M. Yusuf
UIN Sunan Ampel Surabaya

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Konsep “Merdeka Belajar” dalam Pandangan Filsafat Konstruktivisme M. Yusuf; Witrialail Arfiansyah
AL-MURABBI: Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman Vol 7 No 2 (2021): Januari 2021
Publisher : Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP3M), STIT Islamiyah Karya Pembangunan Paron, Ngawi, Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.869 KB) | DOI: 10.53627/jam.v7i2.3996

Abstract

This paper tries to understand the "Merdeka Belajar" policy program launched by the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia in the light of constructivism philosophy. Constructivism is a philosophi that assumes that knowledge is self-construction. Because the nature and learning outcomes are subjective, and depend on each individual, also uncertain, for one's constructivism entity and are more easily recognized by the term "Clutter Paradigm". There are parallels between what was proclaimed by Mas Minister Nadiem Makarim and the concept of education according to the philosophy of the concept of constructivism. Both of them emphasize the aspects of freedom, independence, and flexibility of educational institutions in understanding the competence of students. Learning arrangement with a chaotic approach so that students can be safe, comfortable, and easy to learn. Students as learning subjects –learner control play an important role in structuring the learning. The initiative of children as learners to learn –the willingness to learn- will die when faced with many rules that do not exist in the learning process. It takes freedom, reality, as well as positive attitudes and perceptions of learning as basic capital in the danger of learning initiatives that ultimately result in success in learning.
Konsep “Merdeka Belajar” dalam Pandangan Filsafat Konstruktivisme M. Yusuf; Witrialail Arfiansyah
AL-MURABBI: Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman Vol 7 No 2 (2021): Januari 2021
Publisher : Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP3M), STIT Islamiyah Karya Pembangunan Paron, Ngawi, Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53627/jam.v7i2.3996

Abstract

This paper tries to understand the "Merdeka Belajar" policy program launched by the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia in the light of constructivism philosophy. Constructivism is a philosophi that assumes that knowledge is self-construction. Because the nature and learning outcomes are subjective, and depend on each individual, also uncertain, for one's constructivism entity and are more easily recognized by the term "Clutter Paradigm". There are parallels between what was proclaimed by Mas Minister Nadiem Makarim and the concept of education according to the philosophy of the concept of constructivism. Both of them emphasize the aspects of freedom, independence, and flexibility of educational institutions in understanding the competence of students. Learning arrangement with a chaotic approach so that students can be safe, comfortable, and easy to learn. Students as learning subjects –learner control play an important role in structuring the learning. The initiative of children as learners to learn –the willingness to learn- will die when faced with many rules that do not exist in the learning process. It takes freedom, reality, as well as positive attitudes and perceptions of learning as basic capital in the danger of learning initiatives that ultimately result in success in learning.
TEORI GENERATIF TRANSFORMATIF NOAM CHOMSKY (STUDI ATAS HADIS NABI TENTANG WABAH) M. Yusuf; Dian Aulia Nengrum
JURNAL YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama dan Kemanusiaan Vol 7, No 1 (2021)
Publisher : IAIN SYEKH NUR JATI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/jy.v7i1.8216

Abstract

Hadis merupakan salah satu sumber ajaran agama Islam. Nabi Muhammad saw. menyampaikan hadis kepada para sahabat sebagai salah satu pewaris Nabi, dengan jumlah yang cukup banyak dan tentunya memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Tidak semua para sahabat Nabi juga dapat menghadiri majlis pada saat Nabi menyampaikan suatu hadis. Hal ini tidak menutup kemungkinan adanya redaksi hadis yang berbeda namun memiliki makna yang sama. Artikel ini bertujuan menganalisis hadis Nabi tentang wabah dengan teori generative transformative yang diusung oleh Noam Chomsky. Dalam artikel ini penulis memaparkan dua hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Ahmad dengan redaksi yang hampir sama, namun jika dilihat secara seksama ada beberapa redaksi hadis yang berbeda, baik berupa ziyadah/addition maupun ihlal/replacement.
Tradisi “Mbeleh Wedhus Kendhit” Sebagai Sarana Tolak Balak di Masa Pandemi Covid-19 M. Yusuf; Abd. Basyid
Sosial Budaya Vol 17, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/sb.v17i2.11272

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tradisi mbeleh wedhus kendhit sebagai sarana tolak bala di masa pandemi covid-19, juga untuk mengetahui bagaimana konstruksi pemahaman masyarakat mengenai tradisi mbeleh wedhus kendhit sebagai sarana tolak bala di masa pandemi covid-19, dan terakhir, untuk mengetahui nilai yang terkandung dalam tradisi mbeleh wedhus kendhit sebagai sarana tolak bala di masa pandemi covid-19. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut, penulis menggunakan pendekatan kualititatif  dengan jenis fenomenologis. Setelah data terkumpul, untuk mencari konstruksi pemahaman, dianalisis dengan menggunakan teori konstriuksi sosial Berger dan Luckman tentang subjective reality, symbolic reality, dan objective reality, juga tentang eksteralisasi, objektifikasi, dan iternalisasi. Sedangkan untuk mencari nilai yang terkandung dalam tradisi, menggunakan analisis descriptive-eksplorative. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa, tradisi ini merupakan rangkaian acara yang dimulai dari penyembelihan wedhus kendhit hingga doa bersama di lapangan dusun, dilaksanakan secara tentatif ketika terjadi pagebluk, seperti pagebluk covid-19. Masyarakat memahami bahwa tradisi mbeleh wedhus kendhit adalah sumber segala nilai, lanjut melaksanakan, kemudian mereka mendapatkan suatu kebenaran kolektif tentang adanya khasiat sebagai sarana tolak bala. Nilai yang terkandung dalam tradisi “mbeleh wedhus kendhit” ada dua, yakni nilai ilahiyah dan nilai insaniyah.
Penyucian Diri Dalam Agama Buddha, Hindu Dan Islam Ali Mursyid Azisi; M. Yusuf
Al Hikmah Vol 7 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.101 KB) | DOI: 10.30651/ah.v7i1.5101

Abstract

Manusia diciptakan oleh Tuhan supaya mengenal dan mengakui keagungan Tuhan, karena ia Maha segalanya. Untuk itu Sebagai manusia yang beragama, pastilah ada yang mengalami ketakutan dan kekhawatiran yang mengancam dirinya baik fisik maupun batinnya, maka di setiap Agama pasti membutuhkan Tuhan sebagai tempat bersandar dan juga tempat berlindung. Dalam proses penyujian diri, Agama Buddha mengajarkan bertapa, upasatha, dan meditasi. Agama Hindu mengajarkan peribadatan atau ritual hari-hari besar Sang Hayang Widhi, seperti upacara Melasti, selain itu juga bisa dilaksanakan dengan melakukan sembahyang yang berisikan Puja, (doa) pratana, japa dan juga mantra. Sedangkan agama Islam mengajarkan proses tazkiyatun nafs dengan jalan tasawuf.
Peranan Face Reading dalam Kitab Primbon "Betaljemur Adammakna" terhadap Konseling Pra-Nikah Moh. Lutfi Ridlo; M. Yusuf
Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Vol. 12 No. 1 (2022): June
Publisher : Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/jbki.2022.12.1.70-91

Abstract

This article aims to explain how the life cycle of a marriage, starts from the guidelines for choosing a potential partner through face reading or panyandra firasating manungsa in the primbon book "Betaljemur Adammlasi-BA," along with its role in prospective ta'aruf partners. Betaljemur Adammlasi is a primbon book by Kangjeng Pangeran Harya (KPH) Tjakraningrat, when he was still active in the Ngayogyakarta Hadiningrat Sultanate, Yogyakarta. This book emerged as a result of the assimilation and acculturation of stories from Islamic treasures, namely the story of Amir Hamzah which in Javanese tradition is called Wong Agung Menak. In the BA primbon book, several aspects of gut science/physiognomy are found in reading people's faces, from the head, hair, forehead/forehead, eyebrows, ears, eyes, nose, mouth, lips, cheeks, teeth, and chin. Face reading or panyandra sifating manungsa in the BA primbon book is an assimilation of culture, local wisdom, and is supported by religious values, resulting in the knowledge of titen. Furthermore, it can play a role for prospective ta'aruf pairs as preventive and curative materials.