Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

Peluang Persekongkolan Dengan Anak Perusahaan BUMN Dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa Samawati, Putu
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 1, JUNI 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (40.09 KB) | DOI: 10.28946/sc.v26i1.343

Abstract

BUMN is a business entity whose entire or part of its capital is owned by the state through direct participation that comes from separate state assets with the main purpose of establishment is to provide benefits to the nation and protect the lives of many people. The number of BUMNs that stand and run businesses in the jurisdiction of Indonesia reaches approximately 121 companies, out of the 121 companies, there are 2 well-known BUMN companies involved in the case and have been decided by KPPU to violate Law No.5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Competition Unhealthy Business. KPPU's decision stating that PT. Pelindo II (Persero) and PT. Pertamina (Persero) involves cases of conspiracy with subsidiaries and / or companies affiliated with SOEs which certainly create an imperfect competition climate and conflict with the objectives of the establishment of BUMN by the state. The problem of conspiracy carried out by SOEs often occurs and is supported by various factors, one of which is supported by interent regulations such as those imposed by the minister of SOEs through BUMN State Ministerial Regulation Number PER-15 / MBU / 2012 concerning Amendments to SOE State Ministerial Regulations Number PER-05 / MBU / 2008 concerning General Guidelines for SOE Goods and Services Procurement, in Article 9 paragraph (3) letter j and Article 9 paragraph (4), which essentially provides opportunities for SOEs to exercise their rights in the procurement of goods and services through direct appointment to subsidiaries and / or BUMN affiliated companies. The enactment of this regulation seems to give privileges to SOEs to be able to conspire with subsidiaries or companies affiliated with BUMN. The thing that became the study of analysis was by looking at the background of the enactment of the ministerial regulation and finding legal efforts to anticipate the occurrence of the conspiracy
Restructuring State-Owned Enterprises (SOEs) as a Strategy to Face Demonopolization Policies Samawati Saleh, Putu
Media Hukum Vol 26, No 1 (2019): JUNE 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The demonopolization policy on State-Owned Enterprises (SOEs) makes SOEs as an independent corporations by prioritizing profit motives while running a business for public benefits. The opportunity for private companies to become competitors of SOEs that have been running a monopoly business is one of the challenges for SOEs to compete. Restructuring of SOEs is a strategy to survive in business. The fundamental goal to achieve is that SOEs can become the main business entity that plays a role in national development by combining corporate/business principles and public services, but it still rests on the concept of democratic economy as a characteristic of Indonesian. The main problem to improve the role of SOEs in being able to be independent and competitive would be presented through normative juridical (doctrinal) research by using secondary data as the main data. The findings in the normative-prescriptive analysis would then be interacted using qualitative descriptive analysis methods through inductive conclusions. The results is finding an external and internal improvement strategy for the company by strengthening the concept of restructuring as an effort to enhance the role SOEs to be independent, competitive, and contributive to the sovereign, fair, and prosperous national economy.
KONSESI PELABUHAN BENTUK PENDELEGASIAN PENGELOLAAN KEPELABUHANAN KEPADA BADAN USAHA PELABUHAN Putu Samawati Saleh
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 10, No 2 (2021): Volume 10 Nomor 2 November 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v10i2.1571

Abstract

Pembahasan difokuskan pada persoalan mekanisme perjanjian konsesi pelabuhan yang dilakukan antara pemerintah yang diwakili oleh Otoritas Pelabuhan (OP) dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP), termasuk persoalan permasalahan wanprestasi yang mungkin terjadi pada saat pelaksanaan perjanjian konsesi pelabuhan. Metode yang digunakan adalah penelitian dokumentari dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang dianalisis secara kualitatif, dan ditarik kesimpulan secara induktif. Perjanjian konsesi pelabuhan yang diberikan kepada BUP dalam bentuk Built Operate Transfer (BOT) kecuali untuk pelabuhan yang telah dibangun sebelum diberlakukannya Undang-undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menggunakan bentuk Built Operate Own (BOO). Setelah jangka waktu pelaksanaan konsesi pelabuhan berakhir, selanjutnya lahan dan fasilitas pelabuhan dikembalikan kepada negara dan akan dilelang ulang untuk menentukan BUP yang akan mengusahakannya. Mekanisme pemberian hak konsesi dari pemerintah kepada BUP memiliki persoalan yang cukup serius, hal ini terbukti dari 223 BUP hanya 10 BUP yang telah memiliki hak konsesi pelabuhan. Persoalan jangka waktu dan tarif konsesi menjadi kendala dalam praktik. Terobosan dengan membenahi sistem mekanisme perjanjian konsesi yang memperhatikan perimbangan hak dan kewajiban antara OP dengan BUP dapat dijadikan solusi dalam menambah jumlah pelimpahan hak konsesi pelabuhan
Argumen Hukum Mengenai Larangan Jabatan Rangkap Komisaris dan Direktur Dalam Sebuah Perseroan Terbatas Putu Samawati
Simbur Cahaya VOLUME 24 NOMOR 3, SEPTEMBER 2017
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.943 KB) | DOI: 10.28946/sc.v24i3 Sep 2017.78

Abstract

Komisaris dan direksi sebagai organ dalam sebuah Perseroan Terbatas (PT) memiliki kedudukan yang penting bagi keberlangsungan jalannya kegiatan usaha sebuah PT. Komisaris bertugas mengawasi kinerja dari Direksi, dan Direksi bertugas menjalankan perseroan.. Praktik di lapangan sering kali dijumpai seorang komisaris juga berkedudukan sebagai direksi dalam sebuah PT atau dalam anak perusahaan PT. Ketika jabatan komisaris dirangkap juga sebagai direksi akan sangat memungkinkan terjadi kecurangan dalam pengelolaan PT karena yang bertugas sebagai pengawas mengawasi kinerja dirinya sendiri. Kesimpang siuran persoalan rangkap jabatan antara komisaris dan direksi ini apakah dibenarkan oleh hukum Indonesia atau tidak merupakan bahasan utama dalam artikel ini, kajian utama akan didasarkan pada norma-norma peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan penambahan analisis penafsiran hukum berdasarkan teori interpretasi analogi. Harapannya akan mendapatkan tambahan wawasan mengenai persoalan rangkap jabatan ini secara jelas sehingga dalam praktiknya dapat direalisasikan dengan tepat.
Persepsi Masyarakat Kota Palembang Tentang Rekonstruksi Pasal Mengenai Pembagian Peran Antara Suami dan Istri Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Wahyu Ernaningsih; Putu Samawati
Simbur Cahaya VOLUME 24 NOMOR 2, MEI 2017
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.677 KB) | DOI: 10.28946/sc.v24i2 Mei 2017.55

Abstract

Sejak diberlakukannya Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan hingga saat ini telah berusia 42 tahun belum pernah sekalipun undang-undang ini mengalami amandemen atau perubahan atau pembaharuan. Rencana perubahan telah beberapa kali diajukan tetapi pertentangan akan isi pasal perubahan tersebutlah yang belum memperoleh kata sepakat. Penelitian ini berupaya mengkaji relevansi 2 pasal dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang dihubungkan dengan kondisi masyarakat tahun 2016, kedua Pasal tersebut yaitu Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 34, keduanya mengatur hal yang sama yaitu persoalan kesetaraan peran suami dan istri dalam rumah tangga yang masih dinyatakan dalam kelompok pengaruh kekerabatan patrilinial, dimana suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga. persoalan mendasar adalah masih relefankah pengklasifikasian yang membagi perbedaan peran antara suami dan istri dalam mengurus urusan rumah tangga seperti yang dinyatakan berdasarkan Pasal 31 ayat (3) dan 34 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden dan informan menganggap ketentuan Pasal 31 ayat (3) masih relevan dan tidak perlu mengalami perubahan, tetapi rekonstruksi terhadap Pasal 34 sepakat dilakukan mengingat isi pasal tersebut tidak sesuai lagi dengan kondisi masyarakat abad 21 yang telah mengalami pergeseran konsep pembagian peran suami-istri secara konvensional menjadi kemitraan dengan mengedepankan komunikasi dan kesepakatan bersama.
Perspektif Hukum Persaingan Usaha Terhadap Kebijakan Demonopolisasi Badan Usaha Milik Negara di Indonesia Putu Samawati
Simbur Cahaya VOLUME 25 NOMOR 1, JUNI 2018
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.108 KB) | DOI: 10.28946/sc.v25i1.320

Abstract

Business competition law requires the creation of national economic efficiency and the effectiveness and efficiency of business activities as contained in the purpose of the establishment of Law No.5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. The effectiveness and efficiency of business activities are directed at creating healthy competition between business actors. While national economic efficiency is directed at fulfilling the needs of the lives of many people with indicators of increasing public welfare. One of the efforts to achieve these two things was done by enacting the de-monopolization policy of State-Owned Enterprises (BUMN), in which state-owned companies that had monopoly rights in certain business sectors, their monopoly rights were revoked by giving opportunities to the private sector to compete. The study of how the de-monopolization policy of SOEs can create a healthy business competition climate for the fulfillment of the needs of the people's lives is the focus of the discussion in this article. The discussion will be conducted using the documentary research method that places secondary data as the main analysis material. Analysis using a legislative approach, and a historical approach will be able to answer the problems that use the principle of benefit and principle of justice that can be used as a government consideration in enforcing the de-monopolization policy of SOEs. The main target of the de-monopolization policy of SOEs is to protect the lives of many people by guaranteeing the fulfillment of quality living needs
Demonopolization SOEs Policy as An Efforts To Restructured Roles and Institutions in Facing Global Competition Putu Samawati
Bappenas Working Papers Vol 2 No 1 (2019): Edisi Maret 2019
Publisher : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.643 KB) | DOI: 10.47266/bwp.v2i1.34

Abstract

This article discusses how SOEs prepare themselves in an effort to deal with economic globalization over the demonopolization policy. Demonopolization is a policy undertaken by the government as a commitment to implementing free trade required WTO. Economic globalization is a condition that will not be able to be avoided, a sure step that must be taken by the government is to prepare for the resilience of the nation's economy through institutional strengthening strategies. One of them is by improving the performance of SOEs through policies that can create a synergy of effort and will be able to improve the quality to face competition globally. Create competitors to SOEs will be able to encourage SOEs to improve their institutions internally and externally, this condition is one of the strategies to create professional and independent SOEs, in order to face global challenges. Restructuring of SOEs by applying corporate culture and implement of concept good corporate governance is a strategy for internal institutional reform, internal institutional strengthening will have an impact on external institutional which will provide the best service for consumers and public. The Concept of SOEs performance must be based on the principles of economic democracy that promote fair efficiency for all economic actors, the main aim of providing protection for the people of Indonesia.
The Privilege of The Indonesia Investment Authority in Indonesia Omnibus Law on Job Creation Putu Samawati; Shinta Paramita Sari
Jurnal Cita Hukum Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jch.v9i1.20164

Abstract

Economic globalization has an impact on the dynamics of adjusting the legal rules established in Indonesia. One of them is the legal unification format called the Omnibus Law on Job Creation. The Omnibus Law on Job Creation collects laws related to development and investment. The new thing in this law is the formation of a new institution called the Sovereign Wealth Fund. Various privileges are given to an institution called the Indonesia Investment Authority (IIA), ranging from not being held accountable for a loss to being audited only by a public accountant. This article discusses how laws and regulations build the construction of the Sovereign Wealth Fund Indonesia. The main problem that was analyzed is how the position of the Sovereign Wealth Fund in the structure of the Indonesian state institutions, besides that, it also discusses the issue of the authority and responsibility of the Sovereign Wealth Fund as well as the privileges provided by laws and regulations. All of these issues be the scope of discussion that provides an overview of Indonesia's Sovereign Wealth Fund. The discussion was conducted using a normative juridical method through qualitative analysis using a statutory approach and legal philosophy approach. The inductive conclusion is expected to provide input in strengthening IIA construction so as not to get demands for discriminatory treatment by other state institutions, and the goal of being established by the IIA to accelerate national economic development can be realized.Keywords: Privilege, Indonesia Investment Authority, Omnibus Law on Job Creation, Sovereign Wealth Fund. Keistimewaan Indonesia Investment Authority Dalam Omnibus Law Cipta Kerja Indonesia Abstrak Globalisasi ekonomi berdampak pada dinamika penyesuaian aturan-aturan hukum yang ditetapkan di Indonesia. Salah satunya adalah format penyatuan hukum yang diberi nama Omnibus Law Cipta Kerja. Omnibus Cipta Kerja ini menghimpun undang-undang yang berkaitan dengan pembangunan dan investasi. Hal baru yang diatur dalam undang-undang ini adalah pembentukan lembaga baru yang diberi nama Soverign Wealth Fund. Berbagai keistimewaan diberikan kepada lembaga yang diberi nama Indonesia Investment Authority (IIA), mulai dari tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban apabila mengalami kerugian hingga hanya dapat diaudit oleh akuntan publik. Artikel ini membahas mengenai bagaimana peraturan perundang-undangan membangun konstruksi Soverign Wealth Fund Indonesia. Permasalahan utama yang dianalisis adalah bagaimana kedudukan Soverign Wealth Fund dalam struktur lembaga negara Indonesia, selain itu juga dibahas mengenai persoalan kewenangan dan tanggung jawab Soverign Wealth Fund serta keistimewaan-keistimewaan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Kesemuaan permasalahan ini menjadi ruang lingkup pembahasan yang akan memberikan gambaran mengenai Soverign Wealth Fund Indonesia. Pembahasan dilakukan dengan metode yuridis normatif melalui analisis secara kualitatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan filsafat hukum. Kesimpulan secara induktif diharapkan dapat memberikan masukan dalam menguatkan konstruksi IIA agar tidak mendapatkan tuntutan perlakuan diskriminasi oleh lembaga negara lain, dan tujuan didirikan IIA untuk percepatan pembangunan perekonomian nasional dapat terealisasi.Kata Kunci: Keiistimewaan, Indonesian Investment Authority, Omnibu Law Cipta Kerja, Lembaga Pengelola Investasi Привилегии инвестиционного управления Индонезии по Закону Омнибуса о создании рабочих мест в ИндонезииАннотацияЭкономическая глобализация влияет на динамику регулировки правовых норм, установленных в Индонезии. Одна из них - это юридический формат унификации, который называется Законом Омнибуса о создании рабочих мест. Закон Омнибуса о создании рабочих мест включает в себя законы, связанные с развитием и инвестициями. Новым в этом законе является создание нового учреждения под названием Фонд Национального Благосостояния (Sovereign Wealth Fund). Учреждению, называемому Инвестиционным Управлением Индонезии (IIA), предоставляются различные привилегии, от отсутствия ответственности за убытки до проверки только государственным аудитором. В этой статье обсуждается, как законы и нормативные акты строят структуру Фонда Суверенного Благосостояния Индонезии. Основная проблема, которая была проанализирована, заключается в том, какое положение у Фонда Суверенного Благосостояния в структуре государственных учреждений Индонезии, помимо этого, также обсуждается вопрос о полномочиях и ответственности Фонда Суверенного Благосостояния, а также о привилегиях, обеспеченных законами и регулированиями. Все эти вопросы являются предметом обсуждения, который дает обзор Фонда Суверенного Благосостояния Индонезии. Обсуждение проводилось с использованием нормативно- правового метода посредством качественного анализа с использованием статутного подхода и философско-правового подхода. Предполагается, что индуктивный вывод внесет вклад в укрепление построения IIA, чтобы не получить требований о дискриминационном обращении со стороны других государственных учреждений, и цель, поставленная IIA для ускорения национального экономического развития, может быть реализована.Ключевые Слова: Привилегия, Инвестиционное Управление Индонезии, Закон Омнибуса о создании рабочих мест, Фонд национального благосостояния
Restructuring State-Owned Enterprises (SOEs) as a Strategy to Face Demonopolization Policies Putu Samawati Saleh
Jurnal Media Hukum Vol 26, No 1, June 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmh.20190119

Abstract

The demonopolization policy on State-Owned Enterprises (SOEs) makes SOEs as an independent corporations by prioritizing profit motives while running a business for public benefits. The opportunity for private companies to become competitors of SOEs that have been running a monopoly business is one of the challenges for SOEs to compete. Restructuring of SOEs is a strategy to survive in business. The fundamental goal to achieve is that SOEs can become the main business entity that plays a role in national development by combining corporate/business principles and public services, but it still rests on the concept of democratic economy as a characteristic of Indonesian. The main problem to improve the role of SOEs in being able to be independent and competitive would be presented through normative juridical (doctrinal) research by using secondary data as the main data. The findings in the normative-prescriptive analysis would then be interacted using qualitative descriptive analysis methods through inductive conclusions. The results is finding an external and internal improvement strategy for the company by strengthening the concept of restructuring as an effort to enhance the role SOEs to be independent, competitive, and contributive to the sovereign, fair, and prosperous national economy.
UPAYA PENGEMBANGAN USAHA KULINER TRADISIONAL SUMATERA SELATAN MELALUI PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENYEDERHANAAN PERIZINAN WARALABA Putu Samawati; Helmanida Helmanida; Rdn. Muhammad Ikhsan
SIMBUR CAHAYA Vol 23, No 1 (2016): Jurnal Simbur Cahaya
Publisher : Journal of Law Simbur Cahaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Usaha kuliner tradisional merupakan salah satu bentuk upaya pelestarian citarasa daerah yang dibalut dengan bisnis bernilai ekonomis. Berdasarkan penyebaran kuisioner kepada 100 orang pengusaha kuliner tradisional Sumatera Selatan yang melakukan kegiatan bisnisnya di kota Palembang, diperoleh informasi bahwa pengembangan usaha mereka hanya dilakukan diwilayah lokal saja dan dilakukan dengan kepengurusan berdasarkan hubungan keluarga garis keturunan. Para responden mengakui bahwa mereka pernah mendengar istilah waralaba tetapi mereka juga mengetahui bahwa permohonan perizinan dan perlindungan pengembangan usaha kuliner melalui mekanisme waralaba masih terhalang persoalan-persoalan teknis di lapangan. Padahal pengembangan usaha melalui mekanisme waralaba merupakan salah satu bentuk pengembangan usaha yang efisien dan efektif untuk menyebarkan usaha secara nasional bahkan internasional dengan tidak menghilangkan hak dari pemilik usaha awal. Kendala-kendala teknis di lapangan yang dihadapi oleh para pengusaha kuliner tradisional memerlukan upaya perlindungan secara hukum dan harus mendapatkan bantuan dari pemerintah karena usaha ini berkaitan dengan budaya bangsa. Maka dari itulah penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis empiris melalui pendekatan Undang-undang dan sosiologis jurisprudence, yang kemudian akan dianalisis secara deskriftif analisis dengan menarik kesimpulan secara induktif. Harapan yang ingin dicapai adalah diperolehnya solusi yang dapat digunakan demi terlaksananya pengembangan kuliner tradisional menggunakan mekanisme waralaba yang memberikan perlindungan hukum bagi pengusaha dan konsumennya.