This Author published in this journals
All Journal Forum Arkeologi
I Wayan Sumerata
Balai Arkeologi Bali

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

TABUH RAH DALAM PRASASTI BATUR PURA ABANG A I Wayan Sumerata
Forum Arkeologi VOLUME 24, NOMOR 1, APRIL 2011
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3418.669 KB) | DOI: 10.24832/fa.v24i1.508

Abstract

MAKNA RELIEF BIMA SWARGA DI PURA DALEM PENUNGGEKAN, KABUPATEN BANGLI, BERDASARKAN SUMBER TEKSTUAL I Wayan Sumerata
Forum Arkeologi VOLUME 25, NOMOR 3, NOVEMBER 2012
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3120.83 KB) | DOI: 10.24832/fa.v25i3.609

Abstract

Indonesia has various cultural products. One of the cultural products is relief carved on the walls of some temple and pura (shrine). Unfortunately, up to present time, the archaeologists tend to study relief carved on giant cultural objects such as Borobudur, Prambanan, Mendut and other giant temples. This study discusses about the origin and the symbolic meaning of the relief as cultural products located at Pura Dalem Penunggekan, Bangli Regency. This study uses the simbolic approach. The data were collected by using the method of observation, translation, interview and study of literature. This study shows that the origin of the relief has a closed relation to text element as the source of the relief. The simbolic meaning of the relief is faithfulness and karma. Indonesia memiliki produk kebudayaan yang beragam. Salah satu produk kebudayaan itu adalah relief yang terdapat di berbagai bangunan candi dan tempat ibadah (pura). Selama ini ada ketimpangan dalam studi, ahli purbakala yang cenderung mempelajari dan meneliti relief yang terpahat di berbagai candi, seperti candi Borobudur, candi Prambanan, candi Mendut, dan candi-candi besar lainnya. Tulisan ini akan membicarakan asal-asul dan makna simbolik relief sebagai produk kebudayaan yang ada di Pura Dalem Penunggekan, Kabupaten Bangli, menggunakan pendekatan simbolik dengan metode observasi, transliterasi, wawancara, dan studi pustaka. Penelitian ini memperlihatkan bahwa asal-usul relief berkaitan erat dengan unsur teks yang menjadi sumber dari relief, sedangkan makna simbolik yang terdapat dalam relief adalah kesetiaan dan hukum karma.
CANDI KETHEK: KARAKTER DAN LATAR BELAKANG AGAMA Heri Purwanto; Coleta Palupi Titasari; I Wayan Sumerata
Forum Arkeologi VOLUME 30, NOMOR 2, OKTOBER 2017
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1704.012 KB) | DOI: 10.24832/fa.v30i2.226

Abstract

Each temple building has style and character building its own and built on background a reliegion. As submitted by Soekmono that the temple located in central Jawa with temple in eastern Jawa has style that is different, foundation worship of different. This article presented characters and religious background of Kethek Temple. Goal was to provide information about history of Gunung Lawu. Data collection was done through observation and literature review. Data analysis was using qualitative, comparative, and kontekstual with symbol theory. Result showed that Kethek Temple has special characteristic; is structured from unprocessed andesite. It utilized the wide natural rock order for terrace border, likes was seen on second and third terrace. Religious background Kethek Temple is Hindu. This was based from finding of turtle sculpture in which is symbol Vishnu. Elements worships toward accentors were still visible, considering terraces is form mountain in which was believed as place where the soul of ancestors live. Setiap bangunan candi memiliki gaya dan karakter bangunan tersendiri dan dibangun atas latar belakang agama tertentu. Salah satunya Candi Kethek, yang juga memiliki gaya, karakter, dan latar belakang agama tertentu. Atas pernyataan itu, maka penelitian ini berusaha mengungkap karakter bangunan dan latar belakang agama yang mendasari pendirian Candi Kethek. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi dan kajian pustaka. Analisis yang digunakan ialah kualitatif, komparatif, dan kontekstual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Candi Kethek mempunyai karakter yang khusus, yaitu tersusun oleh batuan andesit yang tidak mengalami pengerjaan secara menyeluruh. Memanfaatkan tatanan batuan alam yang cukup besar untuk memberi batas teras, seperti yang terdapat pada teras dua dan tiga. Latar belakang agama Candi Kethek bersifat Hinduistik. Hal ini bersandar pada temuan arca kurakura yang merupakan simbol dari Wisnu. Anasir pemujaan terhadap roh nenek moyang juga masih terlihat. Mengingat teras berundak merupakan wujud dari gunung, yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya leluhur yang telah meninggal.
MAKNA SAPATHA PADA PRASASTI SUKAWANA I Wayan Sumerata
Forum Arkeologi VOLUME 29, NOMOR 3, NOVEMBER 2016
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (847.529 KB) | DOI: 10.24832/fa.v29i3.90

Abstract

Weak social control in the past caused the king issued sapatha which listed in an inscription. This research aims to reveal the meaning of sapatha and the elements which influence it. Therefore, understanding of sapatha will be known overall and understood by people especially those who inherited it. Data were collected through observation, direct reading, and literature study related to inscription researches in Kintamani area. The data were analyzed based on inscription analysis technic with some steps namely source identification through transliteration and translation. Data interpretation was done by generally describing groups of inscription which contain sapatha and presented descriptive-qualitatively. Groups of Sukawana Inscription which contain sapatha are inscriptions of Sukawana AII which was issued by King Anak Wungsu dated from 976 Saka or 1054 A.D and Sukawana D which was issued by King Patih Kebo Parud. Sapatha is a social control which contains several meanings namely power, religion, and law. Those meanings show the greatness of the power domination in any interest. Kontrol sosial yang sangat lemah pada masa lalu menyebabkan raja mengeluarkan sapatha yang dicantumkan dalam sebuah prasasti. Penelitian ini bertujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam sapatha dan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Dengan demikian pemahaman terhadap sapatha akan diketahui secara menyeluruh dan dapat memberikan pengertian terhadap masyarakat, khususnya masyarakat yang mewarisinya. Tahap pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan dan pembacaan langsung, serta studi kepustakaan terhadap berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian prasasti di wilayah Kintamani. Tahap analisis data dilakukan berdasarkan teknik analisis prasasti dengan tahapan seperti identifikasi sumber melalui alih aksara dan alih bahasa. Tahap penafsiran data dilakukan dengan memaparkan isi secara umum kelompok Prasasti yang memuat tentang sapatha, dan disajikan secara deskriptifkualitatif. Kelompok Prasasti Sukawana yang memuat tentang sapatha adalah prasasti Sukawana AII yang dikeluarkan oleh raja Anak Wungsu berangka tahun 976 Saka atau 1054 dan prasasti Sukawana D yang dikeluarkan oleh Raja Patih Kebo Parud. Sapatha merupakan sebuah kontrol sosial yang mengandung beberapa makna seperti makna kekuasaan, religi, dan hukum. Semua makna tersebut menunjukkan besarnya dominasi kekuasaan dalam bebagai kepentingan.
SEJARAH DAN PROSPEK PENGEMBANGAN SITUS KAPAL KARAM WAIRTERANG, SIKKA, NUSA TENGGARA TIMUR I Wayan Sumerata; Ida Ayu Gede Megasuari Indria; Ulung Jantama Wisha
Forum Arkeologi VOLUME 32, NOMOR 1, APRIL, 2019
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5209.814 KB) | DOI: 10.24832/fa.v32i1.559

Abstract

Indonesia has very large water areas and dense maritime activities which is very rich in underwater archeological remains. These artefacts certainly have the significance value of history, science, and culture. One of the potential underwater archaeological remains found is the site of Waiterang shipwreck in Sikka District, East Nusa Tenggara Province. This paper aims to determine the importance of the shipwreck, therefore public could understand the historical event which happened there. Data collection is done through exploration, surveys, interviews, and then associated with relevant literatures. Exploration is carried out on primary archeological data and environmental data at the seabed and the surrounding area. Land surveys are carried out to observe archaeological remains in this area, while underwater surveys are carried out by diving techniques using SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus) equipment. The data were analyzed by descriptive, comparative, and oceanographic analysis methods. The results showed that the ship sunken during the Japanese occupation of Indonesia. The existence of a shipwreck at Wairterang has potential development of special interest of the underwater tourism and local history subject for educational purposes. Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas dan aktivitas maritim yang padat sehingga sangat kaya akan tinggalan arkeologi bawah air. Tinggalan tersebut tentunya memiliki siginifikansi informasi yang berkaitan dengan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Salah satu potensi tinggalan arkeologi bawah air yang ditemukan adalah situs kapal karam Waiterang yang terdapat di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai penting dari kapal karam tersebut agar dipahami oleh masyarakat bahwa pada masa lalu di wilayah ini pernah terjadi suatu peristiwa sejarah. Pengumpulan data dilakukan melalui eksplorasi, survei, wawancara, dan kemudian dikaitkan dengan literatur yang relevan. Eksplorasi dilakukan terhadap data arkeologi primer dan data lingkungan, yaitu artefak-artefak di dasar laut dan kawasan sekitarnya. Survei darat dilakukan untuk mengobservasi tinggalan arkeologi yang terdapat di wilayah ini, sedangkan survei bawah air dilakukan dengan teknik selam dengan menggunakan alat SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan metode analisis deskriptif, komparatif, dan analisis oceanografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapal tersebut karam pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Keberadaan kapal karam di Wairterang tersebut memiliki potensi untuk pengembangan wisata bawah air minat khusus dan juga perlu ditambahkan dalam mata pelajaran sejarah lokal di daerah.
ARCA BERCORAK SIWAISTIS DI KOTA DENPASAR, BALI I Wayan Sumerata; Dewa Gede Yadhu Basudewa
Forum Arkeologi VOLUME 29, NOMOR 2, AGUSTUS 2016
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (839.179 KB) | DOI: 10.24832/fa.v29i2.188

Abstract

This research aims to reconstruct the cultural history, and to describe the cultural change of human in the past, and also to provide data regarding the history of figurine art development, particuarly figurine with sivaistic features, in Denpasar. Data were collected through observation, interview, and literature study, and analyzed using qualitative and iconographic analysis. The result of this research shows that figurines with sivaistic features in Denpasar are distributed in ten religious places. The types of figurines which have sivaistic features are Durga, Ganesha, lingga-yoni, lingga, yoni, priest figurine, and Nandi. Up to now, those figurines are still used for religious activities, and as media to connect with God. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi sejarah kebudayaan, dan menggambarkan proses perubahan budaya manusia masa lampau, serta memberikan sumbangan data mengenai sejarah perkembangan seni arca, khususnya yang bercorak Siwaistis, di Kota Denpasar. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan studi kepustakaan, serta dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan ikonografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arca bercorak Siwaistis di Kota Denpasar tersebar pada sepuluh tempat suci. Jenis arca bercorak Siwaistis yang ditemukan adalah arca Dewi Durga, arca Ganesha, lingga-yoni, lingga, yoni, arca pendeta, dan arca Nandi. Sampai saat ini, arca-arca tersebut masih difungsikan dan dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, sekaligus sebagai media untuk menghubungkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.