Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum

KONSEP EKONOMI KERAKYATAN PADA PILIHAN KEBIJAKAN MONOPOLI ATAU DEMONOPOLISASI BUMN INDONESIA Putu Samawati Saleh
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2020: Volume 7 Nomor 1 Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v0i0.184

Abstract

Abstrak Kebijakan monopoli terhadap kegiatan usaha yang dilakukan BUMN seperti yang diamanahkan oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan Indonesia dilandasi dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan merata. Sedangkan kebijakan demonopolisasi terhadap BUMN dilakukan oleh pemerintah atas dasar tuntutan globalisasi demi menciptakan kondisi pasar persaingan sempurna, efisiensi serta efektifitas dalam pengelolaan korporasi. Pilihan antara monopoli atau demonopolisasi terhadap BUMN merupakan kebijakan yang harus dapat diputuskan oleh pemerintah. Atas dasar untuk mencarikan konsep dan solusi kebijakan mengenai penyeimbang antara aspek tuntutan globalisasi dan kedaulatan negara maka dilakukanlah kajian tersebut dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian berupa strategi antisipasi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan yang merupakan gagasan pemikiran kebaruan dengan mengutamakan prinsip-prinsip perekonomian kerakyatan yang sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia. Penentuan pilihan untuk menetapkan suatu BUMN dapat menjalankan usaha secara monopoli atau justru menerapkan kebijakan demonopolisasi harus mampu diputuskan dengan dasar pertimbangan yang kuat. Hal terpenting adalah memastikan bahwa sistem ekonomi kerakyatan harus mampu diterapkan dalam pelaksanaan kinerja BUMN baik yang melakukan kegiatan usaha secara monopoli maupun demonopolisasi. Kata Kunci: Ekonomi Kerakyatan, Monopoli, Demonopolisasi, BUMN, Indonesia. Abstract The monopoly policy on business activities carried out by State Owned Enterprises (SOEs) as mandated by the Indonesian constitution and regulations, is based on the aim of prospering the people of Indonesia in a just and equitable manner. While the policy of demonopolization of SOEs is carried out by the government based on the demands of globalization in order to create market conditions of fair competition, efficiency and effectiveness in managing the corporation. The choice between monopoly or demonopolization of SOEs is a policy that should be decided by the government. This articles focus on finding policy solutions regarding balancing between the aspects of the demands of globalization and state sovereignty. The study was conducted using desk research (yuridis normative) methods. The results of the research are anticipatory strategies that can be considered by the government in determining policies that are ideas of novelty thinking by prioritizing the principles of popular economy in accordance with the Indonesian Constitution. Determination of the choice to establish an SOEs can run a business monopoly or even implement a policy of demonopolization must be able to be decided on careful and hard consideration. The most important thing is to ensure that the populist economic system must be able to be implemented in the performance of SOEs that conduct monopoly and demonopolization business activities.
KEHADIRAN BADAN USAHA PELABUHAN (BUP) SWASTA DALAM MENINGKATKAN PERSAINGAN PENGUSAHAAN KEPELABUHANAN DI INDONESIA Putu Samawati
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 1 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v9i1.335

Abstract

Abstrak Undang-undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran melepas kedudukan monopoli PT.Pelindo (Persero) sebagai pengusaha pelabuhanan. Peran PT.Pelindo (Persero) sebagai regulator juga dicabut dan dialihkan kepada otoritas pelabuhan. Hal mendasar adalah dibukanya peluang Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Milik Swasta untuk berpartisipasi dalam pengusahaan pelabuhan yang akan bersaing dengan PT.Pelindo (Persero). Keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah untuk pembangunan dan pengembangan pelabuhan menjadi salah satu alasan dibutuhkannya investasi swasta. Skema kerjasama antara pemerintah dan BUP dilengkapi dengan pemberian hak konsesi oleh otoritas pelabuhan. Ada 223 BUP di Indonesia dan baru 15 BUP yang telah mendapatkan konsesi. Artinya masih banyak BUP yang belum memiliki hak konsesi, padahal hak ini merupakan syarat utama bagi BUP untuk menjalankan kegiatan usaha kepelabuhanan. Persoalan pemberian hak konsesi ini menjadi masalah dalam menghadirkan BUP yang dapat mengoptimalkan persaingan usaha kepelabuhanan. Artikel ini akan membahas permasalaan tersebut dengan menggunakan metode yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undanngan dan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan ditarik kesimpulan yang bersifat induktif yang memberikan pemahaman tentang semakin banyak BUP yang mampu mengusahakan kepelabuhanan maka akan semakin terciptanya persaingan usaha kepelabuhanan yang dapat membantu percepatan pencapaian target pembangunan dan pengembangan pelabuhan di Indonesia. Kata Kunci: Persaingan Usaha, PT.Pelindo (Persero), Badan Usaha Pelabuhan, Hak Konsesi. Abstract Law No.17 of 2008 concerning Shipping relinquished the monopoly position of PT Pelindo (Persero) as a port operator. The role of PT Pelindo (Persero) as a regulator was also revoked and transferred to the port authority. The basic thing is the opening of the opportunity for Port Business Entities (PBE) to participate in the exploitation of ports that will compete with PT Pelindo (Persero). The limited state has for port establish and development is one of the reasons it was needed for private investment. The cooperation scheme between the government and PBE is complemented by granting concession rights by the port authority. There are 223 PBE in Indonesia and only 15 PBE that have obtained concessions. This means that there are still many PBE that do not yet have concession rights, even though this right is the main requirement for PBE to carry out port business activities. The issue of granting concession rights is a problem in presenting a PBE that can optimize port business competition. This article will be carried out using the doctrinal method, through a legislative approach and analyzed qualitatively, so that an inductive conclusions will be drawn which provide an understanding of the more PBE are able to work on ports, the more it will create port business competition that can help accelerate achievement of development targets and port development in Indonesia.