Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Memahami Konsepsi “Kafir” pada Organisasi Keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah di Media Sosial Abdul Wahid; Fariza Yuniar Rakhmawati; Nia Ashton Destrity
KOMUNIKATIF : Jurnal Ilmiah Komunikasi Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi UKWMS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jk.v9i2.2371

Abstract

Radikalisme muncul dan berkembang di latar sosial berbeda. Di Asia, radikalisme muncul dalam bentuk identitas kelompok agama seperti ekstrem Buddha di Myanmar, ekstrem Hindu di India, dan militan Muslim di Timur Tengah dan Asia, termasuk Indonesia. Pada perkembangannya, radikalisme mewujud dalam bentuk pelabelan seperti “kafir” yang membawa konsekuensi pada diskriminasi, terutama pada kelompok non-muslim. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga mengambil peran dalam penggunaan istilah ini. Riset ini berupaya untuk mengungkap konstruksi “kafir” oleh media di organisasi keagamaan melalui pendekatan semiotika struktural Saussure. Hasil riset menunjukkan bahwa organisasi Islam NU dan Muhammadiyah memiliki konstruksi berbeda terhadap istilah “kafir”. NU menyepakati bahwa terdapat dua konteks yang berbeda dalam penggunaan istilah “kafir”, yaitu dalam konteks keimanan (agama) dan konteks bernegara. NU merekomendasikan untuk menghilangkan penggunaan istilah “kafir” bagi non-muslim dan menggantinya dengan istilah muwathinun (warga negara) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbeda dengan NU, Muhammadiyah menekankan bahwa penggunaan istilah “kafir” memiliki kecenderungan merujuk kepada non-muslim. Istilah “kafir” tidak boleh dihilangkan dalam ajaran Islam, namun penyebutan “kafir” perlu digunakan secara bijak. Komunikasi menjadi perantara sentral dalam diskursus tentang politik identitas di Indonesia.
DAMPAK SOSIAL TEKNOLOGI KOMUNIKASI BARU: MEMIKIRKAN ULANG KONSEP COPYRIGHT DI INTERNET Abdul Wahid
SOURCE : Jurnal Ilmu Komunikasi Source : Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 6 Nomor 1 April 2020
Publisher : Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/source.v6i1.1761

Abstract

Permasalahan hak cipta terus melahirkan perdebatan cukup panjang sejak gagasan ini pertama kali dikenalkan pada abad 18. Beberapa aspek seperti diversitas budaya, penyebaran pengetahuan, fair use, kontrol dan monopoli karya, sampai durasi berlakunya hak cipta merupakan domain permasalahan yang masih diberdebatkan hingga saat ini. Aktivitas saling berbagi antar pengguna (peer to peer) di internet dinilai sebagai pelanggaran hak cipta. Padahal, aktivitas tersebut juga dilakukan dalam dunia nyata sebagai bentuk penggunaan wajar, sama seperti meminjamkan buku yang telah dibeli.  Jika kegiatan saling berbagi antar pengguna di internet ini didefinisikan sebagai pelanggaran hak cipta, maka sebenarnya di ranah media baru hukum bekerja secara lebih dalam; mengatur kebiasaan yang tidak diatur dalam kehidupan nyata. Melihat permasalahan tersebut, paper ini berusaha menganalisis dengan fokus spesifik: meninjau ulang konsep hak cipta dalam media baru. Tesis utama dari paper ini berusaha untuk mengkontekstualisasikan isu hak cipta sesuai dengan era perkembangan dan inovasi teknologi yang tak terelakkan. Untuk itu, beberapa hal akan dijabarkan; dampak sosial teknologi komunikasi, konteks sosial perkembangan internet, teknologi dan karya cipta, copyright, dan kritik terhadap copyright. Tinjauan kritis ini akan melahirkan gagasan alternatif mengenai konsep copy right ketika diterapkan dalam media baru.
RADIKALISME DI MEDIA SOSIAL: PENYEBUTAN DAN KONTEKS SOSIAL PENGGUNAANNYA Abdul Wahid; Nia Ashton Destitry; Fariza Yuniar Rakhmawati
Jurnal InterAct Vol. 9 No. 1 (2020): Jurnal InterAct
Publisher : School of Communication - Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/interact.v9i1.1711

Abstract

Radicalism is often only placed face to face between radical groups versus the state. In fact, radicalism is not only born because of the contradiction between the two but involves the mediation of ideas through social media. This paper seeks how the discourse of radicalism on social media by content analysis method on social media during August-September 2018. This study reveals that radicalism on social media is not only related to religious issues. Some of the other issues attributed to radicalism are about elections, politics, government, criminality, and other social issues. The various contexts of the radicalism talks often do not refer to major events, but radicalism is associated with other contexts unrelated to the main event as a reference. This shows how social media is becoming an intermediary for biased "radicalism" discourse.