Yuliyanto Yuliyanto
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pembinaan Anak yang Berkonflik dengan Hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung Yuliyanto Yuliyanto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 20, No 1 (2020): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.518 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2020.V20.103-116

Abstract

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) mengamanatkan terbentuknya Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Hal ini merupakan langkah perbaikan terhadap pembinaan anak yang berkonflik dengan hukum, karena sebelum dibentuk LPKA, masih ditemukan narapidana anak ditempatkan dalam satu lembaga pemasyarakatan bergabung dengan narapidana dewasa. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui dan menganalisis kondisi di LPKA Kelas II Bandung setelah berlakunya Undang-Undang nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, dan pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di LPKA Kelas II Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan pendekatan yuridis empiris. Hasil kajian merekomendasikan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk: pertama, menyiapkan petugas LPKA dari berbagai disiplin ilmu, seperti psikolog, krimonolog, ahli pidana, dan sosiolog; kedua, meningkatkan pelatihan terkait pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum bagi petugas LPKA; dan ketiga, meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dalam memberikan pembinaan bagi Anak yang berkonflik dengan hukum.
Problematika Tata Cara Eksekusi Ganti Kerugian dalam Perkara Pidana Yuliyanto Yuliyanto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 19, No 3 (2019): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.61 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2019.V19.349-360

Abstract

Masih adanya kasus salah tangkap atau kesalahan prosedur dalam perkara pidana menyebabkan orang yang tidak bersalah harus terkurangi haknya, oleh sebab itu Pemerintah harus menggantikan hak dari korban yang terkurangi tersebut. Kajian ini menjawab permasalahan bagaimana tata cara eksekusi ganti kerugian yang dirasa adil bagi korban salah tangkap. Pengkajian ini bersifat deskriptif analitik yang ditujukan untuk mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga dapat mengungkapkan fakta yang sebenarnya. Data diperoleh dari hasil wawancara, kuesioner, peraturan perundang-undangan dan literature. Dari hasil pengkajian direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: pertama, perlu dipermudah pemberian ganti kerugian, oleh karena itu proses ganti kerugian ini lebih baik melalui proses yang cepat. Hakim perlu menetapkan besaran kerugian yang harus dibayarkan oleh Negara kepada korban salah tangkap/salah prosedur tersebut, sehingga korban tidak perlu lagi mengajukan gugatan ganti kerugian. Kedua, mekanisme pembayaran ganti kerugian, tetap harus dibayarkan melalui Kementerian Keuangan, terkait hal ini, Kementerian Keuangan perlu membuat pedoman dalam rangka mempercepat proses pencairan ganti kerugian. Karena pedoman/aturan yang ada saat ini masih menggunakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 983/KMK.01/1983.
Transformasi Model Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Yuliyanto Yuliyanto
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 17, No 1 (2017): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (423.566 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2017.V17.57-73

Abstract

Pemilihan Kepala Daerah Serentak gelombang pertama sudah dilaksanakan, tapi masih banyak permasalahan dalam pelaksanaannya. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah: (1) bagaimana perubahan mendasar dari pelaksanaan Pilkada serentak berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015?; (2) apa dampak positif dan negatif pelaksanaan Pilkada serentak yang telah diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2015?; dan (3) bagaimanakah model pelaksanaan Pilkada serentak yang ideal dalam upaya penguatan demokrasi di Indonesia. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi kebijakan bagi pemangku kepentingan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, sedangkan jenis penelitiannya adalah yuridis sosiologis, dengan teknik pengumpulan data studi dokumen dan wawancara. Dari hasil penelitian merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: (1) Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat agar melakukan Perubahan/Revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota; (2) Komisi Pemilihan Umum agar membuat peraturan mengenai mekanisme uji publik.
Deradikalisasi Narapidana Teroris melalui Individual Treatment Yuliyanto Yuliyanto; Donny Michael; Penny Naluria Utami
Jurnal HAM Vol 12, No 2 (2021): August Edition
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.139 KB) | DOI: 10.30641/ham.2021.12.193-208

Abstract

Radikalisme yang dilakukan oleh teroris, baik individu maupun kelompok, jika tidak dilakukan penanganan yang serius, dampak negatifnya akan semakin meluas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa penerapan perlakuan individu terhadap narapidana teroris. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam dengan sejumlah pemangku kepentingan. Sedangkan, data sekunder diperoleh melalui regulasi terkait pembinaan narapidana teroris. Studi ini menemukan bahwa deradikalisasi narapidana teroris melalui perlakuan individu dilakukan dengan pembinaan kepribadian yang meliputi pembinaan kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, kesadaran hukum, dan penyuluhan. Pembinaan dilakukan secara individu di ruang / sel penjara. Pemilahan narapidana dalam rangka penempatan didasarkan pada penilaian tingkat risiko setiap narapidana. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah program pembinaan kepribadian terhadap narapidana teroris melalui perlakuan individu. Melalui penelitian ini, penulis ingin memberikan kontribusi kepada Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk lebih meningkatkan kualitas pembinaan terhadap narapidana teroris; dan membangun kerjasama dengan instansi lain dalam menangani narapidana teroris di Indonesia.