Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

LEGAL CERTAINTY IN THE PROTECTION OF WITNESSES AND VICTIMS OF GROSS HUMAN RIGHTS VIOLATIONS Nanda Ivan Natsir
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 1, No 1 (2013): DIALEKTIKA KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.451 KB) | DOI: 10.12345/ius.v1i1.226

Abstract

Law certainty in the protection of witnesses and victims of major human rights violation. The human right is a right that every human posses by not view any difference on race, skin color, gender, language, religion, political or other opinion. The Human rights is legally covered by a Human rights law that perhaps keep individuals or group protect from actions violating basic freedom as well as dignity and prestige for human being. One of the of HR laws with existence is a Universal Declaration for Human Rights of 1948 enacted by the United Nations. For law enforcement on Human rights the Indonesian government also has another Human Rights law namely the Regulations NO. 39 of 1999 about Human Rights and the Regulations No. 26 of 2000 about Human rights Court. In addition, this Government also has already ratified some instruments of International Human rights such as a convention on Political Right of Women that ratified by the Regulations No. 68 of 1958.  Ratification is an official expression of a state for obeying without any pressure upon the content of agreement. On 17th July 1998, within a Diplomatic Conference of UN there was already resulted an important step in law enforcement for Human rights namely for agreeing Roman Statute means an agreement to establish an International Criminal Court with the intends to keep try the human criminal in action and cut off any chain on law immune. Out of 148 states of participant in conference took part and that time found at least 120 states support it, 7 to opposite and 21 abstain. There are four sorts found as a seriously violation act that regulated in Roman Statutes, they are: 1. Genocide 2. Evil on Human 3. War Evil 4. Aggression evil.   Since so many violation cases on Human right heavy on this country such as Aceh case, East Timor case, Trisakti case and so forth till today the process for completion not satisfied any more. According to Government reasonable point out for refusing to ratify the Roman Statute concerned the International Criminal Court seemly to undermine the government authority. Whereas the International Criminal Court has its complementary principle, namely the International court is only as complement for the national court system whenever our national court unable or wish no to try the suspected. In addition, if the Indonesian government may ratify the Roman Statute politically it shall give advantages for Indonesia since other see how seriously the Indonesian government to keep completion the problem of Human right violation. It is at last, the international conviction over the national court in Indonesia may get recovery according to their view.Keyword : Criminal Act, Criminal Policy
Kebijakan Aplikatif Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) Nanda Ivan Natsir
Jatiswara Vol 34 No 1 (2019): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.929 KB) | DOI: 10.29303/jatiswara.v34i1.197

Abstract

Peningkatan jumlah perdagangan orang di beberapa wilayah negara Asean terutama Indonesia yang memiliki penduduk terbesar ke-empat dunia pula dipicu oleh perkembangan teknologi sebagai basis operasional organized crime, mendorong Pemerintah Indonesia untuk memproteksi melalui pengaturan hukum yang lebih spesifik dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah, bagaimana bentuk penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (Trafficking) oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, dan apa saja kendala- kendala yang dihadapai oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat dalam penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (Trafficking).Metode penelitian digunakan adalah penelitian hukum empiris, maka teknik analisis data yang dipergunakan adalah metode kualitatif. Bentuk-bentuk tindak pidana perdagangan orang berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 yaitu: Pertama, Proses perekrutan eksploitasi seksual (prostitusi) dilakukan melalui pemberian pengaruh terhadap korban dan kelurga maupun masyarakat dengan menawarkan pekerjaan yang menguntungkan pada tempat tujuan, kemudian membuat keterikatan agar korban melakukan cara-cara yang diluar kesepakatan dan tidak bisa kembali dengan mudah ke tempat asal. Kedua, Perdagangan anak sebagai pekerja dengan memanfaatkan keterbatasan fisik dan psikologis anak untuk memenuhi tenaga kerja kasar. Ketiga, perdagangan anak melalui adopsi (pengangkatan anak) yaitu dengan memanfaatkan keterbatasan pengetahuan orang tua asli, hanya memenuhi beberapa persyaratan yang belum menjamin kepastian hukum, seperti dengan hanya menggunakan akta notaris tanpa putusan pengadilan. Keempat, Perekrutan melalui pernikahan dan pengantin pesanan yaitu perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil perempuan dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing serta perkawinan untuk memasukkan perempuan kedalam rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik yang sangat eksploitatif bentuknya, juga pengantin pesanan yang merupakan pernikahan paksa dimana pernikahannya diatur orang tua Kendala-kendala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, dalam penanggulangan tindak pidana perdagangan orange yaitu kendala dalam aspek struktur hukum (penegak hukum), sarana atau fasilitas pendukung, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Kendala struktur hukum (penegak hukum) yaitu berkaitan dengan kemampuan penegak hukum dalam memahami substansi hukum, pembacaan modus operandi, kerjasama lintas sektor dan mentalitas penegak hukum. Kendala sarana atau fasilitas pendukung yaitu berkaitan dengan penunjang operasionalisasi yang meliputi anggaran pencegahan, ketersediaan sistem dan instrumen kerjasama lintas sekto. Faktor masyarakat yaitu kesadaran hukum masyarakat dalam bekerjasama untuk menginformasikan lebih awal agen-agen pencari kerja dan kesadaran masyarakat untuk mengetahui bentuk-bentuk perdagangan orang. Faktor kebudayaan yaitu sistem pengetahuan lokal sangat dipengaruhi oleh budaya, dalam budaya masyarakat yang patriarki, masih terdapat diskriminasi gender.
Kebijakan Formulatif Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking) Nanda Ivan Natsir
Jatiswara Vol 31 No 3 (2016): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (778.065 KB)

Abstract

Crime of human trafficking (human trafficking) is a violation of human rights as a form of slavery. To encourage the Indonesian government to protect through legal arrangements with the issuance of Law No. 21 of 2007 on the Eradication of Trafficking in Persons. The focus of the issues raised in this research is how the forms of the crime of trafficking in persons under Law No. 21 of 2007, and how the criminal law policy in combating the crime of human trafficking. The results showed that the forms of the crime of trafficking in persons under Law No. 21 of 2007, namely: First, the recruitment process sexual exploitation (prostitution). Second, trafficking of children as workers, Third, child trafficking through adoption (adoption). Fourth, the policy of criminal law in combating the crime of trafficking in persons (human trafficking) are listed in the Criminal Code, RKUHP 2015, Law No. 39 of 1999 on Human Rights, Law No. 23 of 2002 on Child Protection and Law No. 21 2007 About the Crime of Trafficking in Persons which contains all provisions concerning human trafficking
Intensitas Penyelesaian Kasus Pencurian Kendaraan Bermotor Oleh Polres Mataram Abdul Hamid; Idi Amin; Nanda Ivan Natsir
Journal Kompilasi Hukum Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v4i2.20

Abstract

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis intensitas penyelesaian kasus pencurian kendaraan bermotor oleh Polres Mataram dan untuk mengetahui, dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi oleh Polres Mataram dalam mengungkap kasus pencurian kendaraan bermotor (roda dua). Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian hukum empiris dengan metode pendekatan yaitu pendekatan undang-undang, pendekatan konsep dan pendekatan sosiologis. Sumber data yaitu data kepustakaan dan data lapangan. Sedangkan tehnik pengumpulan data yaitu dengan studi dokumen dan wawancara. Sedangkan analisis data yaitu dengan menggunakan analisis diskriptif kualitatif. Berdasarkan kajjian yang dilakukan, penelitian ini menemukan beberapa temuan sebagai berikut: pertama, intensitas penyelesaian kasus pencurian sepeda motor oleh Polres Mataram masih sangat rendah dan masih belum efektif. Hal ini dilihat dari jumlah laporan kasus yang masuk sejak 2018 hingga Agustus 2019 490 kasus dan dapat dilanjutkan ke P21 hanya 111 kasus (22,65%); kedua, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh penyidik Polres Mataram dalam mengungkap kasus pencurian kendaraan bermotor adalah sebagai berikut: kurangnya personil penyidik yang ada di Polres Mataram; minimnya barang-barang bukti; sulitnya untuk mendapatkan barang bukti; dan banyak para pelaku pada umumnya datang dari luar wilayah hukum Polres Mataram.
Penegakan Hukum Dalam Penyelesaian Konflik Komunal Nanda Ivan Natsir
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 3 No. 2 (2022): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konflik pada dasarnya adalah ciri dinamika masyarakatnya, untuk memperoleh keadaan yang lebih baik. Konflik terjadinya mulai dari yang ringan dan tersembunyi hingga tingkat yang berat dan terbuka. Konflik diartikan sebagai bentuk pertentangan antara satu dengan pihak lainnya. Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia dengan tingkat konflik yang cukup tinggi. Konflik yang terjadipun sangat variatif mulai dari persoalan agama, etnis, suku, pengelolaan sumber daya ekonomi maupun politik, kesenian dan budaya. Dari latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penyuluhan ini adalah, faktor- faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik antar kelompok dan bagaimanakah upaya penganggungan terjadinya konflik antar kelompok di Desa Perempuan Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Penyuluhan ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan gambar, kata-kata disusun dalam kalimat, misalnya kalimat hasil wawancara antara penuluh dengan informan. Hasil penyuluhan ini menunjukkan bahwa setelah adanya penyuluhan hukum, Masyarakat di desa Perampuan Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat menjadi lebih memahami upaya penanggulangan konflik antar kelompok, bahkan masyarakat mengharapkan tindak lanjut dari penyuluhan hukum ini dengan dapat dijadikan rekomendasi bagi pemerintah, kepolisian, tokoh fungsionaris dan seluruh elemen masyarakat, guna mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam masyarakat.