Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PROSEDUR PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN INVESTASI DI KOTA PALEMBANG Suci Flambonita; Vera Novianti
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 10, No 2 (2021): Volume 10 Nomor 2 November 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v10i2.1574

Abstract

The important factors in the framework of realizing people's welfare is economic growth, which can be encouraged through the creation of a conducive investment climate that contributes to economic growth and improvement of welfare society, to support the realization of sustainable and quality economic growth, of investment climate. attractive, encouraging investment to increase the competitiveness of the national economy, as well as increasing the capacity of adequate infrastructure and other supporting factors, including the provision of incentives and ease of investment in the city of Palembang. The normative method is carried out through a literature study that examines (especially) secondary data in the form of laws and regulations, or other legal documents, as well as research results, study results, and other references. The method used normative legal research, which includes secondary legal materials and is developed with primary legal materials from theoretical instruments. In addition to collecting the type of data used in this study is secondary data, which was obtained through a library study. The procedure for providing incentives and ease of investment in Palembang based on external and internal considerations, the basic principles of establishing procedures for providing incentives and investment facilities, criteria for investment activities, as well as regional classification criteria, the provision of incentives and investment facilities is determined, which in turn establishes a rule regarding the establishment of procedures providing incentives and investment.
Implementasi Rehabilitasi dan Reintegrasi Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Lembaga Pembinaan Anak di Provinsi Sumatera Selatan Wahyu Ernaningsih; Vera Novianti; Theta Murty
Simbur Cahaya VOLUME 24 NOMOR 3, SEPTEMBER 2017
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.064 KB) | DOI: 10.28946/sc.v24i3 Sep 2017.81

Abstract

Rehabilitasi dan reintegrasi merupakan bagian dari upaya untuk menjalankan amanah dari Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Upaya untuk memulihkan kembali kondisi anak agar tidak trauma dan menciptakan suasana kondusif pada saat memulangkan mereka pada keluarga atau lingkungannya melalui peningkatan kepercayaan diri si-anak dan penerimaan dengan baik oleh keluarga serta lingkungan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan reintegrasi. Pada saat anak melakukan suatu tindak pidana dan dia diputuskan bersalah serta harus menjalani hukuman, maka anak pelaku tindak pidana tersebut tidak boleh mendapatkan hukuman dalam bentuk kekerasan. Mereka harus ditempatkan pada tempat khusus untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan. Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan (Rutan), dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) adalah beberapa tempat khusus yang melakukan proses pembinaan dan pendidikan. Pemantauan lebih mendalam mengenai Implementasi rehabilitasi dan reintegrasi yang dilakukan oleh LPKA Klas IA Palembang, Lapas Klas IIA Tanjung Raja Ogan Ilir, Bapas Klas IA Palembang, Rutan Klas IIA Baturaja, dan Lapas Klas IIB Sekayu dalam penanganan terhadap anak pelaku tindak pidana, menjadi tolak ukur dilaksanakan atau tidak amanah yang terdapat dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
IMPACT ON EMPLOYEES DURING PANDEMIC BASE ON LABOR SYSTEM PERSPECTIVE Suci Flambonita; Wahyu Ernaningsih; Vera Novianti
Nurani: Jurnal Kajian Syari'ah dan Masyarakat Vol 21 No 2 (2021): Nurani
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/nurani.v21i2.9642

Abstract

The fourth paragraph at the opening of the Constitution of the Republic of Indonesia states that the Government of the Republic of Indonesia is obliged to protect the entire Indonesian nation, promote the general welfare, and educate the nation's life which is a manifestation of the responsibility of the state which is obliged to create welfare for its people fairly and equitably equally. This constitutional mandate is spelled out in the form of regulations aimed at preventing injustice from the stronger party against the weaker party so that a just and peaceful society can be created. The method used to analyze this problem is through normative and empirical mix and match. The approach used in this study is a statute approach, conceptual approach, and case approach. Legal protection for workers is an obligation for the fulfillment of basic rights inherent and protected by the constitution as regulated in Article 27 paragraph (2) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The logical consequence of this mandate is the birth of the State's obligation to accommodate facilities and the widest possible opportunity for the community so that they can get a job as well as make it something worthy of humanity. Thus, the violation of basic rights guaranteed by the constitution is a violation of human rights. Protection of workers is regulated in Articles 67 to 101 of the Manpower Law, including those concerning wages and welfare. However, when faced with the COVID-19 pandemic situation, the company immediately provided a force majeure reason to avoid paying severance pay for workers/laborers affected by layoffs. The problem that occurs, in this case, is the termination of employment carried out by companies using force majeure reasons by companies in Indonesia unilaterally. Keywords: Impact, Employees, Pandemic
Rethinking Indonesian Legislation on Wildlife Protection: A Comparison between Indonesia and the United States Febrian Febrian; Lusi Apriyani; Vera Novianti
Sriwijaya Law Review Volume 5 Issue 1, January 2021
Publisher : Faculty of Law, Sriwijaya University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/slrev.Vol5.Iss1.881.pp143-162

Abstract

In Indonesia, a crime against wildlife is still not well controlled. Several reasons are the fact that certain wildlife is still considered a threat by the community and the lack of implemented criminal sanctions. This paper compares the application of sanctions to perpetrators of wildlife crimes between Indonesia and America. Based on the Indonesian Law, Article 40(2) of the Law on Conservation of Living Natural Resources and their Ecosystems, a person who commits a crime against individual wild animals can be imprisoned for a maximum of five years and a maximum fine of one hundred million rupiahs. Meanwhile, the United States Law, the Endangered Species Act (ESA), charges wildlife criminals with criminal and civil penalties. In § 1540(a)(1) it provides that anyone who takes, imports, exports, transports or sells endangered species can be fined not more than $ 25,000. If the species is threatened in the group, the offender can be subject to a sentence of not more than $ 12,000. Also, additional criminal sanctions were imposed to revoke federal licenses, lease permits and hunting permits. This study aims to analyse criminal sanctions' enforcement in criminal cases against protected animals in courts in Indonesia and the United States to find best practices using normative legal research methods. The results show that the criminal sanctions against wildlife crimes in Indonesia have never reached the maximum sentence so that it is not sufficient to provide a deterrent effect for the perpetrators. Unlike in America, the imprisonment sanction for criminal sanctions for protected animals is still relatively weak, but fines and civil sanctions can be maximally applied.
Bahaya Pornografi Melalui Media Elektronik bagi Remaja Berbasis Penyuluhan Hukum Suci Flambonita; Vera Novianti; Artha Febriansyah
Jurnal Abdidas Vol. 2 No. 3 (2021): Pages 459-724
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/abdidas.v2i3.324

Abstract

Penyuluhan tentang bahaya pornografi melalui media elektronik bagi remaja sebagai akibat dari kemajuan komunikasi/teknologi tersebut, justru sangat mengganggu psikologis perkembangan jiwa anak-anak dan remaja. Hal ini dikarenakan melihat dan menonton gambar dan film yang bukan konsumsi mereka, mereka meniru adegan yang ada di dalam internet tersebut. Bertalian dengan hal pornografi, ada semacam dampak yang sangat signifikan yaitu jika sudah maniak terhadap tontotan yang berbau pornografi, maka akan menjadi kecanduan yang disebut kecanduan pornografi. Dimana perilaku berulang untuk melihat hal-hal yang merangsang nafsu seksual, dapat merusak kesehatan otak dan kehidupan seseorang, serta pecandu pornografi tidak sanggup menghentikannya. Pemanfaatan teknologi khususnya di bidang visualisasi melalui media elektronik menjadikan manusia lebih maju cara berpikirnya. Manusia dapat mengenal orang lain di belahan dunia manapun melalui jaringan nasional maupun internasional, secara bilateral maupun multilateral yang diakses melalui situs dalam internet. Manusia bisa mengenal manusia lain melalui jalur internet melalui Facebook, Twitter, Instagram, Vine, Line, WhatsApp, Bee Talk, Skype, dan masih banyak aplikasi yang lain. Dari semua fasilitas tersebut, secara keseluruhan dapat digunakan secara online. Internet sebagai salah satu indikator mempermudah segala gerak diberbagai lini kehidupan dan memudahkan untuk mengakses data apapun, termasuk gambar-gambar/film yang dikategorikan sebagai tontonan orang dewasa atau 17 tahun ke atas. Untuk itu, diperlukan penyuluhan hukum sebagai upaya preventif dalam mencegah bahaya pornografi pada kalangan remaja khususnya. Metode yang digunakan ceramah, diskusi dan tanya jawab. Hasil dari penyuluhan tersebut adalah siswa memahami yang dimaksud dengan pornografi, jenis-jenis serta bahaya pornografi, sehingga bahaya pornografi melalui media elektronik bagi remaja sebagai akibat dari kemajuan komunikasi/teknologi tersebut dapat diminimalisir.
SOSIALISASI PRINSIP AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA MENURUT UU NOMOR 6 TAHUN 2014 DI DESA SERIKEMBANG KECAMATAN PAYARAMAN KABUPATEN OGAN ILIR Suci Flambonita; Vera Novianti; Lusi Apriyani
BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.847 KB) | DOI: 10.31949/jb.v2i1.607

Abstract

Desa merupakan suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah penduduk yang saling mengenal satu sama lain atas dasar hubungan kekerabatan dan/ atau kepentingan politik, sosial, ekonomi, dan keamanan. Dimana pertumbuhannya menjadi suatu kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat sehingga tercipta ikatan lahir dan batin antara masing-masing warganya yang pada umumnya warga tersebut hidup dari hasil pertanian, mempunyai hak mengatur rumah tangganya sendiri, dan secara administratif berada di bawah pemerintahan kabupaten/kota. Dengan adanya perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 Jo Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pengelolaaan keuangan desa yang dilaksanakan oleh Kepala Desa yang termaktub juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. dikatakan bahwa minimal pendidikan kepala desa adalah smp sederajat, yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana pengaplikasiannya jika pendidikan hanya smp dan sederajat mengelola keuangan Negara dengan program pemerintah 1 desa 1 Milyar. Bentuk transparansi laporan pertanggungjawaban kepala desa dalam pengelolaan keuangan yang harus dilaporkan kepada Bupati secara langsung.
Pengelolaan Keuangan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Berbasis Pertanggungjawaban Kepala Desa Suci flambonita; Vera Novianti; Putu Samawati; Artha Febriansyah; Lusi Apriyani
Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Vol 2 No 1 (2022): JPMI - Februari 2022
Publisher : CV Infinite Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52436/1.jpmi.477

Abstract

Pengelolaan keuangan desa merupakan semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Keuangan desa dikelola berdasarkan atas asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Sedangkan pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. Diperlukan Peraturan Bupati/Walikota untuk mengatur mengenai Pengelolaan Keuangan Desa. Pada dasarnya tulisan ini membahas salah satu siklus dari pengelolaan Keuangan desa yaitu Pertanggungjawaban Keuangan Desa. Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan pengetahuan bagi aparatur desa yang terkait dengan pengelolaan keuangan desa, terutama Kepala Desa sebagai tampuk pimpinan di desa serta pertanggungjawabannya. Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi. Pembahasan pada tulisan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemeritahan desa, dimana kepala desa bertanggung jawab kepada camat, tetapi setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, maka kepala desa langsung bertanggungjawab kepada Bupati/walikota, yaitu terkait bagaimana pengelolaan dana desa secara baik.
Preventive Protection for Indonesian Migrant Workers as Part of an Effort to Prevent Human Trafficking in Johor Bahru Malaysia Suci Flambonita; Vera Novianti; Artha Febriansyah
Journal La Sociale Vol. 3 No. 3 (2022): Journal La Sociale
Publisher : Borong Newinera Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37899/journal-la-sociale.v3i3.659

Abstract

The issues of Indonesian migrant workers are interminable; practically all bordering countries, including Malaysia, are destinations for Indonesian migrant workers. Administrative issues, salary disparities, exploitation, and human trafficking are all issues that Indonesian migrant workers encounter abroad. As the country's representative, the Embassy/Consulate General of the Republic of Indonesia plays a vital role in defending Indonesian migrant workers and Indonesian nationals overseas. The government's legal protection normally begins with document registration, followed by preparation, training, and placement. This study used a normative strategy with a statutory and case approach. Preventive protection takes the form of providing protection based on Law Number 21 of 2007 about TIP, Law Number 18 of 2017 concerning PMI Protection, and Malaysian Law in Deed 670 concerning the Anti-Trafficking in Persons and Anti-Migrant Smuggling Deed 2007. The Consulate General of the Republic of Indonesia Malaysia provides legal protection for Indonesian employees who are victims of illegal acts of human trafficking through both litigation and non-litigation routes.
Enhancing Restorative Justice in Indonesia: Exploring Diversion Implementation for Effective Juvenile Delinquency Settlement Nashriana Nashriana; Desia Rakhma Banjarani; Marwin S Del Rosario; Vera Novianti
Sriwijaya Law Review Volume 7 Issue 2, July 2023
Publisher : Faculty of Law, Sriwijaya University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/slrev.Vol7.Iss2.2427.pp318-334

Abstract

Indonesia’s juvenile delinquency is rapidly increasing in a high number every year. At the same time, restorative justice’s implementation through the diversion mechanism is ineffective. This circumstance indicates that efforts to enhance juvenile delinquency settlement are essential. Hence, this research elaborates on diversion challenges in settling cases involving juveniles in Indonesia. Moreover, it will analyse efforts to optimise diversion implementation in strengthening restorative justice in settling juvenile cases in Indonesia. This is normative research that uses a statutory approach and is described qualitatively. The research illustrates numerous obstacles in applying diversion during juvenile delinquency resolution in Indonesia. Amongst the difficulties are legal factors; law enforcer factors; factors of means or supporting facilities; societal factors, and cultural factors. These challenges incline the necessity to improve diversion applications in Indonesia’s juvenile delinquency. The effectiveness of diversion will contribute positively to the restorative justice system in Indonesia. Furthermore, optimising diversion is possible through reformulating regulation and prioritising prevention efforts to prevent juvenile delinquency from reaching litigation settlement.