Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Jurnal Hortikultura

Pengaruh Densitas Awal Kalus dalam Perbanyakan Melalui Embriogenesis Somatik terhadap Daya Multiplikasi dan Stabilitas Genetik Planlet Siam Kintamani Devy, Nirmala Friyanti; Yulianti, Farida; -, Hardiyanto
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Optimasi metode pada setiap tahapan perbanyakan melalui embriogenesis somatik perlu dilakukan, mencakup aspek eksplan, media, dan lingkungan tumbuh.  Tujuan penelitian ialah mengetahui pengaruh kepadatan awal (initial density) kalus dalam kultur embriogenesis somatik terhadap laju multiplikasi dan stabilitas genetik planlet yang dihasilkan dari perbanyakan dengan metode SE pada tanaman siam Kintamani. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SE, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) mulai Bulan Maret 2009 sampai dengan Februari 2011. Penelitian terdiri atas dua tahap, yaitu (1) perlakuan densitas awal dan (2) analisis stabilitas genetik planlet yang dihasilkan dari perbanyakan SE  siam Kintamani. Kegiatan I terdiri atas lima perlakuan densitas kalus (ID100–ID300), yaitu  100, 150, 200, 250, dan 300 mg yang dikulturkan pada 25 ml media cair MS + 500 mg/l malt ekstrak (ME) + 1,5 mg/l BA, yang disusun dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan, tiap ulangan terdiri atas lima erlenmeyer, sedangkan pada penelitian analisis stabilitas genetik, sampel yang digunakan ialah tanaman hasil perbanyakan SE pada stadia planlet hasil subkultur 1–6. Planlet tersebut diuji keragamannya dengan teknik PCR menggunakan penanda inter-simple sequence repeat (ISSR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, jaringan nuselus yang digunakan sebagai eksplan dapat tumbuh dengan memuaskan pada 12–45 hari setelah kultur pada media inisiasi kalus.  Pertambahan berat basah kalus pada setiap subkultur sangat beragam.  Pertambahan berat basah tertinggi terjadi pada ID100 subkultur ke-5, sedangkan pertambahan berat secara total tertinggi ditemukan pada perlakuan ID200. Tanaman hasil perbanyakan SE pada stadia planlet secara genetik seragam dengan induknya. Namun pengujian stabilitas genetik pada tanaman hasil SE masih harus terus dilakukan seiring dengan semakin lama tanaman dipelihara di dalam kultur, mengingat frekuensi mutasi dapat meningkat seiring dengan semakin lamanya periode kultur. Implikasi hasil penelitian ini ialah proses multiplikasi kalus dan induksi embriogenesis somatik berlangsung optimal dan tidak mengakibatkan off-type pada tanaman yang dihasilkan. The optimization of the whole stage on in vitro multiplication via somatic embryogenesis must be done in the explants, media, and growth environment factors. The aim of this experiment to determine the effect of callus initial density in somatic embryogenesis culture on multiplication rate and plantlet genetic stability resulted from somatic embryogenesis method on Kintamani tangerin. The research was conducted at SE Laboratory of Indonesian Citrus and Subtropical Fruit Research Institute (ICISFRI) from March 2009 up to February 2011.  The research consisted of two activities, namely: (1) initial density treatments and (2) analysis of genetic stability of Kintamani tangerin plantlets resulting from SE. The 1st activity consisted of five treatments callus density (ID100 - ID300), namely 100, 150, 200, 250, and  300 mg of callus that cultured in 25 ml of liquid MS medium + 500 mg/l malt extract (ME) + 1.5 mg/l BA, using a randomized block design, three replicates with five erlenmeyers units, while at the analysis of genetic stability research, the samples used were plantlet-stadia derived from 1st up to 6th subculture. The variability of those plantlets was tested by PCR using inter-simple sequence repeat (ISSR) marker. The results showed that nucellus tissue that used as explants can be grown satisfactorily in 12–45 days after culture at the callus initiation media. The fresh weight of callus increment on each subculture was very diverse. The highest fresh weight value was found in ID100 treatment in the fifth subculture. However, the highest of total weight increment was in ID200 treatment. The SE-derived plant was genetically uniform with its parent. However, genetic stability testing on the SE-derived plants should be still continued because it would give enhancement of the frequency of mutations with longer periods of culture.  The implication of the research was optimum process of callus multiplication and somatic embryogenesis induction and did not result in off-type plants.