1 (2017): September
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The enactment of the Basic Agrarian Law in Indonesia creates dualism in land law that is sourced from customary law and on western law. The Basic Agrarian Law ends the dualism and creates the unification of our national land law. In the consideration of the Basic Agrarian Law it is stated that the need for a national agrarian law, based on customary law on land. In addition, article 5 of Basic Agrarian Law states that national land law is customary law; it indicates a functional relationship between customary law and national land law. In the development of national land law, customary law serves as a primary source in taking the necessary materials. Related to positive national law of land, customary law norms serve as complementary laws. In solving the problem, the author uses a sociological juridical problem approach to describe and analyze problems based on legal provisions and legal facts prevailing in the wider community. The results is then classified and material that can be used as to solve problems is determined .