Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Sosialisasi Pemanfaatan Teknologi yang Dapat Digunakan Selama Masa Pandemi Covid-19 Rosyani, Perani; Rachmatika, Rinna; Harefa, Kecitaan; Herry, Ny. Ayni Suwarni; Priambodo, Joko
Community Empowerment Vol 6 No 3 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.066 KB) | DOI: 10.31603/ce.4525

Abstract

Pelaksanaan PKM dalam masa pandemi ini diperlukan teknologi – teknologi yang mendukung untuk tetap berjalannya kegiatan masyarakat. Maka dari itu, tujuan pengabdian ini adalah untuk mengenalkan tool–tool yang ada dalam Google seperti google form, google drive kepada karang taruna di Perumahan Pondok Karya, Pondok Aren. Kegiatan pengabdian dilaksanakan secara daring untuk menghindari kerumunan. Dengan adanya sosialisasi teknologi yang dapat digunakan selama masa pandemi ini, diharapkan para peserta dapat mensosialisasikan lagi kepada masyarakat agar dapat menghindari penyebaran wabah virus Covid-19 dan kegiatan perkumpulan warga dapat dialihkan dengan bantuan teknologi.
Pembuatan konten video pembelajaran menggunakan Filmora dan Youtube Herry, Ny. Ayni Suwarni; Rosyani, Perani; Rachmatika, Rinna; Harefa, Kecitaan; Priambodo, Joko
Community Empowerment Forthcoming issue
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/ce.5043

Abstract

Kegiatan belajar mengajar secara daring menjadi kegiatan rutin selama masa pandemi Covid-19. Tidak terkecuali bagi guru-guru di SDN Pamulang Barat. Namun demikian, proses belajar hanya sebatas pemberian materi menggunakan Whatsapp. Hal ini sangat monoton dan membuat para murid menjadi jenuh. Oleh karena itu, pada kegiatan pengabdian masyarakat ini kami memberikan materi cara pembuatan konten video pembelajaran menggunakan aplikasi filmora dan Youtube. Tujuannya adalah agar para guru lebih kreatif dan inovatif dalam memberikan materi kepada para murid. Materi dapat disampaikan menggunakan suara atau dengan animasi-animasi menarik. Sehingga para guru dapat membuat video yang menarik untuk para murid dan meningkatkan minat belajar murid selama proses belajar daring.
Penerapan Kebijakan Pengampunan Pajak Dalam Meningkatkan Pendapatan Negara Berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak Ny. Ayni Suwarni Herry; Nanik Ida Rosini; Nurul Lita Sari
Pamulang Law Review Vol 4, No 1 (2021): Agustus 2021
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/palrev.v4i1.12788

Abstract

Hal yang terpenting yang dijadikan sebagai sumber pendapatan negara adalah sektor pajak yang  dalam proses pemungutan selalu terdapat faktor penghambat. Di satu sisi yang menjadi faktor penghambat yang dapat dibilang sebagai faktor yang mengancam dalam sektor perpajakan yaitu adanya bentuk perlawanan dari pihak wajib pajak. Dengan Adanya amnesti pajak yang dilakukan pemerintah untuk menjadikan upaya efektif dan efisien dalam pemasukan negara dibidang perpajakan dan dapat menghasilkan lagi penghasilan Masyarakat di Indonesia yang terdapat di wilayah luar. Kali ini dalam rangka sebagai bentuk reformasi pajak, salah satu agenda pemerintah adalah untuk menerapkan pengampunan pajak atau pajak amnesti yang diharapkan untuk memperluas basis data wajib pajak baik individu dan entitas dan diperkirakan akan meningkat di negara sektor pajak penghasilan , terutama untuk masa depan.Tujuan utama dalam artikel ini yaitu untuk mengkaji penerapan adanya amnesti pajak dengan peningkatan penerimaan Negara disektor pajak yang berdasarkan Undang-undang No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Dalam artikel ini menggunakan metode dengan pendekatan yuridis sosiologis, data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder, serta analisis datanya menggunaan deskripsi kualitatif.
Prinsip Kehati-Hatian Bagi Bank Umum Dalam Penyerahan Perkerjaan Kepada Perusahaan Lain Aliya Sandra Dewi; Ayni Suwarni Herry
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 11 No. 1 (2022): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v11i1.57

Abstract

In contracting work, there are three groups of people who are interested, namely the company that provides chartering work (the company that provides the charter), the company that accepts the work of chartering (the company that accepts the charter), and workers. The Contracting Company may submit part of the work implementation to the Contracting Recipient Company. This is carried out through a written Contract of Work Agreement. It must contain provisions that guarantee the fulfillment of the rights of workers/laborers in the emerging employment relationship. Since December 9, 2011 Bank Indonesia issued Bank Indonesia Regulation No.13/25/PBI/2011 concerning Prudential Principles for Commercial Banks in Delegating Work to Other Companies, requiring banking companies in Indonesia to follow these rules in drafting Job Contracting Agreements with Another company. This is inseparable from the decision of the Constitutional Court no. 27/PUU-IX/2011 decision dated January 17, 2012. Based on the description above, the author feels interested in researching this problem and intends to put the results of the research into a scientific paper entitled The Effect of Bank Indonesia Regulation No. 13/25/PBI/2011 concerning Prudential Principles for Commercial Banks in Delegating Work to Other Companies with the Decision of the Constitutional Court No. 27/PUU-IX/2011 Related to the Implementation of Part of the Work between Banking Companies and Non-Banking Companies.
Terwujudnya Good Governance Melalui Eksistensi Kedudukan Dan Kewenangan Ombudsman Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia Ayni Suwarni Herry; Bima Guntara
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 5 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v4i5.6846

Abstract

Pemerintah berusaha melakukan beberapa reformasi sesuai aspirasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, salah satunya ialah dengan membentuk sebuah lembaga pengawasan terhadap penyelenggara negara, bernama Ombudsman Republik Indonesia yang memiliki fungsi dasar sebagai lembaga pengawasan yang diperankan oleh masyarakat, diharapkan dapat mewujudkan cita-cita banyak pihak yang mengedepankan tata kelola pemerintahan secara akuntabel, transparan dan aksestabel sebagai jalan bagi terwujudnya good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Setelah lebih dari 20 tahun Ombudsman telah didirikan di Indonesia, masih banyak penyelenggara negara yang belum memahami tentang peran dan arti penting institusi Ombudsman. Dimana pemahaman akan tugas dan fungsi Ombudsman sangat mempengaruhi tingkat partisipasi mereka guna mendukung eksistensi dan perkembangan Ombudsman pada masa yang akan datang demi terwujudnya cita-cita bangsa. Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia diharapkan dapat mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah mengenai eksistensi kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia berkaitan erat dengan terwujudnya good governance di Indonesia dan hambatan yang dihadapi oleh Ombudsman Republik Indonesia dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga pengawas terhadap pelayanan publik. Hasil Penelitian dalam penelitian ini adalah Ombudsman memiliki peran dan tugas penting dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, yaitu sebagai sebuah lembaga pengawas eksternal bagi pelayan publik dalam menjalankan tugasnya, dimana Ombudsman berwenang untuk melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara. Tetapi Ombudsman bukanlah pelaksana kekuasaan, wewenang yang dimiliki hanyalah aspek pengawasannya saja dan memberikan rekomendasi kepada pihak terkait dalam hal ini pemerintah (lembaga-lembaga atau instansi pemerintah) untuk melakukan evaluasi dan perbaikan atas rekomendasi yang diberikan oleh Ombudsman Republik Indonesia. Hambatan yang dihadapi oleh Ombudsman Republik Indonesia dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga pengawas terhadap pelayanan publik cukup pelik diantaranya yaitu rekomendasi Ombudsman tidak mengikat secara hukum (non- legally binding) karena memerlukan landasan politis yang sangat kuat, tetapi mengikat secara moral (morally binding). Selain itu pemahaman masyarakat yang masih kurang terhadap lembaga Ombudsman, memang Ombudsman Republik Indonesia belum banyak dikenal apalagi dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebagian masyarakat belum mengetahui keberadaan Ombudsman Republik Indonesia yang berdiri sejak tahun 2000.
Hak Kebebasan Berpendapat Di Media Sosial Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Bima Guntara; Ayni Suwarni Herry
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 6 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v4i6.9432

Abstract

Kebebasaan berpendapat merupakan hak setiap orang dalam mengutarakan pendapatnya mengenai kritik, saran, dan opini. Seiring berjalannya waktu perkembangan teknologi dan maraknya media sosial menjadikan media sebagai alat untuk mengemukakan pendapat secara bebas dan terbuka karena dianggap lebih relevan dan bisa terhubung dengan masyarakat luas, dengan berbagai tulisan maupun lisan melalui media sosial, dengan mudah orang menuangkan isi pikiran, pendapat, argument dengan berbagai tulisan dan lisan di media sosial. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang masih sering di langgar. Sampai saat ini, masih banyak orang yang belum menghargai dan menghormati hak kebebasan berpendapat seseorang. Tidak sedikit kasus yang terjadi akibat pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya hak kebebasan berpendapat. Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perlindungan atas hak kebebasan berpendapat di media sosial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan untuk mengetahui hak kebebasan berpendapat di media sosial dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Metode penelitian dalam penelitian ini yaitu penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided by judge through judicial process. Hasil penelitian dalam penelitian ini yaitu perlindungan kebebasan berpendapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) belum mendapat perlindungan sebagaimana mestinya. Dalam Undang-Undang ITE ini, hanya terdapat satu ketentuan pasal yang berkaitan dengan hak kebebasan menyatakan pendapat melalui media internet dalam hal ini media sosial, yaitu dalam Pasal 27 ayat (3). Pasal tersebut diatur dalam Bab tentang Perbuatan yang Dilarang, sehingga dapat dikatakan hanya memuat kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang yang memanfaatkan teknologi internet, sehingga cenderung bersifat mengekang kebebasan berpendapat, sebab tanpa dicantumkan secara jelas hak-hak yang dapat dimiliki oleh pengguna (user) dalam memanfaatkan media internet untuk berkomunikasi dengan orang lain. Hak kebebasan berpendapat di media sosial dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM), merupakan bagian dari hak generasi pertama yang indentik dengan hak sipil dan politik seseorang selain sebagai hak pribadi yang menuntut pemenuhan serta perlindungannya tidak dapat dikurangi atau dibatasi oleh siapapun dan oleh apapun, bahkan negara sekalipun. Mengingat bahwa hak yang dimiliki oleh seseorang membawa konsekuensi adanya kewajiban untuk menghormati hak orang lain atau adanya keterkaitan antara hak individu dengan individu lain atau dengan masyarakat sosial. Maka hak ini memang perlu mendapatkan pembatasan-pembatasan dimana berperan juga sebagai suatu etika dalam berinteraksi melalui berbagai media, tak terkecuali lewat media sosial.
ANALISIS YURIDIS SURAT KETERANGAN GIRIK MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK – POKOK AGRARIA Ayni Suwarni Herry
Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP) Vol. 7 No. 1 (2024): In-Progress Volume 7 No 1 Tahun 2024
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jrpp.v7i1.25846

Abstract

Penelitian ini disusun untuk mengidentifikasi dan mengkaji tentang pengaturan Surat Keterangan Girik di dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan kekuatannya sebagai alat bukti dalam proses pembuktian di Pengadilan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan bahan pustaka serta literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Dalam skripsi ini, penulis berpendapat bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria tidak dijelaskan mengenai Girik sebagai alat bukti yang kuat dalam persidangan. Girik merupakan surat keterangan pembayaran pajak yang tidak dapat disamakan dengan sertifikat tanah sebagai surat keterangan kepemilikan hak atas tanah. Girik dapat dijadikan bukti tertulis untuk melakukan pembukuan hak sebagaimana dijelaskan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam putusan pengadilan Negeri Bulukumba Nomor 21/Pdt.G/2015/PN.BLK, penulis berpendapat Majelis Hakim telah benar dalam menerapkan hukum bahwa Girik tidak dapat dijadikan alat bukti kepemilikan tanah yang menjadi objek sengketa. Majelis Hakim justru memenangkan Surat Hibah yang merupakan akta otentik karena dibuat dihadapan pejabat yang berwenang sebagai alat bukti pemberian objek sengketa kepada pihak Tergugat