Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MEKANISME PENDAFTARAN TANAH DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT KEPEMILIKAN TANAH Aliya Sandra Dewi
Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 9, No 1 (2018): SURYA KENCANA SATU
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.311 KB) | DOI: 10.32493/jdmhkdmhk.v9i1.1174

Abstract

ABSTRAKPendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya. Tanah merupakan hajat hidup setiap orang, itu benar adanya. Setiap jengkal tanah di mata hukum keagrariaan harus jelas status hak dan pemegang haknya. Tanah hak milik ataupun tanah hak-hak lainnya wajib didaftarkan di kantor-kantor pertanahan (BPN). Bukti bahwa tanah tersebut telah terdaftar adalah sertifikat tanah, yang sekaligus sebagai bukti penguasaan / pemilikan pemegangnya atas tanah tersebut. Itulah alasan mengapa pemerintah mengadakan pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat merupakan salah satu perwujudan dari tujuan pendaftaran tanah dimaksud. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disebut juga dengan nama UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), melalui pasal 19 mengamanatkan bahwa pemerintah mengadakan pendaftaran tanah untuk seluruh wilayah RI dan bahwa sertifikat hak atas tanah merupakan bukti yang kuat mengenai suatu penguasaan/pemilikan tanah. Kata Kunci : Pendaftaran tanah, Kekuatan pembuktian, Sertifikat.
Prinsip Kehati-Hatian Bagi Bank Umum Dalam Penyerahan Perkerjaan Kepada Perusahaan Lain Aliya Sandra Dewi; Ayni Suwarni Herry
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 11 No. 1 (2022): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v11i1.57

Abstract

In contracting work, there are three groups of people who are interested, namely the company that provides chartering work (the company that provides the charter), the company that accepts the work of chartering (the company that accepts the charter), and workers. The Contracting Company may submit part of the work implementation to the Contracting Recipient Company. This is carried out through a written Contract of Work Agreement. It must contain provisions that guarantee the fulfillment of the rights of workers/laborers in the emerging employment relationship. Since December 9, 2011 Bank Indonesia issued Bank Indonesia Regulation No.13/25/PBI/2011 concerning Prudential Principles for Commercial Banks in Delegating Work to Other Companies, requiring banking companies in Indonesia to follow these rules in drafting Job Contracting Agreements with Another company. This is inseparable from the decision of the Constitutional Court no. 27/PUU-IX/2011 decision dated January 17, 2012. Based on the description above, the author feels interested in researching this problem and intends to put the results of the research into a scientific paper entitled The Effect of Bank Indonesia Regulation No. 13/25/PBI/2011 concerning Prudential Principles for Commercial Banks in Delegating Work to Other Companies with the Decision of the Constitutional Court No. 27/PUU-IX/2011 Related to the Implementation of Part of the Work between Banking Companies and Non-Banking Companies.
Pelaksanaan Perjanjian Baku dan Akibat Hukumnya bagi Konsumen Fransiska Novita Eleanora; Aliya Sandra Dewi
JURNAL MERCATORIA Vol 15, No 1 (2022): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31289/mercatoria.v15i1.6812

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui penerapan perjanjian baku dan akibat hukumnya bagi perlindungan konsumen, dikarenakan dalam praktiknya ada perjanjian yang tidak ada kata sepakatnya dan dibuat secara sepihak. Artinya ada pihak-pihak tertentu yang membuat isi perjanjian dan pihak lainnya harus menyepakatinya tanpa persetujuan yang biasanya disebut dengan klausula baku. Hukum perlindungan konsumen di Indonesia tidak mengatur secara eksplisit mengenai penjanjian yang di dalamnya memuat klausula baku, Klausula baku jika diterapkan akan merugikan konsumen sebagai pembeli barang dan jasa serta tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, sehingga dalam penerapannya perjanjian yang memuat klausula ini secara sepihak akan bertentangan dengan aturan. Hasilnya adalah penerapan perjanjian sepihak ini banyak menimbulkan kerugian bagi konsumen dikarenakan hanya memberikan keuntungan bagi para penjual atau pelaku usaha saja dan tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Perjanjian yang menggunakan klausula baku dapat menimbulkan sengketa atau kerugian bagi pembeli sebagai konsumen yang hanya menerima saja jika ada sengketa yang timbul dan dalam hukum perjanjian tidak dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan itikad baik antara ke dua belah pihak yaitu penjual dan pembeli.