Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PERPINDAHAN PANAS PADA AEROPONIK CHAMBER DENGAN APLIKASI ZONE COOLING Eni sumarni
Jurnal Biofisika Vol. 9 No. 1 (2013): Jurnal Biofisika
Publisher : Jurnal Biofisika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.329 KB)

Abstract

Energy  cooling  zone  on  aeroponics  system  for  seed  potato  production  in  the lowland  humid  tropics  can  be  analyzed  based  on  the  principle  of  heat  transfer. Heat transfer  occurring  radiation,  conduction, and convection.  From the calculation of electrical load aeroponics system with cooling zone for seed potato production in lowland  obtained  that the  cooling  zone  temperature of 10°C  requires  the greatest energy. The amount of electrical energy use on a daily average aeroponic chamber amounted to  0.132 kWh/m2 control,  a temperature of 15°C  for  0590  kWh/m2 and a temperature of 20°C for 0439 kWh/m2
POTENSI PERTUMBUHAN PURWOCENG DENGAN TEKNIK IRIGASI TETES, NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) DAN PENANAMAN DI LAHAN TERBUKA Eni Sumarni; Loekas Soesanto; Noor Farid; Hanif Nasiatul Baroroh
JURNAL LITBANG PROVINSI JAWA TENGAH Vol 16 No 2 (2018): Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rendahnya hasil dan kualitas purwoceng pada penanaman secara konvensional di lahan terbuka dapat diatasi dengan aplikasi teknologi hidroponik di dalam greenhouse. Teknologi hidroponik di dalam greenhouse memungkin pengendalian tanaman secara terkontrol, panen lebih terencana dan mengurangi hama dan penyakit. Hasil penelitian produksi purwoceng secara hidroponik melalui teknik irigasi drip dan NFT secara terpisah sudah dilakukan. Hasil kajian produksi purwoceng dengan teknik hidroponik nutrient film technique (NFT) menunjukkan bahwa purwoceng sensitif terhadap air yang tersirkulasi. Tanaman purwoceng layu pada sistem NFT mencapai 40%. perlu kajian lanjut bagaimana teknik hidroponik irigasi drip, NFT dan di lahan terbuka terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman purwoceng. Tujuan dari penelitan adalah mendapatkan pengaruh irigasi drip, NFT dan lahan terbuka terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang tanaman purwoceng di musim kemarau. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan. Iklim mikro di dalam dan luar greenhouse yang diamati meliputi suhu udara dan kelembapan udara. Data pertumbuhan dianalisis dengan uji F dan dilanjutkan uji DMRT taraf 5%. Variabel pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi tanaman dan jumlah cabang. Produksi purwoceng menggunakan sistem irigasi drip, sistem NFT dan lahan terbuka memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan purwoceng. Irigasi drip di dalam greenhouse menghasilkan rata-rata tinggi tanaman dan jumlah cabang tertinggi dibandingkan teknik NFT dan di lahan terbuka. Penanaman purwoceng dengan irigasi drip menunjukkan hasil tertinggi, yaitu 14 buah. Jumlah cabang tanaman purwoceng di lahan terbuka rata-rata mencapai 6,9 buah. Teknik NFT menghasilkan jumlah cabang terendah yaitu 3,9 buah.
Modifikasi Iklim Mikro pada Bawang Merah Hidroponik dalam Rangka Memperoleh Bibit Bermutu Agus Margiwiyatno; Eni Sumarni
Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 25 No. 1 (2011): Jurnal Keteknikan Pertanian
Publisher : PERTETA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.839 KB) | DOI: 10.19028/jtep.025.1.%p

Abstract

Abstract Red Onion is one of prime commodities in Indonesia and the seed production has been efforted for gaining higher quality and healthy seed. Considering this matter, hydrophonic culture in a greenhouse could be applied for this purpose. Micro climate has to be controlled for giving favourable environment for growth of the Red Onion.  Micro climate control in root zone (zone cooling) is an alternative for efficient use of energy in the greenhouse.  Objective of this research was to find nutrient and medium cooling temperature favourable for hydrophonic of Red Onion. The experiment involved 2 factors : cooling temperature (18oC,21oC,24oC, and no cooling) and planting médium (husk charcoal, cocopeat, cocopeat + sand).  The results indicated that use of husk charcoal and cooling at 240C gave highest yield.  The  greatest number of leaves was gain when the cooling temperature was 240C, while the lowest was at 180C. Big size tubers were found when husk charcoal was used as medium while the smallest size tubers when the cocopeat was used. The highest wet weight of tubers were gained when husk charcoal with cooling temperature at 240C, however the cooling temperature has not yet significantly increase the number of tubers. Keywords : zone cooling, hydrophonic, red onion Abstrak Bawang Merah merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan produksi benihnya terus diupayakan untuk mendapatkan benih yang berkualitas dan sehat.  Sehubungan dengan hal ini, budidaya hidroponik dalam suatu rumah kaca dapat diterapkan untuk keperluan tersebut.  Iklim mikro harus dikontrol untuk memberikan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan Bawang Merah.  Pengontrolan iklim mikro pada zona perakaran (zone cooling) merupakan salah satu alternatif untuk penggunaan energi secara efisien dalam rumah kaca.  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan nutrisi dan suhu media pendingin yang sesuai untuk budidaya hidropinik Bawang Merah.  Percobaan melibatkan 2 faktor : suhu pendinginan (18oC,21oC,24oC, dan tanpa pendinginan) dan media tanam (arang sekam, cocopeat, dan cocopeat+pasir).  Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan arang sekam dan pendinginan pada suhu 24 0C memberikan hasil panen tertinggi.  Jumlah daun terbanyak diperoleh suhu 24 0C, sedangkan jumlah yang paling sedikit diperoleh pada suhu 18 0C.  Umbi ukuran besar diperoleh pada penggunaan arang sekam sebagai medium sedangkan ukuran umbi terkecil diperoleh pada penggunaan cocopeat.  Bobot basah umbi terbesar diperoleh pada penerapan arang sekam dan suhu pendinginan 24 0C, namun suhu pendinginan tersebut belum secara nyata meningkatkan jumlah umbi. Kata kunci : zone cooling, hidroponik, bawang merah. Diterima: 22 September 2010; Disetujui: 23 Februari 2011
Pemanfaatan Lahan Pekarangan Daerah Perkotaan Melalui Pemberdayaan Masyarakat dan Teknologi Hidroponik Skala Kecil Susanto B. Sulistyo; Pepita Haryanti; Eni Sumarni; Krissandi Wijaya
JPPM (Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat) VOL. 5 NOMOR 2 SEPTEMBER 2021 JPPM (Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat)
Publisher : Lembaga Publikasi Ilmiah dan Penerbitan (LPIP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.652 KB) | DOI: 10.30595/jppm.v5i2.10398

Abstract

Teknik hidroponik merupakan teknik budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah. Budidaya tanaman ini tidak memerlukan lahan yang luas, bisa juga dilakukan di pekarangan atau di teras rumah sehingga sistem hidroponik bisa digunakan untuk mengatasi masalah kekurangan lahan. Seperti halnya perumahan-perumahan di perkotaan pada umumnya, rumah-rumah di perumahan Sapphire Regency mempunyai lahan pekarangan yang relatif sempit dan terbatas. Lahan pekarangan yang sempit menjadikan pemanfaatannya kurang maksimal. Warga perumahan juga pada umumnya belum memiliki pengetahuan tentang cara pembuatan dan instalasi hidroponik untuk tanaman sayuran. Dari permasalahan mitra tersebut, solusi yang ditawarkan dari kegiatan pengabdian ini adalah kegiatan alih teknologi tentang pemanfaatan lahan pekarangan dan pembuatan instalasi hidroponik skala kecil (Small-Scale Hydroponics Farming System). Hasil kegiatan pengabdian menunjukkan bahwa minat masyarakat sasaran sangat tinggi terhadap budidaya tanaman secara hidroponik dengan memanfaatkan halaman rumah daerah perkotaan yang tidak terlalu luas, serta pemahaman masyarakat terhadap budidaya tanaman secara hidroponik meningkat dengan adanya kegiatan penyuluhan dan alih teknologi.
G0 Seed Potential of The Aeroponics Potatoes Seed In The Lowlands With A Root Zone Cooling Into G1 In The Highlands Eni Sumarni; Noor Farid; Arifin Noor Sugiarto; Arief Sudarmadji
Rona Teknik Pertanian Vol 9, No 1 (2016): Volume 9, No. 1, April 2016
Publisher : Department of Agricultural Engineering, Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17969/rtp.v9i1.4380

Abstract

Abstract. In tropical country likes in Indonesia, potato seeds that originated from temperate zone can only be produced in low temperature of highland. Besides this way has many limitation of productivity, it often causes soil erosion. To minimize environment destroying risk tuber seed production in lowland is a challenge. This research was done to trace that modified root zone cooling method of aerophonic system can be applied to produce high quality of tuber seeds in lowland. The First Generations (G0) of var. Atlantic and var. Granola were used as plant materials, and randomized block design (RBD) with four replications was applied in this research. Data regarding with vegetative as well as tuber production parameters were analyzed using Coefficient of variance (ANOVA) and continued with the least significant difference test (LSD; p = 5%). The results showed that aerophonic generated seeds (G0) had vigorous growth and could produce the normal G1. In term of tuber yield component and number of leaves var. Atlantic showed higher than var. Granola did. The comparison of seed weight between G0 and G1 was about 10 grams and 54 g on average, respectively. Since the size and weight of such G1 could be categorized as Large (L) in term of commercial seed market, It’s implied that the lowland modified aerophonic system could be nominated as a prospective method for producing G0 tuber seed in the future.  Potensi Bibit G0 Dari Bibit Kentang Aeroponik Di Dataran Rendah Dengan Akar Zona Pendingin Menjadi G1 Di Dataran Tinggi Abstrak. Di negara tropis seperti di Indonesia, bibit kentang yang berasal dari zona sedang hanya dapat diproduksi pada suhu rendah di dataran tinggi. Selain itu cara ini memiliki banyak keterbatasan produktivitas dan sering menyebabkan erosi tanah. Meminimalkan resiko dampak kerusakan lingkungan akibat produksi benih umbi di dataran rendah adalah sebuah tantangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji bahwa metode zona akar pendingin sistem aeroponik dapat diterapkan untuk menghasilkan benih umbi kentang kualitas tinggi di dataran rendah. Generasi Pertama (G0) dari var. Atlantik dan var. Granola digunakan sebagai bahan penelitian, dan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan digunakan dalam penelitian ini. Data mengenai vegetatif serta parameter produksi umbi dianalisis menggunakan Koefisien varians (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji BNT (LSD; p = 5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aeroponik biji yang dihasilkan (G0) memiliki pertumbuhan yang kuat dan bisa menghasilkan G1 yang normal. Dari segi produktivitas dan jumlah daun, var. Atlantic menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi serta jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan var. Granola. Perbandingan berat biji antara G0 dan G1 adalah rata-rata sekitar 10 gram dan 54 g untuk masing-masing generasi. Ukuran dan berat dari G1 tersebut dapat dikategorikan sebagai ukuran besar dan berpotensi komersial untuk dipasarkan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sistem aeroponik dataran rendah termodifikasi bisa diterapkan sebagai metode prospektif untuk memproduksi benih umbi kentang G0 di masa depan.