Taslim Pinzon, Rizaldy
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pengaruh Kondisi Hiperglikemia Saat Masuk RS terhadap Luaran Fungsional Pasien Stroke Iskemik di RS Bethesda Hananta Karunawan, Niyata; Taslim Pinzon, Rizaldy; Adi Saputro, Sugianto
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 2 (2016): Diabetes Mellitus
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.673 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v43i2.15

Abstract

Pendahuluan: Di Indonesia hingga tahun 2013, stroke merupakan penyebab kematian pertama di rumah sakit. Kecacatan pada pasien stroke menimbulkan biaya yang tinggi. Hiperglikemia merupakan kondisi yang sering terjadi pada stroke akut akibat respons stres tubuh. Penelitian hubungan antara kondisi hiperglikemia dengan luaran fungsional pasien stroke iskemik sebelumnya memiliki hasil yang bervariasi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kondisi hiperglikemia saat masuk terhadap luaran fungsional pasien stroke iskemik di RS Bethesda. Metode: Penelitian observasional cross-sectional menggunakan data rekam medis 102 pasien stroke iskemik akut serangan pertama onset kurang dari 24 jam yang masuk RS Bethesda Yogyakarta. Data dianalisis univariat, dilanjutkan dengan analisis bivariat uji chi-square serta uji t-independen. Hasil: Dari 102 subjek penelitian, kondisi hiperglikemia ditemukan pada 37 pasien (36,3%). Pasien hiperglikemia dengan luaran fungsional baik sebanyak 26 pasien (35,1%) dan luaran fungsional buruk 11 pasien (39,2%). Nilai rerata gula darah pasien lebih tinggi (151,51 ± 84,67 mg/dL) pada skor mRS 0-2 (luaran fungsional baik) daripada nilai rerata gula darah (129,39 ± 40,54 mg/dL) pada pasien dengan skor mRS 3-5 (luaran fungsional buruk). Hasil analisis bivariat dengan uji chisquare menunjukkan kondisi hiperglikemia tidak berhubungan signifikan terhadap luaran fungsional pasien stroke iskemik (OR: 1,195; 95% CI: 0,488 s/d 2,927; p: 0,697). Hasil analisis bivariat menggunakan uji t-independen hasilnya nilai 0,079 (p >0,05). Simpulan: Kondisi hiperglikemia saat masuk tidak berhubungan signifi kan dengan luaran fungsional pasien stroke iskemik di RS Bethesda.
Tatalaksana Epilepsi Refrakter Mahendrakrisna, Daniel; Taslim Pinzon, Rizaldy
Cermin Dunia Kedokteran Vol 47, No 9 (2020): Neurologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (598.93 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v47i9.911

Abstract

Epilepsi refrakter atau resisten obat didefinisikan sebagai kegagalan respon terhadap dua obat anti epilepsi sesuai jadual, dosis, dan rute pemberian, baik monoterapi maupun kombinasi, untuk tercapainya bebas serangan. Serangan epilepsi yang tidak terkontrol atau resisten obat umumnya berkaitan dengan prognosis buruk, dan mengganggu kualitas hidup. Beberapa pilihan terapi kasus epilepsi refrakter yaitu Diet Ketogenik, Deep Brain Stimulator (DBS), Vagal Nerve Stimulator (VNS), Transcranial Magnetic Stimulation (TMS), Responsive Cortical Neuro-Stimulator (RNS), dan Pembedahan. Terapi lini pertama adalah pembedahan reseksi,Refractory epilepsy is defined as an epilepsy unresponsive to two or more anti epileptic drugs with proper schedule and doses, on monotherapy and combined therapy, to achieve seizures freedom. Refractory epilepsy was associated with poor prognostic and decreased quality of life. Several alternatives for refractory epilepsy are ketogenic diet, Deep Brain Stimulator (DBS), Vagal Nerve Stimulator (VNS), Transcranial Magnetic Stimulation (TMS), Responsive Cortical Neuro-Stimulator (RNS), and surgery. The first line therapy for refractory epilepsy is resection surgery.
Celecoxib sebagai Terapi Add-on pada Depresi Renita Sanyasi, Rosa De Lima; Taslim Pinzon, Rizaldy
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 7 (2017): THT
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (116.974 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v44i7.756

Abstract

Latar Belakang: Depresi merupakan gangguan suasana perasaan yang sering ditemukan. Banyak pasien depresi tidak memberikan respon baik terhadap terapi anti-depresan standar. Celecoxib, obat golongan penghambat COX 2, dapat digunakan sebagai terapi add-on. Tujuan: Mengetahui manfaat celecoxib sebagai terapi add on pada depresi. Pembahasan: Depresi memiliki kaitan erat dengan proses inflamasi, yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar CRP dan sitokin pro-inflamasi, khususnya IL-6, IL-1, serta TNF-. Celecoxib bekerja menghambat sintesis PG, sehingga tidak terbentuk metabolit aktif PG yaitu PGE2 yang berperan dalam patofisiologi depresi. Celecoxib juga dapat meningkatkan neurotransmitter serotonin dan noradrenalin di SSP dan menekan aktivitas berlebih aksis HPA. Celecoxib sebagai terapi add on mengurangi skor HDRS, menurunkan kadar IL-6 serum, menunjukkan tingkat respon dan remisi lebih baik daripada anti-depresan tunggal atau plasebo. Dosis celecoxib yang paling sering digunakan untuk efek anti-depresan adalah 400 mg/hari selama 6 minggu. Celecoxib dapat ditoleransi dengan baik pada mayoritas pasien. Simpulan: Celecoxib efektif menurunkan gejala depresi, menurunkan konsentrasi sitokin pro-inflamasi dalam darah, menurunkan skor HDRS, dan dapat ditoleransi dengan baik.Background: Depression is the most frequent mood disorder. Many depression patients are not responsive to standard anti-depressant. Celecoxib, a COX-2 inhibitor, can be used as add-on therapy. Objective : To learn the benefits of celecoxib as add-on therapy for depression. Discussion : Depression is related to inflammatory processes, indicated by the elevated level of CRP and pro-inflammatory cytokines, such as IL-6, IL-1, and TNF-α. Celecoxib works by inhibiting the synthesis of PG, so no active metabolite PGE2 which has an important role in depression pathophysiology, is produced. Celecoxib also increases the production of serotonin and noradrenalin in the CNS and suppress the hyperactivity of HPA axis. Previous studies proved celecoxib as an add-on therapy reduced HDRS score, lowered the level of IL-6, increased the response and remission rate, better than placebo or a single anti-depressant. The most frequent dosage was 400mg/day for 6 weeks. Celecoxib is proved to be well tolerated in the majority of patients. Conclusion : Celecoxib is effective in reducing depression symptoms, blood pro-inflammatory cytokines concentration, HDRS score, and well tolerated.
Pengaruh Kondisi Hiperglikemia Saat Masuk RS terhadap Luaran Fungsional Pasien Stroke Iskemik di RS Bethesda Hananta Karunawan, Niyata; Taslim Pinzon, Rizaldy; Adi Saputro, Sugianto
Cermin Dunia Kedokteran Vol 43, No 2 (2016): Diabetes Mellitus
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v43i2.15

Abstract

Pendahuluan: Di Indonesia hingga tahun 2013, stroke merupakan penyebab kematian pertama di rumah sakit. Kecacatan pada pasien stroke menimbulkan biaya yang tinggi. Hiperglikemia merupakan kondisi yang sering terjadi pada stroke akut akibat respons stres tubuh. Penelitian hubungan antara kondisi hiperglikemia dengan luaran fungsional pasien stroke iskemik sebelumnya memiliki hasil yang bervariasi. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kondisi hiperglikemia saat masuk terhadap luaran fungsional pasien stroke iskemik di RS Bethesda. Metode: Penelitian observasional cross-sectional menggunakan data rekam medis 102 pasien stroke iskemik akut serangan pertama onset kurang dari 24 jam yang masuk RS Bethesda Yogyakarta. Data dianalisis univariat, dilanjutkan dengan analisis bivariat uji chi-square serta uji t-independen. Hasil: Dari 102 subjek penelitian, kondisi hiperglikemia ditemukan pada 37 pasien (36,3%). Pasien hiperglikemia dengan luaran fungsional baik sebanyak 26 pasien (35,1%) dan luaran fungsional buruk 11 pasien (39,2%). Nilai rerata gula darah pasien lebih tinggi (151,51 ± 84,67 mg/dL) pada skor mRS 0-2 (luaran fungsional baik) daripada nilai rerata gula darah (129,39 ± 40,54 mg/dL) pada pasien dengan skor mRS 3-5 (luaran fungsional buruk). Hasil analisis bivariat dengan uji chisquare menunjukkan kondisi hiperglikemia tidak berhubungan signifikan terhadap luaran fungsional pasien stroke iskemik (OR: 1,195; 95% CI: 0,488 s/d 2,927; p: 0,697). Hasil analisis bivariat menggunakan uji t-independen hasilnya nilai 0,079 (p >0,05). Simpulan: Kondisi hiperglikemia saat masuk tidak berhubungan signifi kan dengan luaran fungsional pasien stroke iskemik di RS Bethesda.