Pasangan suami-istri yang belum mempunyai anak dalam waktu yang cukup lama akan merasa rendah diri, mudahtersinggung, dan mengalami kecemasan karena tidak punya generasi penerus. Banyak studi menyatakan insidendepresi berat sebesar lebih tinggi pada pasangan yang infertil daripada pasangan yang fertil, dan insiden kecemasansebesar lebih tinggi pada yang infertil daripada pasangan yang fertil. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapatmengidentifikasi karakteristik sosiodemografi serta tingkat depresi dan kecemasan pada pasangan suami-istri infertildi Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini adalah penelitiandeskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan kuesioner Beck Depression Inventory-II (BDI-II) dan Zung Self-RatingAnxiety Scale yang telah divalidasi terjemahan bahasa Indonesia. Subjek penelitian adalah 30 pasang pasangan suami-istri infertil yang datang berobat ke Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang padabulan Oktober s.d. November 2016. Dari 30 pasang suami-istri (n=60) infertil didapatkan suami dengan depresisedang sebanyak 4 (13.3%) orang dan istri sebanyak 8 (26.7%) orang. Untuk tingkat kecemasan ringan sampai sedangdidapatkan 8 (26.7%) orang suami dan 16 (53.3%) orang istri. Dari penelitian didapatkan wanita lebih banyakmengalami depresi sedang dan kecemasan ringan sampai sedang daripada pria. Hal ini karena infertilitasmenyebabkan distress psikologi yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria karena stigma masyarakattentang infertilitas. Angka gejala depresi dan kecemasan pada wanita maupun pria yang mengalami infertil lebih tinggidari pada angka depresi (9% dan 5%) secara global dan kecemasan (6%) pada orang Asia.