Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Karakteristik Morfologi dan Perkembangan Testis Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) Periode Grower Setiyono, Eko; Bekti, Rini Pamudhi
Life Science Vol 8 No 2 (2019): November 2019
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lifesci.v8i2.37104

Abstract

Monitoring the reproductive performance of male Alabio ducks can be done through a characteristic morphological size body and the growth of the testicles. The material used was 48 male Alabio ducks, eight weeks old, and collected 12 tail every four weeks until 20 weeks. The variables observed were morphological characteristics: body weight, chest size, abdomen size, pubis width, liver weight, and HSI; reproductive performance: testicular weight, testicular length, and GSI. Data were analyzed with one-way ANOVA at a 95% confidence level, and correlation analysis was used to test the correlation between parameters. The results showed that the average body weight, chest size, abdomen size, pubis width, liver weight, HSI, testicular weight, testicular length, and GSI were significantly different (p<0.05). Morphologically body weight, chest size, abdomen size, pubis width, liver weight correlate with testicular weight, testicular size, and GSI. Testicular weight, testicular length and GSI had a highest correlations with body weight (r=0.75; r=0.69; and r=0.70) and pubic width (r=0.79; r=0.72 and r=0.77) than the others. While HSI is negative correlation with testicular weight (r=-0.50), testis length (r=-0.51), and GSI (r=-0.46). Thus, it was concluded that the morphological characteristics of body size affect the reproductive performance of male Alabio Ducks. Keywords: Itik Alabio Jantan, Ukuran Morfologi, Testis, GSI, HIS. Pemantauan performan reproduksi itik Alabio jantan dapat dilakukan melalui pendekatan karakteristik ukuran morfologi tubuh dan perkembangan testis itik periode grower. Materi yang digunakan 48 ekor itik Alabio Jantan usia 8 minggu. Data diambil setiap 4 minggu sekali sampai usia 20 minggu, masing-masing 12 ekor. Variabel yang diamati adalah karakteristik morfologi meliputi bobot badan, lingkar dada, lingkar perut, lebar pubis, bobot hati dan hepato somatic indeks (HSI); performan reproduksi meliputi bobot testis, panjang testis, dan gonado somatic indeks (GSI). Data dianalisis dengan Anava satu arah pada tingkat kepercayaan 95%. Keterkaitan antar parameter dianalisis dengan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata bobot badan, lingkar dada, lingkar perut, lebar pubis, bobot hati, HSI, bobot testis, panjang testis dan GSI berbeda nyata (p<0,05). Secara morfologi bobot badan, lingkar dada, lingkar perut, lebar pubis, bobot hati berkorelasi dengan bobot testis, ukuran testis dan GSI. Bobot testis, panjang testis dan GSI memiliki hubungan paling erat dengan bobot badan (r= 0,75; r= 0,69; dan r= 0,70) dan lebar pubis (r= 0,79; r= 0,72 dan; r= 0,77) dibandingkan dengan ukuran morfologi tubuh lainnya. Sedangkan HSI berkorelasi negatif dengan bobot testis (r= -0,50), panjang testis (r= -0,51) dan GSI (r= -0,46). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik morfologi ukuran tubuh mempengaruhi performan reproduksi Itik Alabio jantan. Kata kunci: Itik Alabio Jantan, Ukuran Morfologi, Testis, GSI, HIS.
IPerforma Larva Lalat Tentara Hitam (Hermetia illucens) sebagai Biokonversi Limbah Industri Pengolahan Carica Dieng (Vasconcellea pubescens) di Wonosobo Irma Fatmanintyas; Trisnowati Budi Ambarningrum; Atang Atang; Trisno Haryanto; Eko Setiyono
Metamorfosa: Journal of Biological Sciences Vol 9 No 1 (2022)
Publisher : Prodi Magister Ilmu Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/metamorfosa.2022.v09.i01.p13

Abstract

Limbah berupa kulit dan biji yang berasal dari industri pengolahan carica Dieng (Vasconcellea pubescens) dapat menjadi permasalahan lingkungan apabila tidak tertangani dengan baik . Larva BSF (Hermetia illucens) sebagai agen biokonversi diharapkan mampu menjadi solusi untuk permasalahan tersebut. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan meliputi perlakuan kontrol, P1 = 100% kulit, P2 = 75% kulit + 25% biji, P3 = 50% kulit + 50% biji, P4 = 25% kulit + 75% biji, dan P5 = 100% biji. Waktu pengamatan penelitian dilakukan selama 21 hari. Parameter utama yang diamati adalah nilai konsumsi pakan dan indeks pengurangan limbah (WRI), sedangkan parameter pendukung berupa biomassa larva, diameter kapsul kepala dan tingkat kelulusan hidup (survival rate). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA dengan tingkat kesalahan 5%, dan apabila perlakuan berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji DMRT dengan tingkat kesalahan 5%. Hasil penelitian dengan jenis pakan yang bervariasi menunjukkan nilai konsumsi pakan tercerna oleh larva BSF berkisar antara 60,42% - 81,26%. Sedangkan untuk nilai indeks pengurangan limbah (WRI) berkisar antara 2,82% - 3,73%. Nilai reduksi limbah lebih dari 50% menunjukkan adanya efektivitas larva BSF dalam mendegradasi limbah organik. Dengan demikian penggunaan jenis pakan berupa pakan penggunaan larva BSF efektif dalam mereduksi limbah pengolahan carica Dieng (V. pubescens).
VARIATIONS OF FEED AMOUNT AND DIFFERENT TEMPERATURES ON THE DEVELOPMENT OF BSF LARVAE DURING FOURTEEN DAYS OF REARED Trisno Haryanto; Eko Setiyono
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 7, No 1 (2021): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v7i1.21240

Abstract

Pertumbuhan larva Black Soldier Fly/BSF secara optimal dapat berlangsung selama 14 hari dengan kualitas dan kuantitas makanan yang ideal. Siklus hidup BSF dipengaruhi oleh media pakan dan temperatur. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi pemberian pakan dan temperatur terhadap perkembangan larva BSF. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan variasi komposisi pakan (100; 150; dan 200 mg/larva/hari) dan kombinasi temperatur dengan variasi 25oC; 27oC; 30oC: 35oC). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga ada 36 unit percobaan. Data dianalisis mengunakan uji Kruskal Wallis pada taraf signifikansi 95%. Hasil penelitian menunjukkan pertambahan bobot dan panjang larva secara bertahap dipengaruhi oleh variasi jumlah pakan dan temperatur (P<0,05). Penambahan panjang dan bobot larva sangat berhubungan dengan adanya variasi jumlah pakan dan temperatur yang diberikan dalam perlakuan. Variasi jumlah pakan dan temperatur mempengaruhi perkembangan larva BSF (P<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variasi jumlah pakan dan temperatur mempengaruhi perkembangan larva BSF. 
Frekuensi Pemberian Pakan Limbah Carica (Vasconcellea pubescens A.DC) terhadap Perkembangan Larva Black Soldier Fly (Hermetia illucens L.) Annanda Nuranisah; Trisnowati Budi Ambarningrum; Atang Atang; Trisno Haryanto; Eko Setiyono
BioEksakta : Jurnal Ilmiah Biologi Unsoed Vol 4 No 2 (2022): BioEksakta
Publisher : Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.bioe.2022.4.2.4621

Abstract

Carica (Vasconcellea pubescens A.DC) waste in Wonosobo can be a problem. Black Soldier Fly/ BSF (Hermetia illucens L.) is biodegradator insect can be right solution. BSF able to convert organic waste into nutrients for growth and development. The purpose of this study was to determine the effectiveness of the frequency of feeding carica industrial waste on the development of BSF larvae, to determine the effect of feeding frequency on the increase in larval biomass and to determine the survival rate of BSF larvae. The study used an experimental method with RAL factorial. The first factor is type of feed, carica and chicken pellets. Frequency of feeding as the second factor is the frequency of once a day, every two days and three days. Variable of the experiment is head capsule, number of prepupae larvae, larval biomass and survival rate. The data obtained were analyzed by ANOVA at an accuracy level of 95%, if it had a significant effect, it would be continued with the DMRT test. The results of the study The frequency of feeding both once a day (F1), twice a day (F2), and every three days (F3) had no effect on the development of BSF larvae (P> 0.05). The frequency of feeding affects biomass of larvae, the frequency of feeding every day (F1) has the highest biomass while the mechanism of feeding frequency every three days (F3), although given the same quantity of feed weight per day has the lowest biomass. The survival rate of carica feeding is lower, which is about 60-70% at the three different frequencies with chicken pellet feeding which still reaches 90% in each treatment.