Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search
Journal : Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama

Sketsa Pemikiran Keagamaan dalam Perspektif Normatif, Historis dan Sosial-Ekonomi Andi Eka Putra
AL-ADYAN Vol 12, No 2 (2017): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.469 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v12i2.2110

Abstract

Contemporary religious thought is open and plural. Various approaches have emerged from the oldest such as the historical approach to the latest such as the Islamic economic approach. various approaches to religious thought are often simply grouped into three main stream groups; namely the normative, historical and sociological groups. These three approaches are not infrequently fragmented, whereas ideally, as a religious thought, the three must be linked and combined to produce a multidisciplinary approach, namely an approach that comprehensively can refresh contemporary religious thought that seems to be sluggish.
Membangun Komunikasi Sosial Antaretnik: Perspektif Sosiologi Komunikasi Andi Eka Putra
AL-ADYAN Vol 12, No 1 (2017): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.451 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v12i1.1441

Abstract

Konflik sosial antaretnik bukanlah fenomena baru di Indonesia. Banyak teori yang berusaha mengurai fenomena ini. Teori sosiologi komunikasi hanya salah satu cara untuk melihat lebih mendalam proses komunikasi antaretnik. Teori ini merupakan teori yang secara khusus menggeneralisasi konsep komunikasi di antara komunikator dengan komunikan yang berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan komunikasi antarmanusia. Pengaruh itu bisa berupa dampak positif maupun negatif tergantung hasil dari proses komunikasi tersebut. Untuk membangun proses komunikasi sosial antaretnik, paling tidak ada tiga sumber yang bisa digunakan, yakni: pertama, sosiologi komunikasi antaretnik yang dibangun akibat perluasan teori komunikasi yang secara khusus dirancang untuk menjelaskan komunikasi intra/antar budaya. Kedua, teori-teori baru yang dibentuk dari hasil-hasil penelitian khusus dalam bidang komunikasi antarbudaya. Ketiga, teori komunikasi antaretnik yang diperoleh dari hasil generalisasi teori ilmu lain, termasuk antropologi dan agama dalam rangka mewujudkan masyarakat terbuka yang harmonis.
TASAWUF DALAM PANDANGAN MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI Andi Eka Putra
AL-ADYAN Vol 8, No 2 (2013): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.725 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v8i2.588

Abstract

Terdapat beragam pendapat ulama ketika berbicara tentang hubungan antara shari„ ah, tarekat dan hakikat keragaman ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mungkin saling melengkapi baik itu pendapat para akademisi ketika berbicara tentang tasawwuf ataupun para praktisi yang terus menerus menjalani dan melakoni prilaku ataupun kehidupan sufi yang mereka pelajari atau padomi dari para guru-guru mereka belajar. Tulisan ini mencoba menganggkat salah satu praktisi tasawwuf yang telah mempraktekkan kehidupan sufi dan dampaknya bagi perkembangan islam dimana tokoh ini berada.
TASAWUF SEBAGAI TERAPI ATAS PROBLEM SPIRITUAL MASYARAKAT MODERN Andi Eka Putra
AL-ADYAN Vol 8, No 1 (2013): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.736 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v8i1.525

Abstract

Munculnya problema spiritual yang dialami manusia modern saat ini, bermula dari hilangnya visi keilahian yang disebabkan oleh manusia modern itu sendiri, yang senantiasa bergerak makin menjauh dari pusat eksistensi. Untuk itu, tidak ada alternatif yang lebih baik dalam menjawab krisis spiritualitas yang telah menimbulkan berbagai penyakit spiritual saat ini, kecuali manusia modern harus kembali ke pusat eksistensi. Asumsi dasar tentang manusia yang terdiri dari asperk jasmani dan ruhani, material dan spiritual, adalah dimensi yang lengkap yang dapat menjadi alternaif bagi manusia modern mengatasi penyakit spiritual. Keduanya sejatinya berjalan seiring, saling melengkapi. Melalui dimensi spiritual manusia dituntut untuk kembali ke pusat eksistensi melalui dzawq atau cita rasa hati, musyahadah (menyaksikan) dan ma‟rifah (mengenal segala yang tidak tampak. Dari sisi eksternal, pendidikan tasawuf merupakan pendidikan diri yang harus dilakukan dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh terhadap aspek spiritual.
Islam Toleran: Membangun Harmoni Beragama Berbasis Spiritual Andi Eka Putra; Ratu Vina Rohmatika
AL-ADYAN Vol 15, No 2 (2020): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.038 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v15i2.8213

Abstract

Many methods have been tried and pursued in order to build a tolerant Islam in Indonesia. The various methods that have been tried are dialogue with its various models, ethnic communication, religious harmony, and cooperation. Theoretically, several approaches have been taken and implemented in order to build genuine tolerance. One of the significant and contextual theoretical approaches in building tolerant Islam in Indonesia is through the Sufism approach or the Islamic spiritual path. Spiritual expression emphasizes harmony, openness and acceptance of others which is true, without further ado or false tolerance. Spirituality is the core of diversity in Indonesia that can be offered to the world.
Menumbuhkan Sikap Keterbukaan Terhadap Yang Lain: Perspektif Silang Budaya (Cross-Cultural) Andi Eka Putra
AL-ADYAN Vol 13, No 1 (2018): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.222 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v13i1.2946

Abstract

Various perspectives in fostering an attitude of openness to others (the others). One of them is a cross-cultural or cross-cultural perspective. Cultural crossing or cultural crossing is a way of combining two or more cultural elements which are then crossed, grafted, mated or reconciled, so that new, fresh and creative cultures emerge. Cross-cultural studies were introduced by Edward Burnett Tylor and Lewis H. Morgan in anthropology which later developed into the realm of culture. Cross-cultural perspectives can now be applied freely to something that refers to anything about the comparison of cultural differences, including the comparison of religion. The main goal is to minimize conflict and build a co-existence or sincere openness with others.
Identitas Kebalian; Rekonstruksi Etnik Bali Dalam Mempertahankan Identitas Pasca Konflik Arya Bagaskara; Kiki Muhamad Hakiki; Ratu Vina Rohmatika; Badruzaman Badruzaman; Andi Eka Putra
AL-ADYAN Vol 16, No 1 (2021): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (411.104 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v16i1.9196

Abstract

This study analyzes the various efforts made by the Balinuraga people to transform conflictual conditions into harmony after the conflict that has resulted in the loss of the Balinuraga community's collective identity, and makes destructive to constructive. So far there has been no research that examines the efforts made by the Balinese ethnic to maintain their identity after the conflict. This research uses descriptive qualitative methods with anthropological and sociological approaches by collecting data through interviews, observation and documentation. In the case analysis process, the writer uses several theories, namely ethnic identity theory, conflict transformation theory, adaptation theory, social integration theory and social interaction theory. The results showed that conflict was triggered by juvenile delinquency, expanded with the issue of ethnicity and group arrogance as an accelerator and conflict transformation efforts were carried out in four dimensions, namely personal, relational, structural and cultural transformation in order to achieve sustainable peace and national security. The implementation of the ethnic reconstruction strategy carried out by the Balinuraga community is considered effective enough to restore ethnic identity which was initially quite worrying after the conflict with ethnic Lampung in Balinuraga village, in general, the 4 reconstruction strategies that the researcher put in this thesis have included most of those carried out by the community. The Balinuraga.
PENYERBUKAN SILANG ANTARBUDAYA MENURUT EDDIE LEMBONG (Suatu Perspektif Tasawuf) Andi Eka Putra
AL-ADYAN Vol 10, No 2 (2015): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.325 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v10i2.1433

Abstract

Pencetus penyerbukan silang antarbudaya sebagai suatu tawaran dalam mendekati pluralisme di Indonesia, adalah Eddie Lembong, tokoh keturunan etnis Tionghoa dan pendiri yayasan Nabil (Nation Building). Ide penyerbukan silang antarbudaya menempatkan kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam dapat dikelola sebagai suatu strategi dalam mengelola prluralisme di Indonesia. Budayabudaya yang unggul diserbuk-silangkan dengan budaya unggul etnis lain sehingga muncullah satu budaya alternatif. Penyerbukan silang antarbudaya (Cross Cultural Fertlization) berbeda dengan ide multikulturalisme. Praktek multikulturalisme yang diterapkan di Kanada dan Australia juga di sebagian negara-negara Eropa tidaklah cocok bila diterapkan di Indonesia. Ide multikulturalisme yang berangkat dari pandangan bahwa masing-masing budaya diberikan kebebasan untuk tumbuh berkembang sesuai dengan keunikannya masing-masing. Dalam perspektif tasawuf, strategi penyerbukan silang antarbudaya ibarat taman yang ditanami banyak pohon. Masing-masing budaya yang ada tumbuh sesuai dengan kediriannya. Tidak ada dialog batin yang mendalam apalagi usaha saling-silang dalam pendekatan tersebut.
TASAWUF, ILMU KALAM, DAN FILSAFAT ISLAM (Suatu Tinjauan Sejarah Tentang Hubungan Ketiganya) Andi Eka Putra
AL-ADYAN Vol 7, No 2 (2012): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (411.103 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v7i2.509

Abstract

Tasawuf seringkali dibedakan dan dipisahkan dengan ilmu kalam dan filsafat dalam studi-studi pemikiran keislaman, seolah-olah ketiganya tidak memiliki hubungan dan relasi kesejarahaan. Padahal pada mulanya, tasawuf hampir tidakdapat dipisahkan dengan ilmu kalam dan filsafat karena ketiganya menyatu, tumpang-tindih. Hubungan tasawuf dengan ilmu kalam terletak pada pembahasan tentang kebenaran. Dalam tasawuf, hakikat kebenaran berupa tersingkapnya (kasyaf) Kebenaran Sejati (Allah) melalui mata hati. Tasawuf menemukan kebenaran dengan melewati beberapa jalan atau maqam. Sedangkan kebenaran dalam Ilmu Kalam berupa diketahuinya kebenaran ajaran agama melalui penalaran akal-budi, yang kemudian dirujukkan kepada nash al-Qur'an dan Hadis. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sementara hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu filsafat terletak pada soal pencarian hakikat. Tasawuf adalah pencarian jalan ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan pengetahuan mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan filsafat tidak dimaksudkan hanya filsafah peripatetik yang rasionalistik, tetapi seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam yang telah berusaha mencapai pengetahuan mengenai sebab awal melalui daya intelek. Filsafat terdiri dari filsafat diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi), yang sebetulnya sama dengan ajaran dalam tasawuf falsafi.
Islam Nusantara Dan Apresiasi Atas Kebudayaan Lokal Andi Eka Putra
AL-ADYAN Vol 15, No 1 (2020): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.606 KB) | DOI: 10.24042/ajsla.v15i1.6016

Abstract

Islamic thought in the last several decades of Indonesia has been dynamic. As such is evidenced by the emergence of some new terms related to Indonesian Islam, such as modernist Muslim, trans-formative Islam, Islamic postmodernism, Indigenous Islam, and Nusantara Islam (Islam of the archipelago). These terms constitute an idea of thoughts largely promoted by Nahdlatul Ulama, or NU (the largest organization of traditionalist Muslim in Indonesia and elsewhere), especially among its younger generation. As a form of thoughts, they are considered fine. Yet, many groups of Muslim have objected them, arguing that they may become a new  form of “school of Islam” (madzhab). Nusantara Islam, in principle, promotes the values of tolerance and humanism, and recognizes local expressions of culture and beliefs, specific to the archipelago. This characteristic of Nusantara Islam is not dissimilar with that of the NU, that is, celebrating local tradition as a locus teologicus.  Thus, the emergence of Nusantara Islam discourse has become a heated debate in Muslim public, because of its inclusive style and its opposition with the so-called ‘Arabized Islam’.