Nurmiati Amir
Department of Psychiatry, Universitas Indonesia, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Journal of the Indonesian Medical Association : Majalah Kedokteran Indonesia

KOMORBIDITAS FISIK PADA GANGGUAN BIPOLAR DI RS. DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR Tinambunan, Iriawan Rembak; Amir, Nurmiati; Budiman, Richard; Kusumaningrum, Profitasari
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 68 No 8 (2018): Journal of the Indonesian Medical Association Majalah Kedokteran Indonesia Volum
Publisher : PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Gangguan bipolar dikenal memiliki kaitan dengan berbagai komorbiditas klinis yang memengaruhi pekerjaan, kehidupan berkeluarga, dan fungsi interpersonal. Duapertiga pasien dengan gangguan bipolar memiliki komorbid yang akan memperburuk luaran gangguan bipolar dan dapat menganggu penatalaksanaan terhadap penyakitnya. Belum ada penelitian yang menggambarkan frekuensi komorbiditas fisik yang terjadi pada penderita bipolar di Indonesia. Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi sebagai rumah sakit jiwa tertua di Indonesia juga belum memiliki data mengenai jenis dan frekuensi komorbid fisik, mengingat bahwa rumah sakit ini juga menangani rawat inap umum di samping rawat inap psikiatri. Metode: Penelitian menggunakan rancangan potong lintang pada 100 orang dengan Gangguan Bipolar di Poliklinik Jiwa Dewasa dan Bangsal Psikiatri R.S. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Penelitian ini menggunakan instrument Structured Clinical Interview For the DSM-IV Axis I Disorders untuk menentukan Gangguan Bipolar, dan kriteria diagnostik sepuluh komorbid fisik yang mengacu pada kriteria diagnostik masing-masing komorbid fisik. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan bermakna antara umur dengan terjadinya komorbid fisik yaitu p= 0.001(p di bawah 0.005). Pada analisis tambahan didapatkan adanya hubungan bermakna antara pemberian obat polifarmasi/monoterapi dengan terjadinya komobid fisik terbanyak yakni hipertensi (nilai p= 0,0001). Pada sepuluh komorbid fisik yang dinilai, migrain, hipertensi dan dermatitis merupakan yang paling banyak. Kesimpulan: Hipertensi, migrain dan dermatitis merupakan tiga besar komorbid fisik di R.S. Dr. Marzoeki Mahdi Bogor. Terdapat hubungan bermakna antara umur dengan terjadinya komorbid fisik. Pemberian obat polifarmasi/monoterapi juga bermakna dalam terjadinya hipertensi. Diperlukan kewaspadaan psikiater dalam mengawasi terjadinya komorbid fisik pada gangguan bipolar di layanan psikiatri. 
HUBUNGAN ANTARA SIKAP HIGIENE TIDUR DAN FAKTOR LAIN DENGAN ANGKA KEJADIAN INSOMNIA PADA SATUAN PENGAMANAN (SATPAM) DENGAN KERJA GILIR DI PT. X H, Intan Vindalia Dian Sari; Roestam, Ambar W.; Amir, Nurmiati
Majalah Kedokteran Indonesia Vol 68 No 1 (2018): Journal of the Indonesian Medical Association Majalah Kedokteran Indonesia Volum
Publisher : PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA (PB IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Satpam dengan kerja gilir berisiko mengalami insomnia. Berdasarkan studi oleh Didi Purwanto tahun 2005 pada pekerja pabrik semen Citeureup?Bogor, prevalensi insomnia mencakup 48,1% pada pekerja gilir dan mencapai hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan pekerja non gilir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi insomnia dan faktor?faktor yang meningkatkan risiko kejadian insomnia pada satpam dengan kerja gilir di PT. X. Metode: Desain penelitian menggunakan potong lintang yang dianalisis secara analitik, melibatkan 107 satpam dengan kerja gilir. Pengambilan data menggunakan beberapa kuesioner, yaitu kuesioner Sleep Hygiene Index, kuesioner Stress Diagnostic Survey, kuesioner Insomnia Rating Scale-KSPBJ, serta wawancara menggunakan instrumen MINI. Hasil: Prevalensi insomnia pada satpam dengan kerja gilir di PT. X adalah 81,9%. Hasil analisis statistik menunjukkan sikap higiene tidur buruk meningkatkan risiko terjadinya insomnia hampir 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sikap higiene tidur baik (OR=9,820, 95%IK=1,185?81,413). Usia lebih tua, masa kerja lebih lama, pola kerja gilir iregular dan stres kerja sedang-tinggi tidak terbukti meningkatkan risiko kejadian insomnia pada satpam dengan kerja gilir (p>0,05). Diskusi: Saran bagi satpam yang menjalani kerja gilir yaitu dapat menerapkan sikap higiene tidur dengan baik. Bagi manajemen PT. X, disarankan penyuluhan berkala setiap tiga bulan sekali mengenai gangguan kesehatan akibat kerja gilir terutama insomnia dan evaluasi kesehatan pada satpam yang mengalami insomnia setiap satu hingga tiga bulan sekali.