Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Sanksi Pidana Terhadap Perbuatan Menggunakan Hak Pilih Orang Lain dalam Undang-Undang Pemilu dan Pemilukada Sartono, Sartono; Hidayat, Sabrina; Haris, Oheo K.
Halu Oleo Legal Research Vol 3, No 1 (2021): Halu Oleo Legal Research: Volume 3 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v3i1.17939

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan berat sanksi dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pemilukada terhadap perbuatan menggunakan hak pilih orang lain dan kebijakan hukum pidana dalam Undang-Undang Pemilu terkait perbuatan menyuruh seseorang menggunakan hak pilih orang lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Ketentuan tindak pidana dalam Undang-Undang Pilkada tentang sanksi pidana terhadap penggunaan hak pilih orang lain telah diatur maksimal-minimal baik pidana penjara maupun pidana denda hal ini berbeda dengan pengaturan sanksi pidana penggunaan hak pilih orang lain dalam Undang-Undang Pemilu hanya mengatur sanksi pidana maksimal baik sanksi pidana penjara maupun sanksi pidana denda itu pun relatif lebih ringan jika dibanding Undang-Undang Pilkada dan (2) Kebijakan Hukum Pidana dalam Undang-Undang Pemilu terkait Perbuatan menyuruh seseorang menggunakan hak pilih orang lain yaitu tidak terdapat pengaturan terkait tindak pidana pemilu yang mengatur tentang perbuatan menyuruh orang yang tidak berhak memilih untuk memilih menggunakan hak pilih orang lain, sehingga membuka ruang bagi peserta pemilu untuk melakukan perbuatan tersebut namun tidak dapat dilakukan proses hukum apalagi dikenai sanksi pidana pemilu karena tindak pidana pemilu hanya dapat menjangkau terhadap seseorang yang menggunakan hak pilih orang lain. Akibat adanya kekosongan hukum yang mengatur tentang perbuatan orang yang menyuruh menggunakan hak pilih orang lain tersebut, dapat memberikan ruang kepada peserta pemilu maupun pihak lain untuk menyuruh seseorang menggunakan hak pilih orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun agar terjadi Pemungutan Suara Ulang.
Ratio Decidendi Terhadap Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor: 454/Pid.B/2010/Pn.Kdi) Liwati, Alsabda; Hidayat, Sabrina; Haris, Oheo K.
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 2 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 2
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i2.6790

Abstract

Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui dan menganalisis pembuktian tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan pada Putusan Nomor: 454/Pid.B/2010/PN.Kdi. 2) Untuk mengetahui dan menganalisis, ratio decidendi hakim dalam menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa pada Putusan Nomor: 454/Pid.B/2010/PN.Kdi).Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Pembuktian oleh jaksa bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum karena meminta sejumlah uang dalam kegiatan penyerahan sertifikat setelah kegiatan terlaksana merupakan sebuah kekeliruan karena sesuai dengan perjanjian kerja sama oleh pihak UNHALU dan LPMP yang salah satu poinnya mengenai DIPA pada kenyataannya tidak masuk dalam anggaran untuk penyerahan ijazah yang dilaksanakan di gedung Grand Awani serta biaya legalisasi ijazah dll. Sehingga perbuatan terdakwa mengumumkan pembayaran sejumlah uang untuk kegiatan penyerahan sertifikat dan lain sebagainya bukan merupakan sebuah perbuatan yang melanggar karena belum diatur dalam PP No: 74 tahun 2008 tentang Guru, untuk itu dakwaan jaksa tidak dapat dibuktikan. 2) Majelis hakim memberikan vonis bebas terhadap terdakwa dari segala dakwaan jaksa seperti disebutkan dalam amar putusannya majelis hakim yang menyatakan: Menyatakan terdakwa Nana Sumarna ,S.Pd. M.Kes. tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah Melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primer, Subsider dan Lebih Subsider; dan Membebaskan terdakwa Nana Sumarna, S.Pd. M.Kes. oleh karena itu dari dakwaan-dakwaan tersebut (Vrijspraak); serta Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; disebabkan jaksa tidak dapat menghadirkan bukti maupun keterangan yang dapat meyakinkan hakim bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
Penyelesaian Delik Perzinahan dalam sistem hukum adat Tolaki Kokodi, Harisman; Hidayat, Sabrina; Handrawan, Handrawan
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 1 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i1.6069

Abstract

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui dan menganalisis kualifikasi delik perzinaan dalam sistem hukum Adat di Indonesia. Untuk mengetahui dan menganalisis Penyelesaian Delik perzinaan melalui mekanisme Hukum Adat Tolaki.Tipe penelitian yang digunakan adalah Tipe penelitian hukum normatif dengan pendekatan fakta empiris di lapangan. Penelitian hukum normatif atau tipe penelitian hukum kepustakaan adalah tipe atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah dalam KUHP perzinaan dapat terjadi apabila ada persetubuhan antara seorang pria dengan seorang wanita yang keduanya atau salah seorang dari mereka telah terikat perkawinan dengan orang lain menurut hukum adat dalam hal ini Hukum Adat Tolaki perzinaan tidak hanya dilakukan oleh orang yang sudah kawin. Jadi baik sudah menikah maupun belum menikah jika melakukan persetubuhan di luar hubungan yang sah tetap dianggap sebagai perbuatan yang terlarang dan disebut juga sebagai zina.
Syarat Diversi pada Anak yang Berkonflik dengan Hukum dalam Konsep Pemidanaan Sidrat, Muhammad; Hidayat, Sabrina; Herman, Herman
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 2 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 2
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i2.6569

Abstract

Diversi merupakan bagian dari konsep pemidanaan dengan berlandaskan pada prinsip perlindungan anak. Oleh karena itu, Prinsip-prinsip yang termuat di dalam The Beijing Rules dan Pasal 5 Ayat (3) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia mewajibkan adanya upaya diversi pada anak yang berkonflik dengan hukum. Sehingga dalam upaya diversi pada anak yang berkonflik dengan hukum sebaiknya tidak mengedepankan syarat diversi yang dimana diversi hanya akan dilakukan ketika ancaman pidananya di bawah 7 Tahun. Diversi harus diberikan sebagai penanganan awal terhadap anak yang berkonflik sebelum penentuan pemidanaan. Pemidanaan anak harus sesuai dengan keadaan anak dan menimbulkan konsekuensi bermanfaat terhadap anak.
Kebijakan Hukum Pidana dalam Pemidanaan Tindak Pidana Illegal Logging Siswahyudi, Arto; Haris, Oheo K.; Hidayat, Sabrina
Halu Oleo Legal Research Vol 2, No 3 (2020): Halu Oleo Legal Research: Volume 2 Issue 3
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v2i3.15387

Abstract

Penelitian ini ditujukan untuk menjawab permasalahan yang diajukan atas sanksi denda terhadap negara sebagai korban. Studi ini menggunakan penelitian yang berbentuk yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual serta pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Sanksi pidana pembayaran uang pengganti kepada korban sebagai bentuk kebijakan hukum pidana. Sebab selama ini dalam hukum pidana cenderung memberikan sanksi pidana untuk menjerakan pelaku, tetapi kurang berdampak pada korban. Korban yang dimaksud dalam hal ini adalah negara (bukan individu) sehingga akhirnya uang pengganti yang dibayarkan tersebut negara yang akan menerimanya. 2) Sanksi pidana sebagai upaya penegakan hukum terakhir yang diterapkan setelah sanksi administrasi dan sanksi perdata dianggap tidak berhasil menyelesaikan illegal logging.
Ratio Decidendi Hakim Terhadap Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (Studi Putusan Nomor: 102/Pid.B/2014/Pn.Kka Tentang Tindak Pidana Penggelapan) Sulaiman, Erwin; Hidayat, Sabrina; Handrawan, Handrawan
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 1 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i1.6066

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Ratio Decidendi Hakim Terhadap Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum Dalam Perkara Penggelapan serta untuk mengetahui dan menganalisis Implikasi Hukum Atas Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah normatif yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data seperti peraturan Perundang-Undangan, keputusan Pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana.Ratio Decidendi Hakim dalam perkara penggelapan yaitu sesuai dengan fakta-fakta yang ada pada dasarnya telah terbukti, berdasarkan keterangan Terdakwa, keterangan saksi dan alat bukti serta fakta-fakta hukum yang ada pada dasarnya terbukti bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa merupakan ada tindakan melanggar hukum pidana, namun Hakim tidak mendapatkan keyakinan bahwa perkara tersebut merupakan sebuah tindak pidana, dalam konsep teori penggunaan keyakinan hakim hanya boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan fakta-fakta hukum yang terungkap secara nyata dalam persidangan.Dari implikasi hukum sendiri Hakim memutus perkara tersebut yaitu lepas dari segala tuntutan hukum, putusan tersebut berdampak merugikan diri korban secara material, sedangkan pada diri terdakwa Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kolaka justru menguntungkan dan menyelamatkan diri Terdakwa dari ancaman pemidanaan.
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Pencemaran Lingkungan (Studi Pada Perseroan Terbatas Jagad Raya Tama) Amran, Dedi; Haris, Oheo K.; Hidayat, Sabrina
Halu Oleo Legal Research Vol 2, No 1 (2020): Halu Oleo Legal Research: Volume 2 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v2i1.10296

Abstract

Kejahatan korporasi terhadap pencemaran lingkungan hidup merupakan tindakan kejahatan besar dan sangat berbahaya sekaligus mengancam kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Berdasarkan penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan undang-undang (statue approch), dan kasus (case approch), yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kasus yang terjadi di PT Jagat Raya Tama adalah menyangkut persoalan lingkungan yakni masalah pencemaran air di sungai yang mempunyai dampak kesehatan terhadap masyarakat, sehingga diperlukan pertanggungjawabannya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap pencemaran lingkungan secara jelas diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi diatur dalam Undang-Undang pengelolaan lingkungan hidup terdapat pada Pasal 97 sampai dengan Pasal 120. Hal tersebut sekaligus menjadi acuan para penegak hukum dalam menegakkan supremasi hukum pada tindakan kejahatan korporasi terhadap pencemaran lingkungan.
Analisis Hukum Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Razak, La Ode Abdul; Haris, Oheo K.; Hidayat, Sabrina
Halu Oleo Legal Research Vol 2, No 2 (2020): Halu Oleo Legal Research: Volume 2 Issue 2
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v2i2.12466

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban korporasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang dan untuk mengetahui mekanisme tata cara penanganan perkara korporasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang. Penelitian ini bersifat normatif maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang mengatur tentang perluasan dapat dipidananya pelaku tindak pidana pencucian uang, sehingga dapat dipidananya subjek hukum, karena apabila hanya mendasarkan pada subjek hukum, maka yang dapat dijatuhi pidana hanyalah subjek hukum orang dalam pengertian hal ini dimaksud manusia. Namun subjek Hukum Korporasi juga dapat dipidana. Dan dimana jenis sanksi pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap subjek hukum korporasi untuk tindak pidana pencucian uang adalah pidana denda dengan jumlah maksimum Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan pidana tambahan berupa (a) pengumuman putusan hakim, (b) Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi,(c) pencabutan izin usaha,(d) pembubaran dan/atau pelarangan korporasi,(e) perampasan aset korporasi untuk negara, dan/atau (f) pengambilalihan korporasi oleh negara. 2) Mekanisme tata cara penanganan perkara korporasi dalam hal ini merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 sebagai sumber hukum acara agar tidak terjadi kekosongan hukum bagi pelaku korporasi yang melakukan tindak pidana, dalam mekanisme penanganan perkara korporasi dimana Peraturan Mahkamah Agung ini bertujuan sebagai pedoman bagi penegak hukum dalam penanganan perkara pidana dalam ruang lingkup kejahatan korporasi.
Pertanggungjawaban Pidana Anggota Militer Yang Melakukan Tindak Pidana Insubordinasi Dengan Tindakan Nyata Dalam Peradilan Militer Tamin, La Ode Abdul; Haris, Oheo K.; Hidayat, Sabrina
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 1 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i1.6146

Abstract

Penelitian ini ialah untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana insubordinasi dengan tindakan nyata menurut KUHPM dan pembuktian pelaku tindak pidana insubordinasi dengan tindakan nyata yang dilakukan oleh anggota TNI di lingkungan peradilan Militer.Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Penelitian ini merupakan bentuk Tanggung jawab Hukum Anggota Militer yang melakukan tindak pidana Insubordinasi dengan tindakan nyata sebagai sebuah sistim norma dalam perundang-undangan militer yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer dapat dikatakan bertentangan dengan aturan dalam kehidupan militer atau pelanggaran disiplin dikarenakan atas pertimbangan dan kebijakan ANKUM sehingga tidak diselesaikan melalui Hukum Acara Pidana Militer (KUHAPMIL).Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana Insubordinasi dengan tindakan nyata terhadap atasan yang dilakukan oleh prajurit atau anggota TNI yang berpangkat lebih rendah sesuai Pasal 106-108 KUHPM harus dipertanggungjawabkan secara hukum pidana Militer yang diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) sesuai Pasal 106 bahwa Militer yang sengaja menyerang seorang atasan, melawannya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, merampas kemerdekaannya untuk bertindak ataupun memaksanya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk melaksanakan atau mengabaikan suatu pekerjaan dinas, diancam karena insubordinasi dengan tindakan nyata dengan pidana penjara maksimum sembilan tahun dan Pembuktian pelaku tindak pidana Insubordinasi dengan tindakan nyata melalui pengadilan Militer yang telah dilimpahkan oleh PAPERA melalui Oditur Militer disertai surat Dakwaan, Hakim ketua sidang harus membuktikan kesalahan terdakwa apakah terbukti atau tidak sebagaimana didakwakan oleh Oditur Militer sesuai Pasal 171 KUHAPMIL yaitu Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 
Pertanggungjawaban Pidana Oknum Syahbandar Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Wewenang Dibidang Pelayaran Aldin, Aldin; Haris, Oheo K.; Hidayat, Sabrina
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 2 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 2
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i2.6789

Abstract

Penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kualifikasi tindak pidana penyalahgunaan wewenang di bidang pelayaran yang dilakukan oleh oknum syahbandar yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana; 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban pidana oknum syahbandar dalam tindak pidana penyalahgunaan wewenang di bidang pelayaran.Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian adalah penelitian normatif atau doktrinal. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penelitian ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan).Hasil penelitian menunjukkan bahwa:1. Dalam perkara Nomor 37/Pid.Sus/202/PN.Smp, terdakwa Mihtafol Arifin menerbitkan surat persetujuan berlayar kepada kapal KLM Sinar Sumekar yang tidak dilengkapi dengan dokumen tentang kelaikan lautan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, juga tidak dilengkapi dengan alat komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Pada kasus penerbitan Surat Persetujuan berlayar sebagaimana yang tertuang dalam perkara Nomor 37/Pid.Sus/202/PN.Smp, terkualifikasi sebagai tindak pidana penyalahgunaan wewenang sesuai dengan teori detournement de pouvoir karena Mihtafol Arifin menyalahgunakan wewenang yang di berikan kepadanya dengan cara menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar yang tidak sesuai prosedur kepada kapal KLM. Sinar Sumekar sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Dalam perkara ini pasal yang diterapkan adalah Pasal 336 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, karena Mihtafol Arifin melanggar ketentuan Pasal 336 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, 2. Dalam perkara Nomor 37/Pid.Sus/202/PN.Smp, terdakwa Mihtafol Arifin dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya karena pertanggungjawaban pidana seseorang tergantung pada unsur mens rea. Selain itu, untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, subjek hukum (oknum syahbandar) tersebut telah memenuhi unsur: a) Adanya kemampuan bertanggungjawab dari pelaku, b) Adanya unsur kesalahan dalam tindakan pelaku, c) Adanya unsur melawan hukum dan d) Tidak adanya keadaan tertentu yang memaafkan tindakan pelaku.