Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Kedudukan Notaris sebagai Mediator Sengketa Kenotariatan Terkait dengan Kewajiban Penyuluhan Hukum Ayu Ningsih; Faisal A.Rani; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 13, No 2 (2019): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1578.242 KB) | DOI: 10.30641/kebijakan.2019.V13.201-228

Abstract

Notaris berwenang memberikan penyuluhan hukum untuk menjamin kepastian hukum akta. Moralitas, ketelitian, kehati-hatian merupakan faktor utama untuk menghindari penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Dalam praktek ditemukan, notaris tidak memberikan penyuluhan hukum sehingga terjadi sengketa, ada notaris yang menjadi mediator. Tujuan penelitian menjelaskan akibat hukum akta yang tidak didahului dengan penyuluhan hukum, menjelaskan kedudukan notaris dalam mediasi sengketa. Penelitian menggunakan metode hukum normatif, menggunakan bahan hukum primer, sekunder, tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan, penelitian lapangan dalam bentuk wawancara, teknik pengolahan bahan hukum, analisis bahan hukum dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan notaris yang bertindak sebagai mediator tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum, karena mediator merupakan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak. Tidak ada larangan bagi notaris menjadi mediator, karena mediator bukanlah pejabat negara, lembaga tinggi negara, tidak melaksanakan administrasi negara, profesi mediator tidak digolongkan sebagai pegawai negeri, advokat, pemimpin atau pegawai BUMN/D, dan profesi yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan/kepatutan, yang dapat mempengaruhi kehormatan notaris. Saran, notaris wajib memberikan penyuluhan hukum secara profesional untuk menghindari sengketa dan gugatan kepada notaris. Notaris harus memperhatikan etika, moral, ketidakberpihakan dalam proses mediasi. Ikatan Notaris Indonesia perlu menyusun mekanisme dan batasan mediasi yang boleh dilakukan oleh notaris.
PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG-ORANG DALAM DAERAH KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Adwani Adwani
Jurnal Dinamika Hukum Vol 12, No 1 (2012)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2012.12.1.109

Abstract

Persons that involved in an armed conflict are protected by law which regulated in Article 13 of Geneva Convention 1949. There are some persons who receive protection such as combatants, militia and levee en maase and civilians as a matter of law, however, the protection itself has not been fully implemented. This article aims to discuss persons who receive protection whether the persons involve in an armed conflict or not. In principle, persons who involve in an armed conflict must protect the combatants who took direct participation when the combatants are wounded and hostile. However, the protection are not implemented accordingly since they often receive violence attacks. Furthermore, civilians often became victim of attack that classified as inhuman treatment.   Keywords: Protected, proctected persons, armed conflict
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DI YAMAN PADA SAAT KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL Wirda Anggrayni; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Sengketa bersenjata non internasional adalah kondisi pertempuran antara angkatan bersenjata pemerintah dengan kelompok bersenjata yang terorganisir didalam wilayah suatu Negara. Konflik bersenjata di Yaman menimbulkan banyak korban terutama anak-anak. Menurut Ketentuan Pasal 27 Konvensi Jenewa 1949 menyatakan bahwa orang-orang yang dilindungi, dalam segala keadaan berhak akan penghormatan atas diri pribadi, kehormatan hak-hak kekeluargaan, keyakinan dan praktek keagamaan, serta adat-istiadat dan kebiasaan mereka. Pada Pasal 3 konvensi-konvensi jenewa 1949 menentukan aturan-aturan HHI dan kewajiban para pihak yang berkonflik untuk melindungi korban perang dalam perang yang tidak bersifat internasional, namun perlindungan terhadap anak belum efektif sebagaimana mestinya. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk-bentuk mengenai perlindungan hukum terhadap  anak pada saat konflik bersenjata noninternasional di Yaman menurut hukum humaniter internasional. Serta untuk menjelaskan hambatan-hambatan yang muncul dalam memberikan perlindungan menurut Hukum Humaniter Internasional terkait perlindungan hukum terhadap anak pada saat konflik bersenjata noninternasional di Yaman.Berdasarkan hasil penelitian dari penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa secara umum, perlindungan hukum yang diberikan kepada anak-anak lebih tertuju kepada akibat sengketa bersenjata yang menimpa atau berdampak kepada anak-anak yang tidak ikut turut serta dalam peperangan, tidak dilaksanakannya prinsip pembedaan, prinsip perlindungan serta prinsip proporsional. Hambatannya yaitu bom cluster dan bom kimia fosfor putih yang menewaskan banyak korban dan hancurnya gedung-gedung di Yaman serta pemberontak Houthi membatasi masuknya bantuan kemanusiaan.Kata Kunci : Implementasi, Konflik Bersenjata, Anak-anak, Kendala. Abstract - Non-international armed conflict is a condition of fighting between government forces with organized armed groups in the territory of a State. The armed conflict in Yemen caused many casualties, especially children. According to the provisions of Article 27 of the 1949 Geneva Convention states that people are protected in all circumstances entitled to respect for self, respect the rights of kinship, religious beliefs and practices, and customs and their habits. In Article 3 of the 1949 Geneva conventions determining the rules of humanitarian law and obligations of the parties to the conflict to protect the victims of war in a war that is not international, but the protection of children has not been effective as it should be.This thesis aims to identify and explain the forms concerning the legal protection of children during non-international armed conflict in Yemen under international humanitarian law. As well as to explain the obstacles that arise in providing protection under international humanitarian law regarding the protection of the law against child at the time of non-international armed conflict in Yemen.Generally, based on the results of this writing shows that the legal protection given to children are more drawn to a result of armed conflicts affecting or impacting to children, who did not participate in the war, not the implementation of the principle of distinction, the principle of the protection and proportional principle. The obstacle is that cluster bombs and white phosphorous chemical bomb that killed a lot of casualties and the destruction of buildings in Yemen and the Houthi rebels restrict the entry of humanitarian aid.The Government of Yemen is suggested  to solve the problem of war with Houthi rebels. Therefore, there is no longer a civil war between them which could protect the civilian population or citizen of Yemen, especially children,to provides a peaceful and prosperous country.Keywords: Implementation, Armed Conflict, Children, Constraints.
Tanggung Jawab Komando Atas Penyalahgunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Jenis Drone Dalam Hukum Humaniter Internasional Maman Abdullah; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 3, No 2: Mei 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penggunaan senjata mutakhir seperti Unmanned Aerial Vehicle (UAV) jenis drone dalam konflik bersenjata sudah menjadi hal yang diterima secara umum. Namun sayangnya, penyalahgunan drone bermunculan tanpa adanya pertanggungjawaban yang dibebankan. Oleh karenanya tanggung jawab komando sangat patut diterapkan agar tujuan dari Hukum Humaniter Internasional untuk mengurangi dampak perang dapat tercapai. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan mengenai konsep tanggung jawab komando dan penerapannya dalam penyalahgunaan senjata baru seperti drone dalam Hukum Humaniter Internasional. Penelitian dalam tulisan ini adalah Yuridis Normatif dengan kajian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep tanggung jawabn komando dapat diterapkan dalam hal penyalahgunaan drone sebagai senjata perang, namun sampai saat ini belum ada kasus penyerangan drone yang menimbulkan korban sipil yang diadili sesuai ketentuan yang berlaku.
Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Langsa Dalam Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan Terhadap Pengungsi Rohingya Iqramullah Iqramullah; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Vol 2, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (60.862 KB)

Abstract

ABSTRAK Pada Mei 2015 sebanyak 1.400 pengungsi asal Rohingya dan Imigran Bangladesh berlabuh di Aceh. Sebanyak 790 orang pengungsi Rohingya tersebut di tampung di Kota Langsa. Dengan jumlah pengungsi yang besar, banyak bantuan-bantuan yang datang dari masyarakat dan lembaga sosial ternyata membuat permasalahan baru yang timbul. Hal ini karena dengan jumlah bantuan yang besar telah menimbulkan kecemburaun sosial di masyarakat Kota Langsa. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah Kota Langsa membentuk Satuan Tugas Penanganan Pengungsi, menugaskan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kota Langsa untuk mengelola bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Rohingya. Tehknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan wawancara dan dokumentasi wawancara dilakukan langsung dengan informan dan dokumentasi didapatkan melalui buku-buku, jurnal dan dokumen Negara. Hasil yang telah didapati dalam penelitian ini ialah kebijakan yang selama ini dibuat oleh Pemerintah Kota Langsa memang tidak memiliki payung hukum. Hal ini disadari oleh pihak Pemerintah Kota Langsa karena didalam pengelolaan bantuan Pemerintah Kota Langsa sering mengalami masalah terkait pendanaan. Untuk mengatasi hal ini Pemerintah Kota Langsa membentuk Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Rohingya yang mengkoordinir Lembaga Sosial yang berperan untuk memberikan bantuan pendanaan serta meminimalisir kecemburuan sosial masyarakat kota Langsa terkait besarnya bantuan yang di berikan untuk pengungsi Rohingya. Selanjutnya Diharapkan pemerintah Indonesia peka dan memiliki kebijakan terkait pengungsi agar dapat mengambil sikap apabila kedepannya pengungsi hadir kembali di daerah-daerah di Indonesia.Kata kunci : Kebijakan Pemerintah, Pengelolaan Bantuan ABSTRACT  In Mei 2015, As many as 1.400 refugees from Rohingya and immigrants from Bangladesh docked at Aceh. 790 of Rohingya refugees were given shelter in Langsa city. Because of their number, there were a lot of donation come from whether personal or social organization which later caused another problem. The dispute happened because the massive number of donation has resulted in the existence of social jealously in local people of Langsa. To overcome this problem, the city government arranged a team to manage the refugees, and assigned department of Social, Labor, and Inhabitant Mobility of Kota Langsa to manage the donation for Rohingya refugees. The technique of data collection of the study was interview which was done directly with the informants and the documents were gained from books, journals, and country documents. The result of the study showed that the current policies made were all done without any legal standard. The city government actually were aware of it and they stated that they often faced funding problem in managing the donation. In preventing this problem, the government has formed a team assigned to manage social organizations that donate for Rohingya refugees as well as to minimize the social jealousy of the local people with the donation for refugees. It is expected that in the future the government be more sensitive and have proper policy related to refugees if the same case occurs again in other places in Indonesia
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH BESAR DALAM EKSPLOITASI PERTAMBANGAN DI KECAMATAN INDRAPURI Zulfitra Zulfitra; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Vol 2, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.637 KB)

Abstract

ABSTRAK Upaya menggunakan sumber daya alam yang berupa bahan tambang digunakan untuk memajukan kesejahteraan umum. Pertambangan dapat membantu pemasukkan pendapatan daerah, namun dalam segi kebijakan dan tata pengelolaan pertambangan tersebut menjadi hal yang sulit untuk dikerjakan oleh pihak aparatur pemerintahan daerah dan aparatur gampong dikarenakan berdampak merusak lingkungan yang dapat merugikan banyak pihak terutama masyarakat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui implementasi kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dalam eksploitasi pertambangan di Kecamatan Indrapuri. b. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dalam eksploitasi pertambangan di Kecamatan Indrapuri. c. Untuk mengetahui peran tokoh masyarakat di Kecamatan Indrapuri. Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini dilakukan penelitian kepustakaan untuk mendapat data sekunder dengan cara mengkaji buku-buku dan dokumen lain yang berkaitan, kemudian penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer yang dilakukan dengan cara observasi serta mewawancarai informan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar belum optimal untuk ranah pertambangan segi pendapatan kecil, hanya mengupayakan pertambangan yang sudah pasti menguntungkan pendapatan daerah. Upaya yang diambil pemerintah adalah mengupayakan langkah awal untuk melakukan Badan Usaha Milik Daerah dan memperluas daerah pertambangan produksi. Peran masyarakat Indrapuri akan pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan daerahnya dalam menghadapi pertambangan legal masih kurang disadari. Disarankan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan dinas-dinas terkait harus lebih gigih dan bekerjasama dalam menanggulangi permasalahan eksploitasi pertambangan di kawasannya, terutama daerah Kecamatan Indrapuri.Upaya harus lebih inovatif mengikuti perkembangan zaman industri. Peran masyarakat harus mampu menyadarkan dampak dari pertambangan ilegal. Kata kunci: implementasi kebijakan, pertambangan, Aceh Besar. ABSTRACK Efforts to use natural resources such as mining materials used to promote the general welfare. Mining can help insertion of local revenue, but in terms of policies and procedures for the management of the mine be a difficult thing to be done by the local government officials and village officials due to a disruptive effect on the environment can be detrimental to many parties, especially the community.There are three formulation of the problem: 1. To find out the policy implementation by the Government of Aceh Besar district in mining exploitation in the District Indrapuri. 2. To determine the efforts made by the Government of Aceh Besar district in mining exploitation in the District Indrapuri. 3. To determine the role of community leaders in the District Indrapuri. To obtain the programer in the writing of this research literature conducted to obtain secondary program by review in the books and other relevant documents, then the field research to obtain primary program by observation and interviewing respondents and informants. Results from the study showed that the implementation of the policies implemented Aceh Besar District Government is not optimal for the mining sphere in terms of revenue is small, only seek mining is definitely beneficial to local revenue. Efforts are taken government has been seeking initial steps to perform Local Owned Enterprises and expand the mining area of production. The role of society Indrapuri the importance of maintaining the stability of the local environment in the face of legal mining still not been realized. Suggested Aceh Besar District Government and related agencies should be more determined and work together to address the problems exploitation mining in the region, especially Indrapurisubdistrict. Efforts have to be more innovative to follow the development of the industrial age. The role of the public should be able to realized impact of illegal mining. 
Gerakan Masyarakat Sipil Aceh Dalam Upaya Mengekhiri Konflik (Studi Kasus Referendum 1999) Ahyarul Fata; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Vol 2, No 3 (2017): Agustus 2017
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (686.722 KB)

Abstract

ABSTRAK Reformasi 1998 menjadi tanda telah berakhirnya era rezim otoriter di negara Indonesia. Dalam hal ini Aceh sebagai daerah yang sedang berkonflik melihat bahwa kondisi tersebut menjadi momentum besar untuk mengakhiri konflik yang selama ini dirasakan masyarakat Aceh pada umunya. Keinginan untuk menyelesaikan konflik ini diwujudkan melalui mekanisme Referendum, diamana Referendum dipandang oleh masyarakat Aceh sebagai cara yang demokratis untuk mengakhiri konflik berkepanjangan yang dialami oleh rakyat Aceh. Hal ini, ditandai dengan dilakakukannya pergerakan massa yang luar biasa dalam jumlah hampir 1 juta massa pad SU-MPR tahun 1999 untuk menuntut diselengarakannya Referendum di Aceh, namun faktanya pergerakan massa tersebut tidak berhasil mewujudkan keinginan masyarakat Aceh untuk diselengarakanya Referendum di Aceh.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pergerakan massa Referendum Aceh 1999. Untuk mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisis kendala yang dihadapi sehingga Referendum Aceh tidak diselengarakan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data diperoleh melalui sumber data primer dan data skunder, data primer melalui penelitian lapangan yaitu dengan wawancara informan. Sedangkan data skunder melalui penelitian kepustakaan yaitu dengan dokumen-dokumen, buku-buku dan bacaan-bacaan terkait.Hasil penelitian menunjukkan pergerakan massa yang dimotori aktifis masyarakat sipil berhasil dalam mengerakan massa, hal ini dikarenakan adanya dukungan dari beberapa pihak khususnya GAM dan masyarakatpun sangat antusias dan berpartipasi dalam pergerakan tersebut. Adapun Faktor yang menjadi kendala sehingga Referendum tidak diselengarakan karena kurangnya dukungan Internasional dalam hal menekan pemerintah Indonesia serta kuatnya bentuk tekanan pemerintah pusat melalui militer agar Referendum di Aceh tidak terlaksanana namun bagi aktifis dan masyarakat sipil Aceh memandang Referendum bukan menjadi tujuan utama tetapi Referendum merupakan salah satu bentuk strategi advokasi politik untuk menekan kedua belah pihak antara RI dan GAM supaya dapat mengakhrir konflik secara damai dan menghormati HAM, maka Referendum dianggap berhasil karena bukan Referendum yang menjadi tujuan tetapi penyeleasaian konflik yang menjadi hal yang penting sehingga dialog yang dilakukan kedua belah pihak tersebut menjadi bukti dari suksesnya pergerakan massa dalam menuntut Referendum Aceh 1999.Kata Kunci : Referendum,Pergerakan,GAM,Masyarakat Sipil   Movement civil the people of Aceh in an effort to end conflict (case study demands a referendum 1999)ABSTRACT             Reformed 1998 be a sign have the end of authoritarian regime in indonesia country .In this case aceh for areas which was were in conflict see that this has been a lot of momentum to end conflict that have been felt by the community aceh in made. Desire to resolve the conflict is embodied by the mechanisms of a referendum. Referendum seen by the people of aceh as democratic means to end conflict prolonged experienced by the people aceh. This characterized by the movement of mass extraordinary in the number of nearly 1 million mass on su-mpr 1999 to demand held a referendum in aceh , but in fact the movement of mass was not success answer the people of aceh to held a referendum in aceh.Research aims to understand the movement of mass a referendum aceh 1999.To know, identify and analyze the obstacles so that a referendum aceh not to held. Research methodology used is the method the qualitative study with the approach descriptive.Data is collected through the available sources of primary and secondary data, primary data through research the by interviews informants. Data on sekunder through research literature namely by the documents, the books related.The results of the study showed the movement of people initiated by aktifis civil society been successful in movement of people, it was because supports from many parties especially GAM and community also very enthusiastic and participate in the move. But factors that obstacles that a referendum cannot held because of the lack of international support in relation to reduce the indonesian government and strong a pressure central government through the military to a referendum in aceh not implemented but for people and civil society aceh see a referendum not be the main objective of but a referendum is one form of advocacy political strategy to put pressure on both sides of Indonesia and GAM to end conflict peacefully and respect for human rights, then a referendum is considered successful in because they were not referendum into the but finalization conflicts that become more important that dialogue by both sides are evidence of a mass movement the success of the demand for a referendum aceh 1999.Keywords : referendum, movement, gam and civil society
Persepsi Camat Kabupaten Pidie Terhadap Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono Sebagai Presiden Indonesia Periode 2004-2009 dan 2009-2014 (Suatu Kajian Pada Upaya Pemberantasan Korupsi) Muharrir Muharrir; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Vol 2, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.795 KB)

Abstract

ABSTRAK Korupsi di Indonesia adalah penyakit endemik yang sulit sembuh. Penyakit ini sudah lama hinggap dan menyerang seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dipilih secara langsung oleh masyarakat tahun 2004, memberikan harapan besar akan upaya pemberantasan korupsi. Citra SBY tentang pemberantasan korupsi menjadi isu yang sangat menarik di tengah-tengah masyarakat, seperti di Kabupaten Pidie, yang menimbulkan persepsi berbeda-beda khususnya dikalangan Camat mengenai berhasil maupun tidak berhasil SBY dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi Camat Kabupaten Pidie terhadap pemberantasan korupsi pada masa kepemimpinan Presiden SBY, serta kendala-kendala yang dihadapi SBY dalam pemberantasan korupsi. Data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini diperoleh melalui penelitian keperpustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, jurnal dan karya ilmiah lainnya. Penelitian lapangan dengan cara mewawancarai informan-informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi Camat Kabupaten Pidie terhadap pemberantasan korupsi pada masa kepemimpinan Presiden SBY sangat tegas, cepat dan berhasil dalam pemberantasan korupsi, sedangkan persepsi Camat pada periode kedua, bahwa pemberantasannya berjalan lambat dan kurang efektif sehingga kecewa pada kepemimpinan SBY periode kedua. Kendala-kendala yang dihadapi SBY dalam pemberantasan korupsi pada periode pertama yaitu, keterbatasan personil KPK, perselisihan sesama penegak hukum, hukuman ringan bagi koruptor, sedangkan kendala pada periode kedua adanya perpecahan pimpinan KPK dan banyaknya kader demokrat yang terjerat kasus korupsi. Disarankan kepada pemimpin Indonesia dan pemimpin KPK yang saat ini sedang menjabat, semoga mampu memberantas korupsi tanpa melihat siapa pelakunya. KPK sebagai lembaga negara dalam memberantas korupsi di Indonesia, diharapkan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Jumlah personil KPK harus ditambah, sesama penegak hukum harus sinergis dan koruptor harus dihukum seberat-beratnya. Kata Kunci: Susilo Bambang Yudhoyono, Pemberantasan Korupsi   ABSTRACT In Indonesia, corruption has become an endemic disease and has attacked all aspects of the nation. The leadership of Susilo Bambang Yudhoyone who was democratically elected in 2004 was a big hope in terms of the efforts in the corruption eradication. The image of SBY related to the efforts in the corruption eradication was an interesting issue among the citizens, such as in Pidie Regency, the image results in different perceptions among the heads of sub-districs related to whether SBY was succesful in eradicating the corruption in Indonesia or not. The objective of this research was to find out the perception of the heads of sub-districts in Pidie Regency toward the corruption eradication in the period of the leadership of SBY as the President of Indonesia and the obstacles found by SBY in the corruption eradication. The data were collected by doing literature review and field study. Literature review was done by reviewing books, journals, and other scientific writings. Field study was done by interviewing the informants. The results showed that the perception of the heads of sub-districts in Pidie Regency toward stated that the corruption eradication in the first period of the leadership of SBY as the President of Indonesia was strict, quick and succesful while in the second period of SBY as the President of Indonesia, the corruption eradication was considered weak, less effective, and disappointing. The obstacles found by SBY in the first period of his leadership were limited number of staffs of Corruption Eradication Commission (KPK), disputes among the law enforcement officers,  light punishment for the corruptors. In the second period, the obstacles were problems related to the Chairman of Corruption Eradication Commission (KPK) and a number of the cadres of Democratic Party (Partai Demokrat) was arrested because of corruption cases. It is suggested  that the recent President of Indonesia and the recent Chairman of Corruption Eradication Commission (KPK) could fairly eradicate corruption. In addition, the Corruption Eradication Commission (KPK) as a law enforcer is expected to be responsible in performing its duties and functions. Moreover, the number of staffs working at Corruption Eradication Commission (KPK) should be added, all of the law enforcers must be in a synergistic partnership and the corruptors should receive the heaviest punishment.