Nuning Yanti Damayanti
Institut Teknologi Bandung

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

SISYPHEAN -, Kusbandono; Damayanti, Nuning Yanti
Visual Art Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Manusia, adalah mahluk yang misterius, dalam hal spiritualitas dan keyakinan. Keyakinan dengan sebuah paham yang dijunjung tinggi oleh mereka membuat mereka sangatlah unik, dan beragam. Keberagaman manusia dalam hal spiritual penulis tafsirkan sebagai sebuah fenomena unik dan cukup memprihatinkan, bagi batin penulis, dimana consciousness dan well-being seorang manusia seakan-akan dapat mencapai tingkat tertinggi jika manusia tersebut menyerah terhadap kegiatan yang menjauhkan mereka dari hal-hal tersebut. Masalah spiritualitas manusia yang penulis angkat dalam Tugas Akhir ini merupakan sebuah bentuk pembahasan atas situasi dan permasalahan spiritual dalam masyarakat sekitar. Dilatarbelakangi oleh rasa aman yang semu akan kehidupan dan kematian, dan situasi masyarakat yang tidak kondusif dan tidak suportif dalam membahas hal tersebut, penulis mencoba mempertanyakan kembali interaksi manusia tentang kepuasan dirinya terhadap spiritualitas dan proses pencarian makna hidup mereka.Pengerjaan karya ini menggunakan teknik separasi cahaya, dimana spektrum warna diaplikasikan dalam instalasi lampu kepada karya digital imaging, lalu instalasi 3 dimensi juga dibuat, untuk kepentingan konsep utama, dan disesuaikan kepada kebutuhan estetis pribadi penulis. Penulis berharap karya ini dapat mengekspresikan opini personal penulis yang berbentuk pertanyaan kepada masyarakat luas/ apresiator.
REAKTUALISASI DIRI Tejawati, Risa Tania; Damayanti, Nuning Yanti
Visual Art Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Pencitraan, peran dan status sebagai perempuan, telah diciptakan oleh sekelompok manusia/etnik di wilayah bangsa manapun di dunia. Dalam kebudayaan tradisional Indonesia di suatu masa, peran gender ditentukan oleh norma dan kepercayaan bernama patrialisme. Perempuan diposisikan sebagai “subordinat”, bukannya “kordinat”. Implikasi dari konsep dan naluri tentang kedudukan antara laki laki dan perempuan yang tidak seimbang telah menjadi kekuatan di dalam pemisahan sektor kehidupan ke dalam sektor “domestik” dan sektor “publik”. Perempuan yang tidak memiliki sumber penghasilan menjadi tergantung secara ekonomi terhadap laki-laki dan rentan terhadap tindak dominasi. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perempuan menyerah pada tradisi itu sendiri. Namun, dalam kehidupan modern perempuan diberikan kesempatan yang sama seperti laki-laki. Perempuan cenderung lebih kritis dan independen. Dua konsepsi mengenai perempuan mempengaruhi penulis untuk mengaktualisasi diri dan memaknai kembali posisi perempuan dengan cara yang berbeda.
INTERUPSI DALAM SEJARAH : REKONSTRUKSI MEMORI KELUARGA Mancanagara, Maharani; Damayanti, Nuning Yanti
Visual Art Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Memori merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan manusia. Jika dikaitkan dengan sejarah, memori mejadi hal yang penting untuk mengingat serta menghadirkan kembali peristiwa yang telah terjadi di masa lalu. Sejarah dalam pengertian tradisional dipahami sebagai suatu proses “mengingat” hal- hal monumental di masa lalu. Sejarah adalah penghubung antara peristiwa di masa lampau dengan peristiwa yang terjadi sekarang. Meskipun demikian, sejarah tidak selalu bersifat linear. Terkadang terjadi lompatan dimana sebuah peristiwa tidak terkait dengan sejarah yang ada, hal inilah yang disebut dengan diskontinuitas sejarah.Keinginan untuk mengenal sosok Kakek yang belum pernah penulis temui menjadi pemicu untuk menelusuri melalui memori- memori yang tersisa. Penulis merasa adanya diskontinuitas dalam sejarah keluarga penulis sendiri. Selain itu, secara personal, rekonstruksi sejarah yang dilakukan penulis juga merupakan upaya untuk memahami identitas diri dan keluarga penulis.Penulis menempatkan diri sebagai seorang etnografer, yang merekonstruksi sejarah keluarga penulis berdasar memori, artefak dan kisah-kisah yang dikumpulkan dari pelbagai narasumber. Penulis merekonstruksi sejarah dalam skala mikro, yaitu sejarah tentang Kakek dan keluarga. Dari rekonstruksi sejarah mikro tersebut, penulis sekaligus menggambarkan sejarah keluarga yang juga merupakan bagian dari sejarah yang lebih besar, yaitu sejarah pendidikan Indonesia yang terjadi di masa Kakek penulis.Dari gagasan tersebut penulis mengelaborasi menjadi karya artefak, drawing-asemblase, dan kolase. Melalui karya Tugas Akhir ini, penulis berharap audience dapat merasakan suatu pengalaman estetis dalam memaknai sejarah, khususnya sejarah skala mikro tentang keluarga sendiri.
REPRESENTASI KEINDAHAN ALAM BENDA Lestari, Della Aprilia; Damayanti, Nuning Yanti
Visual Art Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Ketergantungan akan estetik dalam proses berkarya menimbulkan kesadaran akan pentingnya nilai estetik dalam kehidupan manusia, terutama dalam bersosialisasi. Padahal setelah ditelisik lebih jauh, keindahan tidaklah mutlak, selalu ada potensi buruk dalam hal – hal indah dan selalu ada potensi baik dalam hal – hal yang buruk. Pada akhirnya keindahan yang hanya sebatas fisik akan sia – sia ketika kehidupan berakhir.Representasi keindahan alam benda menggunakan hal – hal yang memiliki citra negatif, seperti buah busuk menjadi sesuatu yang memiliki nilai keindahan. Buah busuk yang pada kesehariannya dianggap sampah, dipisahkan dari kesehariannya dan diangkat menjadi sebuah karya seni melalui pendekatan realis dengan teknik mimesis, memberikan nilai keindahan yang baru.Seni sebagai alat untuk menyalurkan kegelisahan merupakan upaya untuk mengubah pandangan akan karakter yang pada umumnya memiliki nilai negatif, sehingga dapat menyerap nilai – nilai moral yang baik.
DIALOG BAHASA, RASA, DAN CITRA Khalidya, Tri Asrie; Damayanti, Nuning Yanti
Visual Art Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Dalam masa hidupnya, manusia pasti akan mengalami peristiwa kehilangan akan sesuatu. Dari peristiwa kehilangan ini, secara psikologis manusia akan merespon dengan berbagai emosi dan perilaku, seperti munculnya kemarahan dengan keadaan, merasa tidak berdaya, atau timbulnya penyesalan yang terhadap apa yang terjadi di masa lalu. Elisabeth Kübler-Ross menyimpulkan bahwa terdapat lima fase yang akan manusia lalui setelah peristiwa kehilangan tersebut dialami, yaitu denial (penyangkalan), anger (kemarahan), bargaining (penawaran), depression (depresi), dan acceptance (penerimaan).Penulis, sebagai yang merasakan kehilangan sebuah hubungan pertemanan dan interaksi sosial di dalamnya, rusaknya sebuah pertemanan saat itu merupakan hal yang cukup mengusik hingga hari ini. Di sisi lain, rasa kehilangan itu berusaha untuk direduksi oleh penulis dengan lebih banyak dilepaskan melalui menulis. Kebiasaan menulis yang dilakukan bukanlah sebuah kegiatan pelampiasan pengungkapan emosi yang gamblang dan eksplisit, namun lebih yang banyak menggunakan gaya bahasa metafora.Tulisan metafora yang dibuat adalah katarsis yang penulis lakukan dan ingin dibawa ke tahap yang lebih lanjut, yaitu dengan karya visual. Dengan mengadaptasi pemahaman Kübler-Ross mengenai kehilangan ke dalam karya, secara visual emosi yang dilepaskan menggunakan pendekatan gaya surealisme dan metafora visual, serta drawing dengan medium ballpoint sebagai teknik untuk mengejawantahkan gagasan berkarya.
DI ANTARA MEREKA YANG MENATAP Soraya, Meutia Gita; Damayanti, Nuning Yanti
Visual Art Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

‘Takut’ adalah salah satu bentuk emosi dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Ketika suatu ketakutan sudah melebihi batas normal maka bentuk ketakutan tersebut dapat dikatakan sebagai fobia. Fobia seseorang biasanya disebabkan oleh suatu kejadian di masa lalu yang berdampak besar pada hidupnya, sehingga menimbulkan sebuah trauma yang terus terbawa hingga dewasa. Salah satu fobia yang paling umum terjadi di masyarakat adalah Fobia Sosial, atau ‘Social Anxiety Disorder’. Pada karya tugas akhir ini, penulis menyampaikan perasaan mengenai pengalaman sebagai seseorang yang pernah mempunyai fobia sosial. Perasaan tersebut divisualisasikan dalam sebuah ruangan yang diisi dengan objek mata di sekeliling dindingnya. Ruangan yang dibuat gelap, mata yang dibuat dengan teknik cukil kayu yang bersifat keras dan di dominasi warna hitam dan merah juga mendukung munculnya suasana mencekam sehingga apresiator dapat merasakan ketakutan seperti yang penulis rasakan. Perasaan ini ingin penulis sampaikan dengan tujuan untuk berbagi kepada orang banyak, dan meningkatkan kesadaran orang lain akan adanya fobia ini. Karena penulis meyakini bahwa tidak hanya dirinya sendiri yang merasakan hal ini, tetapi banyak juga orang lain di luar sana yang merasakan hal yang sama.
Konfluen Budaya pada Gaya Visual Ilustrasi Naskah Sajarah Banten Ramadina, Savitri Putri; Piliang, Yasraf Amir; Damayanti, Nuning Yanti
Jurnal Rekarupa Vol 5, No 1 (2018)
Publisher : FSRD ITENAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.218 KB)

Abstract

Masa Revolusi Industri pada abad ke-18 menyebabkan tumbuhnya lingkungan urban yang terdiri dari berbagai tipe kelompok masyarakat yang saling berinteraksi menjadi kelas-kelas dan kelompok sosial baru. Budaya kelompok baru tersebut selanjutnya membentuk ikatan yang pelik antar berbagai pola pemikiran yang tidak lagi dapat dikatakan ‘turun-temurun’, yang diistilahkan Ulf Hannerz sebagai cultural confluences atau “pertemuan/konfluen budaya”. Pemilihan kata ‘confluence’ merujuk pada sesuatu yang bersifat cair, mengalir dan bercampur, mengisyaratkan bahwa budaya bukan lagi merupakan tradisi yang kaku. Penelitian ini untuk menelaah sejarah fenomena konfluen budaya dalam perkembangan budaya visual Indonesia melalui sampel ilustrasi naskah Sajarah Banten yang dibuat pada abad ke-18 dengan menerapkan metode analisis wacana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya estetik yang diterapkan pada ilustrasi tersebut menunjukkan bentuk adaptasi dari gaya tradisional Indonesia dengan gaya luar seperti Barat dan Timur Tengah. Kata kunci:  gaya visual, ilustrasi, konfluen budaya.ABSTRACTThe Industrial Revolution during the 18th century caused the emergence of urban environment consisted of various community types which interacted and turned into new social classes and groups. The culture of those new communities thus shaped some complex bonds of thought patterns which cannot be called ‘hereditary’ anymore, termed by Ulf Hannerz as cultural confluences. The usage of term ‘confluence’ refers to something fluid, flowing, and mixing, as a hint that culture is not a rigid tradition anymore. This research aims to analyse the history of cultural confluences in the development of Indonesia’s visual culture through sampling of Sajarah Banten manuscript’s illustrations made in 18th by using discourse analysis method. The result shows that the aesthetic style used in the illustrations shows adaptations from Indonesia’s traditional style with external influences like from the West or Middle East. In other words, cultural confluences had existed even before the Digital Revolution 4.0 in Indonesia and it is not a threat, instead it can expands the visual vocabularies of Indonesia.Keywords: cultural confluences, illustration, visual style.
Representation of the Meaning of Indung in Artworks Maulina, Rini; Sabana, Setiawan; Damayanti, Nuning Yanti; Muhtadin, Teddi
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 21, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Department of Drama, Dance and Music, FBS, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v21i1.29800

Abstract

Indung means mother in Sundanese. Indung in Sundanese culture is found in Paribasa, Babasan, Carita Pantun, Waditra (Sundanese traditional musical instrument), traditional ceremonies, and others. The word indung, which is found in almost all elements of Sundanese culture and manifests in Sundanese artifacts, has an invisible meaning. The meaning of indung in the perspective of Sundanese culture that exists in today’s society has not been explored. The meaning of indung from a cultural perspective needs to be searched for. There have not been found artworks with the theme of indung from a Sundanese cultural perspective, so it is necessary to explore representations in artworks. This study employs the Art-based Research method, in which an investigation is carried out on the data, and the results are represented in artworks. Through questionnaires, interviews, and literature studies, the meaning of indung is extracted and then tabulated to be classified and analyzed. The results of data processing showed that indung has many meanings, the result of converging data from the literature, questionnaire and interview the whole there are 17 meanings, among which the nurse, angel, house, huge, source of life, earth, embrace, harmony, the center of life, and love. The results of data processing are represented in artworks. Artworks made based on the meaning of indung are limited to three titles, namely Sumber Kehidupan (Source of Life), Merangkul (Embracing), and Rumah yang Hangat (Warm Home). The visual exploration contained in the three titles is made using stylized forms with a decorative style, using elements of motifs and colors from West Javanese batik. The media and techniques used are found in written batik. The results of the visualization of the meaning of indung of the three artworks that are created can be concluded that the meaning of indung cannot be symbolized singly.