Amir Razak
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

GANRANG PA’BALLE DALAM RITUAL ACCERA’ KALOMPOANG DI KALANGAN BANGSAWAN GOWA - SULAWESI SELATAN Razak, Amir
Ekspresi Seni Vol 13, No 1 (2011): Ekspresi Seni
Publisher : Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1022.993 KB) | DOI: 10.26887/ekse.v13i1.192

Abstract

Ganrang Pa‟balle is an ensemble consisting of two pairs of ganrang (drum), a piuk-puik (flute), and a dengkang (gong). This ensemble is usually performed in traditional or ritual ceremonies among Makassar ethnic group. Among the aristocrat group, this music is routinely performed each year in the ritual ceremony to clean Gowa kingdom‟s royal objects, which is usually called upacara accera’ kalompoang. The presentation of Ganrang Pa‟balle has structured patterns of rhythm. The patterns are Tunrung balle sumange’ (to boost the spirit or soul), tunrung rua (two-rhythm stroke), and tunrung pakanjara (pakanjara stroke). The three patterns must be played with a structure in a kalompoang ritual ceremony. Apart from a ritual ensemble, Ganrang Pa‟balle is also considered as a heritage of Gowa kingdom (kalompoang). Non-existence of this music in a ritual ceremony is believed to be a problem in kalompoang. Without the sound of the drum, the ceremony will lose its spirit. In addition to that, it will dishonor the spirit of the late aristocrats which is believed to be residing in every royal objects.  
Fungsi Musik Dayak Kanayatn Amir Razak; Ferdinand Ferdinand
SELONDING Vol 15, No 1 (2019): Maret 2019
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.239 KB) | DOI: 10.24821/selonding.v15i1.3109

Abstract

Kanayatn Dayak music in the anthro-social aspect experienced a multiplication of functions caused by sublimation of local musical genius intra-extras and the human needs of the community, where until now the description of ethnic music, especially Dayak Kanayatn is still not widely explained in the cultural context, so this research focuses on describing functions of Dayak kanayatn music in community activities.Qualitative narrative is an effort to describe the process or function of Dayak Kanayatn music so that it can provide interpretation in accordance with facts in the community, where data collection is through literature study, observation and documentation while data analysis uses domain interpretation techniques.The results showed that Dayak Kanayatn music had several functions including; entertainment facilities, commodification of tourism, ratification of social institutions, integration of social groups, propaganda media, local cultural identity, informal education facilities.
SAPE' SEBAGAI SUMBER INSPIRASI PENCIPTAAN MUSIK ETNIS "MANAI" Nadia Anjani; Warsana Warsana; Amir Razak
SELONDING Vol 18, No 1 (2022): : Maret 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sl.v18i1.5858

Abstract

Sape’ merupakan sebuah instrumen musik yang menurut kepercayaan masyarakat hanya boleh dimainkan oleh kaum laki-laki, terlarang jika dimainkan oleh perempuan. Konteks akademis, terdapat fenomena perempuan yang mulai mempelajari sape’, terlihat begitu anggun dan mempunyai wibawa. Paradigma ini menjadi sebuah permasalahan yang menarik untuk diangkat dalam komposisi musik etnis yang berjudul Manai. Sebagai bentuk representasi kritis posisi perempuan terhadap laki-laki dalam memainkan Sape’. Berdasarkan pengamatan pengkarya, sangat penting untuk dipublikasikan sebagai pengetahuan budaya, serta sebagai contoh kepada khalayak betapa pentingnya posisi perempuan dalam menstransmisikan, mempertahankan identitas sebuah budaya masyarakat. Metode yang digunakan dalam proses penciptaan musik etnis yang berjudul Manai mengacu pada teori Alma M. Hawkins. Teori ini berisi tentang proses penciptaan yaitu Eksplorasi, Improvisasi, dan pembentukan.Penyajian komposisi Manai merupakan perpaduan dari instrumen etnis Nusantara, instrumen barat dan vokal. Selain itu, Sape’ Leto merupakan pola permainan utama dari karya ini yang berasal dari suku Dayak Kenyah sebagai pendukung terciptanya komposisi musik etnis yang berjudul Manai. Secara garis besar nuansa dalam karya ini merupakan representasi dari peristiwa yang terjadi pada sosok gadis Dayak yang terdiri dari tiga bagian yaitu kelahiran, kehidupan, dan kesedihan. Kata Kunci: Manai, Sape’. Maskulinitas.
PERUBAHAN GENRANG PALILI’ DALAM RITUAL ADAT MAPPALILI’ DI KELURAHAN BONTOMATE’NE KECAMATAN SEGERI KABUPATEN PANGKAJE’NE DAN KEPULAUAN SULAWESI SELATAN Agim Gunawan; Ela Yulaeliah; Amir Razak
SELONDING Vol 19, No 2 (2023): September 2023
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sl.v19i2.7743

Abstract

ABSTRAKGenrang palili’ merupakan ansambel musik yang memiliki peran penting dalam ritual adat Mappalili’ di Kelurahan Bontomate’ne, Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkaje’ne dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Ritual ini menyangkut keselamatan dan kemakmuran masyarakat Bontomate’ne, terutama agar terhindar dari penyakit, bencana, serta gangguan hama dari segi pertanian. Mappalili’ merupakan ritual adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Bontomate’ne, dengan tujuan mengarak alat kerajaan berkeliling kampung, dalam hal ini ialah rakkala (alat bajak). Seiring berjalannya waktu, terdapat perubahan-perubahan yang terjadi di dalam Mappalili’, baik itu perubahan secara musikal, maupun non musikal. Perubahan tersebut dibagi menjadi faktor eksternal, yaitu perubahan yang terjadi akibat masuknya teknologi dan globalisasi ke dalam masyarakat, dan faktor internal, yaitu perubahan karena pemilik kebudayaan itu sendiri.