Tulisan ini berangkat dari ketertarikan untuk melihat relasi kuasa yang terjalin antara Negara dan institusi adat dalam pengembangan pariwisata budaya melayu yang ada di Kabupaten Siak. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari temuan sebelumnya yang menunjukkan bahwa lembaga adat melayu kabupaten Siak tidak lagi dilibatkan dalam pengembangan pariwisata berbasis kearifan lokal. Padahal kita ketahui bahwa Siak mengusung “Siak the Truly Malay” sehingga idealnya LAM Kabupaten Siak akan menjadi salah satu leading sector yang akan menjaga dan menuntun nilai-nilai budaya melayu dalam setiap event kepariwisataan. Sehingga menjadi penting untuk mengupas lebih jauh seperti apa relasi kuasa yang terbangun antara Dinas Pariwisata Kabupaten Siak dan Lembaga Adat Melayu Kabupaten Siak dalam pengembangan pariwisata berbasis budaya melayu. Metode yang digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif, sehingga data-data di lapangan akan diperoleh melalui proses wawancara dan dokumentasi. Kemudian berbagai data dan infromasi tersebut dianalisis hingga diperoleh kesimpulan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan relasi yang justru terjadi adalah layaknya “perang dingin”. Kedua belah pihak tidak terlibat konflik secara langsung, namun bersikap saling diam. Hal ini dikarenakan adanya relasi yang tidak seimbang. Lembaga Adat Melayu Kabupaten Siak seolah-olah tak bisa berbuat apa-apa ketika tidak dilibatkan dalam setiap program pengembangan Pariwisata Kabupaten Siak.