Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Efek pemberian metilprednisolon oral terhadap gambaran histopatologik hati tikus wistar (Rattus norvegicus) Rifaldi, Muhammad; Lintong, Poppy M.; Durry, Meilany F.
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.14657

Abstract

Abstract: Drug-induced liver injury (DILI) is an adverse drug reaction which vary in its clinical manifestations, ranging from an asymptomatic increase in liver enzymes to fulminant hepatic failure. Several drugs can cause DILI, one of which is corticosteroid. Methylprednisolone (MT) is a kind of corticosteroid drug which is considered to be a safe drug and it is not believed to cause DILI and often used for the treatment of severe hepatitis. However, there are some reports of DILI in patients treated with high-dose MT. The objectives of this study was to determine the effect of oral administration of MT on liver’s histological changes of witar rats. This study was using 15 rats which were divided into 3 groups; 1 negative control group (group A) and 2 treatment groups (group B and group C). Group B was given a low-dose oral MT, 2 mg/day, while group C was given oral high-dose MT, 4 mg/day for 14 consecutive days. The results showed steatohepatitis features in both low-dose and high-dose MT administration groups. Histopathological features of both treatment groups are similar. Qualitatively, high-dose MT group showed worse histopathological features than the low-dose MT group. Conclusion: Administration of MT by 2mg/day and 4mg/day may induced steatohepatitis in wistar rat’s liver.Keywords: methylprednisolone, liver histopathological features Abstrak: Drug-induced liver injury (DILI) atau cedera hati akibat obat merupakan reaksi efek samping obat dengan manifestasi klinis yang beragam, mulai dari peningkatan enzim-enzim hati yang bersifat asimptomatik sampai dengan timbulnya gagal hati fulminan. Banyak obat-obatan yang dapat menyebabkan DILI, salah satunya adalah golongan kortikosteroid. Metilprednisolon (MT) adalah obat golongan kortikosteroid yang dianggap sebagai obat yang aman dan tidak diyakini dapat menyebabkan DILI, bahkan sering digunakan untuk terapi pasien hepatitis berat. Akan tetapi, beberapa klinisi melaporkan kasus DILI pada pasien-pasien yang diterapi dengan MT dosis tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian MT oral terhadap perubahan histologik hati tikus wistar. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik menggunakan 15 ekor tikus yang dibagi dalam 3 kelompok; 1 kelompok kontrol negatif (kelompok A) dan 2 kelompok perlakuan (kelompok B dan kelompok C). Kelompok B diberikan MT oral dosis rendah sebanyak 2 mg/hari sedangkan kelompok C diberikan MT oral dosis tinggi sebanyak 4 mg/hari setiap hari selama 14 hari berturut-turut. Hasil penelitian menunjukkan gambaran yang sama secara mikroskopik pada kedua kelompok perlakuan yaitu terjadinya steatohepatitis. Tetapi secara kualitatif, kelompok tikus yang mendapatkan MT dosis tinggi memberikan gambaran histopatologik yang lebih jelek dibandingkan kelompok yang diberi dosis rendah. Simpulan: Pemberian metilprednisolon dosis 2mg/hari dan dosis 4 mg/hari dapat mencetuskan terjadinya steatohepatitis pada hati tikus wistar. Kata kunci: metilprednisolon, gambaran histopatologik hati
Gambaran histopatologik lambung tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi asam mefenamat dan diberi susu kental manis Shafira, Aisyah N.; Kairupan, Carla F.; Durry, Meilany F.
eBiomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.4.2.2016.14687

Abstract

Abstract: Empirically, sweet condensed milk is often consumed by gastritis patients with acute gastritis to relieve the symptoms of epigastric pain. Its amphoteric acidity (pH 6,5 - 6,7), sweet taste, nutritional and oligosaccharides contents are some factors that are predicted to influence the relieve of epigastric pain. Acute gastritis can be induced by NSAIDs, such as mefenamic acid. This study aimed to reveal the histopathological features of the gaster of Wistar rats (Rattus norvegicus) induced with mefenamic acid and fed with sweet condensed milk. This was laboratory experimental study using 21 Wistar rats. Rats were divided into three groups (seven rats in each group). Group A was the negative control, group B was induced with mefenamic acid 23,25 mg/day for seven days, and group C were induced with mefenamic acid 23,25 mg/day and administered with sweet condensed milk 0,8 ml/day simultaneously for seven days. All rats were terminated on day 8. The results showed that histopathological features of the gaster of Wistar rats had less inflammatory cells and more regenerated cells than that of rats in group B. Conclusion: Histopathological features of gaster of Wistar rats induced with mefenamic acid and treated with sweet condensed milk showed milder signs of acute gastritis and better cell regeneration than that of Wistar rat not treated with sweet condensed milk.Keywords: Sweet Condensed Milk, Acute Gastritis, Histopathological Abstrak: Berdasarkan pengalaman empiris, susu kental manis sering dikonsumsi oleh penderita gastritis akut untuk meredakan keluhan nyeri epigastrium pasien. Sifat amfoter (pH 6,5 – 6,7), rasa manis, kandungan nutrisi, dan oligosakarida susu merupakan faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap perbaikan keluhan tersebut. Penyakit gastritis akut dapat diinduksi dengan obat AINS, salah satunya asam mefenamat. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui gambaran histopatologik lambung tikus wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi asam mefenamat dan diberi susu kental manis. Penelitian eksperimental ini menggunakan subyek 21 ekor tikus wistar yang dibagi dalam tiga kelompok (tujuh ekor tikus setiap kelompok). Kelompok A tidak diberi perlakuan, kelompok B diberi asam mefenamat 23,25 mg/tikus/hari selama tujuh hari, dan kelompok C diberi asam mefenamat 23,25 mg/tikus/hari dan susu kental manis 0,8 ml/tikus/hari secara bersamaan selama tujuh hari. Semua tikus diterminasi pada hari ke-8. Hasil penelitian ini menunjukkan gambaran histopatologik lambung tikus wistar berupa infiltrat sel-sel radang yang lebih sedikit serta sel-sel regenerasi yang lebih aktif dan banyak pada kelompok C jika dibandingkan dengan yang terlihat pada kelompok B. Simpulan: Gambaran histopatologik lambung tikus wistar yang diinduksi asam mefenamat dan diberi susu kental manis menunjukkan tanda-tanda gastritis akut yang lebih ringan dan regenerasi sel yang lebih baik dibandingkan dengan yang terlihat pada lambung tikus wistar yang diinduksi asam mefenamat tetapi tidak diberi susu kental manis. Kata kunci: Susu Kental Manis, Gastritis Akut, Histopatologik
GAMBARAN HISTOPALOGIK PAYUDARA MENCIT (MUS MUSCULLUS) YANG DIINDUKSI DENGAN SENYAWA KARSINOGENIK BENZO(Α)PYRENE DAN DIBERIKAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU (MORINDA CITRIFOLIA L) Husain, Nindy P.; Kairupan, Carla F.; Durry, Meilany F.
eBiomedik Vol 3, No 1 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.3.1.2015.7661

Abstract

Abstract: Breast cancer has the highest incidence of all cancers in women worldwide. Its etiology is still unknown, however, there are several risk factors considered as the primary contributors to the occurrence of breast cancer including life style, reproduction, genetic mutation, and hormonal inbalance. Benzo(α)pyrene, a polycyclic aromatic hydrocarbon compound (PAH), is known as a carcinogenic agent that can cause genetic mutations. Noni (Morinda citrifolia L) can be used as a natural medicine because it contains active compounds such as anti-microbial (antrhaquinone), anti-cancer (damnacanthal), proxeronin, alkaloids, minerals, vitamins, and some essential amino acids. This study aimed to determine the differences between the histopathologic features of the breasts of female mice administered and not administered with noni fruit (Morinda citrifolia L) after induction with benzo(α)pyren. This was an experimental study. There were 16 female mice approximately ± 2 months old with body weight approximately 20 gr divided into 4 groups: 1) Negative control, without any treatment for 28 days and mice were terminated on day 29. (2) Treatment I, breasts were injected with benzo(α)pyrene 0.3 mg/head/day subcutaneously for 14 days and mice were terminated on day 29; 3) Treatment II, breasts were injected with benzo(α)pyrene 0,3 mg/head/day subcutaneously for 14 days and mice were administered with noni fruit extract 0.5 mg/head/day on days 15-35 and mice were terminated on day 36; and 4) Treatment III, breasts were injected with benzo(α)pyrene 0,3 mg/head/day subcutaneously for 14 days and mice were administered with noni fruit extract 1.5 mg/head/day on day 15-35 and then were terminated on day 36. The results showed that the negative control group showed normal microscopic features of breast tissues. Treatment I group presented hyperplasia of the columnar epithelial cells lining the lactiferous ducts (> 4 layers) as well as cells with coarse nucleus chromatin and inflammatory cells. Treatment II and treatment III groups still presented hyperplasia of the columnar epithelial cells in milder manifestation than that of treatment I group (< 4 layers). Conclusion: Microscopic features of mice breasts induced with benzo(α)pyrene showed hyperplasia of the columnar epithelial cells of lactiferous ducts (>4 layers) while those of the mice administered with noni fruit extract after being induced with benzo(α)pyrene showed milder hyperplasia of the columnar epithelial cells (<4 layers).Keywords: Benzo(α)pyren, noni, hyperplasia, breast.Abstrak: Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan insidensi terbanyak dari semua jenis kanker pada perempuan di seluruh dunia. Penyebab kanker payudara masih belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang merupakan kontributor utama dalam pertumbuhan kanker, diantaranya gaya hidup, reproduksi, faktor genetik, dan ketidakseimbangan hormonal. Benzo(α)pyrene merupakan senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) yang bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan mutasi genetik. Mengkudu (Morinda Citrifolia L) dapat digunakan sebagai obat alami karena mengandung senyawa-senyawa aktif berupa anti mikroba (antrhaquinone), anti kanker (damnacanthal), proxeronin, alkaloid, mineral, vitamin dan beberapa asam amino esensial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gambaran histopatologik antara payudara mencit betina yang diberi dan tidak diberi ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L) setelah diinduksi dengan benzo(α)pyren. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Hewan uji ialah 16 ekor mencit betina berumur ± 2 bulan dengan berat badan 20 gr yang dibagi menjadi 4 kelompok: 1) Kelompok kontrol negatif (KN), mencit tidak diberi perlakuan selama 28 hari dan diterminasi hari ke-29; 2) Kelompok perlakuan I (KP-I), payudara mencit diinduksi benzo(α)pyrene 0,3 mg/ekor/hari secara subkutan selama 14 hari dan diterminasi hari ke-29; 3) Kelompok perlakuan II (KP-II), payudara mencit diinduksi benzo(α)pyrene 0,3 mg/ekor/hari secara subkutan selama 14 hari dan mencit diberi ekstrak buah mengkudu 0,5 mg/ekor/hari pada hari ke 15-35 dan diterminasi hari ke-36; dan 4) Kelompok perlakuan III (KP-III), payudara mencit diinduksi benzo(α)pyrene 0,3 mg/ekor/hari secara subkutan selama 14 hari dan mencit diberi ekstrak buah mengkudu 1,5 mg/ekor/hari pada hari ke 15-35 dan diterminasi hari ke-36. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada KN didapatkan gambaran mikroskopik jaringan payudara mencit yang normal. Pada KP-I didapatkan hiperplasia sel epitel kolumnar duktus laktiferi payudara (>4 lapis sel) dengan kromatin inti kasar dan berwarna ungu gelap, serta adanya sel-sel radang di jaringan ikat. Pada KP-II dan III masih didapatkan hiperplasia sel epitel kolumnar duktus laktiferi namun lebih ringan dari KP-I (<4 lapis sel). Simpulan: Gambaran mikroskopik payudara mencit yang diinduksi benzo(α)pyrene menunjukkan adanya hiperplasia sel epitel kolumnar duktus laktiferi (> 4 lapis) sedangkan payudara mencit-mencit yang diberikan ekstrak buah mengkudu setelah diinduksi dengan benzo(α)pyrene menunjukkan hiperplasia sel epitel yang lebih ringan (< 4 lapis).Kata kunci: benzo(α)pyren, mengkudu, hiperplasia, payudara
Pengaruh pemberian minyak kanola terhadap gambaran histopatologik aorta dan kadar kolesterol tikus Wistar dengan diet tinggi lemak Busia, Stefani; Durry, Meilany F.; Lintong, Poppy M.
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.12804

Abstract

Abstract: Canola oil is a source of vegetable oils which contains high unsaturated fats that can reduce the risk of coronary heart disease, especially atherosclerosis. One of the trigger factors of atherosclerosis is hypercholesterolemia. This study aimed to evaluate the histopathological features of aorta and the levels of LDL and HDL cholesterols in Wistar rats fed with high fat diet and canola oil. There were 20 Wistar rats in this study, divided into four groups: group A, the negative control; group B with high-fat diet (1 ml lard and 1 ml yolk daily); group C with high-fat diet and 0.1 ml of canola oil daily; and group D with high-fat diet and simvastatin 0.2 mg daily. The results showed elevated levels of LDL and HDL cholesterols in the treated groups compared to the control group. The histopathological features revealed many foam cells in the aorta wall (intima and media layers) of group B, whereas group C had fewer foam cells. No foam cells were found in group D. Conclusion: Although the mean LDL and HDL cholesterol levels of all treated groups were higher than of the control group, canola oil could reduce foam cell formation.Keywords: canola oil, foam cell, LDL and HDL cholesterols Abstrak: Minyak kanola merupakan salah satu sumber minyak nabati yang tinggi lemak tak jenuh yang dapat mengurangi risiko penyakit jantung koroner terutama aterosklerosis. Salah satu faktor pencetus aterosklerosis ialah hiperkolesterolemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi gambaran histopatologik aorta serta kadar kolesterol LDL dan HDL tikus wistar yang diberi diet tinggi lemak dan minyak kanola. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus Wistar, yang dibagi dalam 4 kelompok, yaitu: kelompok A sebagai kontrol negatif; kelompok B dengan diet tinggi lemak yaitu lemak babi sebanyak 1 ml dan kuning telur sebanyak 1 ml per hari; kelompok C dengan diet tinggi lemak dan minyak kanola sebanyak 0,1 ml per hari; dan kelompok D dengan diet tinggi lemak dan simvastatin sebanyak 0,2 mg per hari. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan rerata kadar kolesterol LDL dan HDL tikus wistar yang diberi perlakuan dibandingkan tikus kontrol yang hanya diberi pakan dan air. Pada gambaran histopatologik kelompok B terlihat adanya sel-sel busa pada dinding aorta (tunika intima dan media), sedangkan pada kelompok C sel-sel busa terlihat berkurang. Tidak terlihat sel busa pada kelompok D. Simpulan: Walaupun rerata kadar kolseterol LDL dan HDL meningkat pada kelompok perlakuan, minyak kanola dapat menurunkan pembentukan sel busa.Kata kunci: minyak kanola, sel busa, kolesterol LDL dan HDL
EFEK SEDUHAN TEH HIJAU (CAMELLIA SINENSIS) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PAYUDARA MENCIT YANG DIINDUKSI BENZO(α)PYRENE Tabaga, Kirsten D.; Durry, Meilany F.; Kairupan, Carla
e-Biomedik Vol 3, No 2 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v3i2.8138

Abstract

Abstract: Breast cancer is the second most common cause of deaths due to cancer in women after cervical cancer. The etiology of breast cancer includes genetic, hormonal, and enviromental factors. Benzo(α)pyrene (BaP) is one of the polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) compounds that has been proven to induce tumor in animal models. Green tea (Camellia sinensis), a kind of popular beverage, contains polyphenols which have anticarcinogenic effect. This study aimed to determine the effect of green tea on microscopic features of mice’s breasts induced with BaP. This was an experimental laboratory study. Samples were 15 mice divided into 3 groups: A, B, and C. Group A (negative control) mice received no treatment for 28 days. Group B (treatment 1), mice’s breasts were induced with BaP 0.3 mg/head/day subcutaneously for 14 days. Group C (treatment 2), mice’s breasts were induced with BaP 0,3 mg/head/day subcutaneously for 14 days then those mice were given green tea 0.24 ml/head/day for the next 14 days. All mice were terminated on day 29. The microscopic results were as follow: Group A had normal microscopic features of breast tissues; Group B showed PMN cells, thickening of cuboidal epithelial cell layers lining the lactiferous ducts (more than 4 layers) as well as cells with coarse chromatin. Group C had PMN cells, 2-3 layers of cuboidal epithelial cells lining the lactiferous ducts as well as cells with coarse chromatin. Conclusion: Mice induced with benzo(α)pyrene followed by administration of green tea showed fewer layers of cuboidal epithelial cells lining the lactiferous ducts than the others without administration of green tea.Keywords: benzo(α)pyrene, green tea, hyperplasia, breastAbstrak: Kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua pada perempuan setelah kanker serviks. Penyebab kanker payudara meliputi faktor genetik, hormonal, dan lingkungan. Benzo(α)pyrene (BaP) ialah salah satu seyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang telah terbukti dapat menyebabkan tumor pada hewan percobaan. Teh hijau (Camellia sinensis) merupakan salah satu minuman yang mengandung polifenol dengan sifat antikarsinogenik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek seduhan teh hijau terhadap gambaran mikroskopik payudara mencit yang diinduksi BaP. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Sampel 15 ekor mencit yang dibagi dalam 3 kelompok: A. B. Dan C. Kelompok A (kontrol negatif), mencit tidak diberi perlakuan selama 28 hari. Kelompok B (perlakuan 1), payudara mencit diinduksi BaP 0,3 mg/ekor/hari secara subkutan selama 14 hari. Kelompok C (perlakuan 2), payudara mencit diinduksi BaP 0,3 mg/ekor/hari secara subkutan selama 14 hari kemudian mencit diberikan seduhan teh hijau 0,24 ml/ekor/hari selama 14 hari (hari ke-15 sampai 28). Semua mencit diterminasi pada hari ke-29. Hasil pemeriksaan mikroskopik ialah sebagai berikut: Pada kelompok A didapatkan gambaran mikroskopik jaringan payudara mencit yang normal; Pada kelompok B didapatkan adanya sel-sel PMN, penebalan lapisan sel epitel kuboid yang melapisi duktus laktiferi (>4 lapis), serta sel-sel dengan kromatin inti kasar. Pada kelompok C didapatkan adanya sel-sel PMN, 2-3 lapis sel epitel kuboid yang melapisi duktus laktiferi serta sel-sel dengan kromatin inti kasar. Simpulan: Mencit yang diinduksi dengan benzo(α)pyrene diikuti pemberian seduhan teh hijau memperlihatkan lapisan epitel kuboid dari duktus laktiferi yang lebih sedikit dibandingkan mencit tanpa pemberian teh hijau.Kata kunci: Benzo(α)pyrene, teh hijau, payudara, hiperplasia
Gambaran Mikroskopik Endokrin Pankreas pada Tikus Wistar yang Diberikan Sukrosa Dosis Bertingkat Mirotoneng, Gustap S.; Kairupan, Carla F.; Durry, Meilany F.
e-Biomedik Vol 7, No 2 (2019): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v7i2.24246

Abstract

Abstract: Sucrose can cause hyperglycemia on test animals because its glycemic effect resulting in pancreatic damage when consumed excessively. This study was aimed to evaluate the effects of administrasion of variable levels of sucrose on blood sugar level and microscopic features of the pancreatic endocrine of Wistar rats. This study employed 20 Wistar rats divided randomly into four groups of five rats per group (KN, P1, P2, and P3). Group KN received no treatment; group P1 was treated with 1.125 g of sucrose; while group P2 and P3 were treated with 5.625 g and 11.25 g of sucrose, respectively. The treatments were administered for 21 days and the rats were terminated at days 22. The results showed that levels of blood sugar of Wistar rats increased variably from the 1st-day compared with the 21-st day. The higher the dosage of sucrose given, the higher the sugar blood levels. Similarly, the higher the dosage of sucrose given, the higher the number of Langerhans islets. Differences among groups treated with sucrose were not statistically significant for both variables. In conclusion, administration of sucrose for 21 days increased blood sugar levels of Wistar rats. Increased levels of blood sugar and increased average number of Langerhans islets were correlated to the dosage of sucrose given. The higher the dosage of sucrose given, the higher the levels of blood sugar and the higher the number of Langerhans islets of pancreas.Keywords: sucrose, microscopic feature, pancreatic endocrine, hyperglycemic Abstrak: Sukrosa dapat menyebabkan hiperglikemia pada hewan uji karena memiliki efek glikemik yang berakibat kerusakan pankreas bila dikonsumsi berlebihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian tingkat variabel sukrosa pada kadar gula darah dan mikroskopik endokrin pankreas dari tikus Wistar. Jenis penelitian ialah eksperimental laboratorium. Penelitian ini menggunakan 20 tikus Wistar yang dibagi secara acak menjadi empat kelompok dengan lima tikus per kelompok (KN, P1, P2, dan P3). Kelompok KN tidak diberi perlakuan; kelompok P1 diberikan 1,125 g sukrosa; kelompok P2 dan P3 diberikan masing-masing 5,625 g dan 11,25 g sukrosa. Perlakuan diberikan selama 21 hari dan tikus diterminasi pada hari 22. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kadar gula darah tikus mengalami peningkatan bervariasi dari pengukuran hari ke-1 dibandingkan pengukuran hari ke-21. Semakin tinggi dosis sukrosa yang diberikan, maka semakin tinggi kadar gula darah. Pada pengamatan mikroskopik terdapat perbedaan jumlah pulau Langerhans pankreas. Semakin tinggi dosis sukrosa yang diberikan, semakin tinggi jumlah pulau Langerhans. Kedua perbedaan antar kelompok hewan uji tersebut tidak bermakna secara statistik. Simpulan penelitian ini ialah pemberian sukrosa selama 21 hari meningkatkan kadar gula darah tikus Wistar. Peningkatan kadar gula darah dan peningkatan jumlah rerata pulau Langerhans berkorelasi dengan dosis sukrosa yang diberikan. Semakin tinggi dosis sukrosa yang diberikan, semakin tinggi kadar gula darah dan semakin tinggi jumlah pulau Langerhans pankreas.Kata kunci: sukrosa, gambaran mikroskopik, endokrin pankreas, hiperglikemik
Efek Pemberian Madu terhadap Gambaran Histopatologik Aorta Tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Margarin Syahrul, Kurniawan; Kairupan, Carla F.; Durry, Meilany F.
e-Biomedik Vol 6, No 1 (2018): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v6i1.18796

Abstract

Abstract: Honey has various health benefits due to the antioxidant activities of two compounds namely phenolic and flavonoid. These two compounds are speculated to confer prevention and therapeutic effects on atherosclerosis. Atherosclerosis is caused by a number of factors, one of which is hyperlipidemia. This study was aimed to investigate the effects of honey administration on the histopathological features of the aorta of Wistar rats (Rattus norvegicus) induced by margarine. This was an experimental study employed 19 rats divided into four groups. Negative control (NC) group, received no treatment; positive control (PC) group, given margarine 5g/day/rat for 28 days; P1 group, given margarine 5g/day/rat and honey 2 ml/day/rat simultanously for 28 days; and P2 group, given margarine 5g/day/rat for 28 days followed by the administration of honey 2 ml/day/rat for the next 7 days. Three groups NC, PC, and P1 were terminated at day 29, while P2 group was terminated at day 36. The results showed that the histopathological features of the aorta of wistar rats were normal in P1 group as well as NC group. On the other hand, PC and P2 groups exhibited the presence of foam cells, although the number of foam cells was fewer in P2 group compared to PC group. Conclusion: Honey exhibits preventive effects on atherosclerosis in the aorta of Wistar rats induced by margarine which was indicated by the reduction of the number of foam cells on the histopathological features of the aorta.Keywords: honey, margarine, atherosclerosis Abstrak: Madu memiliki banyak manfaat karena aktivitas antioksidan yang terkandung di dalamnya, yaitu fenolat dan flavonoid. Kedua senyawa ini diduga dapat memberikan efek pencegahan dan terapi terhadap proses aterosklerosis. Aterosklerosis terjadi karena beberapa faktor, salah satunya hiperlipidemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian madu terhadap gambaran histopatologik aorta tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi margarin. Jenis penelitian ialah eksperimental, menggunakan subyek 19 ekor tikus Wistar yang dibagi dalam empat kelompok. Kelompok KN tidak diberi perlakuan; kelompok KP diberi margarin 5 g/hari/tikus selama 28 hari; kelompok P1 diberi margarin 5 g/hari/tikus dan madu 2 ml/hari/tikus secara bersamaan selama 28 hari; dan kelompok P2 diberi margarin 5 g/hari/tikus selama 28 hari dan dilanjutkan dengan pemberian madu 2 ml/hari/tikus selama tujuh hari. Tikus kelompok KN, KP, dan P1 diterminasi pada hari ke-29, sedangkan kelompok P2 diterminasi pada hari ke-36. Hasil penelitian menunjukkan gambaran histopatologik aorta tikus Wistar yang normal pada kelompok P1 sebagaimana yang terlihat pada kelompok KN. Sebaliknya pada kelompok KP dan P2, tampak adanya sel busa tapi jumlahnya lebih sedikit pada kelompok P2 dibandingkan yang terlihat pada kelompok KP. Simpulan: Madu memiliki efek pencegahan terhadap aterosklerosis pada aorta tikus Wistar yang diinduksi margarine, ditandai dengan berkurangnya bahkan tidak ditemukannya sel busa pada gambaran histopatologik aorta.Kata kunci: madu, margarin, aterosklerosis
Pengaruh pemberian ekstrak biji kakao (Theobroma cacao) terhadap jumlah pigmen melanin kulit tikus Wistar (Rattus novergicus) yang dipapar sinar matahari Yonathan, Koernia H.; Lintong, Poppy M.; Durry, Meilany F.
e-Biomedik Vol 4, No 2 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i2.14710

Abstract

Abstract: Excessive exposure of sunlight may cause hyperpigmentation. Cocoa is a beneficial plant to the skin. This study was aimed to reveal the effect of cocoa bean extracts on the number of melanin pigments in rat skin after sun exposure. This was an experimental study using 25 Wistar rats (Rattus norvegicus) divided into one control group and four treatment groups. The treatment consisted of sunlight exposure for one hour/day and application of cocoa bean extract 1600 mg/day that varied among treatment groups. Group A was the negative control group (terminated at day 21). Group B, the treatment group 1, was exposed to sunlight for 30 days (terminated at day 31). Group C, the treatment group 2, was exposed to sunlight for 20 days (terminated at day 31). Group D, the treatment group 3, was divided into group D1 consisted of 2 rats and group D2 consisted of 3 rats. Group D1 was exposed to sunlight 30 minutes after the application of cocoa bean extract for 20 days (terminated at day 21). Group D2 was exposed to sunlight 30 minutes after the application of cocoa bean extract for 30 days (terminated at day 31). Group E was exposed to sunlight for 20 days and continued with the application of cocoa bean extract for the next 10 days (terminated at day 3). The results showed that sunlight exposure increased the number of melanin pigments in group B and C compared to group A. Group D showed fewer melanin pigments than group B and C. Group E showed fewer melanin pigments than group B, C, and D. Conclusion: Cocoa bean extract could reduce the number of skin melanin pigments in rats exposed to sunlight.Keywords: cocoa beans extract, sunlight, melanin pigment, skin Abstrak: Paparan sinar matahari yang berlebihan dapat menyebabkan hiperpigmentasi. Kakao merupakan tanaman yang berkhasiat untuk pemeliharaan kesehatan kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengolesan ekstrak biji kakao dan pemaparan sinar matahari terhadap jumlah pigmen melanin kulit tikus Wistar. Jenis penelitian ialah eksperimental dengan menggunakan 25 tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang dibagi menjadi satu kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan. Perlakuan yang diberikan ialah paparan sinar matahari selama 1 jam/hari dan aplikasi ekstrak biji kakao dosis 1600 mg/hari yang bervariasi untuk masing-masing kelompok perlakuan. Kelompok A merupakan kontrol negatif (diterminasi hari ke-21). Kelompok B ialah kelompok perlakuan 1, diberi paparan sinar matahari selama 30 hari (diterminasi pada hari ke-31). Kelompok C ialah kelompok perlakuan 2, diberi paparan sinar matahari selama 20 hari (diterminasi hari ke-31). Kelompok D ialah kelompok perlakuan 3 yang dibagi menjadi kelompok D1 terdiri dari 2 tikus dan D2 dari 3 tikus. Kelompok D1 diberi paparan sinar matahari setelah diolesi ekstrak biji kakao 30 menit sebelumnya selama 20 hari (diterminasi hari ke-21). Kelompok D2 diberi paparan sinar matahari selama 1 jam setelah diolesi ekstrak biji kakao 30 menit sebelumnya selama 30 hari (diterminasi pada hari ke-31). Kelompok E ialah kelompok perlakuan 4 yang diberi paparan sinar matahari 20 hari dan dilanjutkan dengan pengolesan ekstrak biji kakao untuk 10 hari berikutnya (diterminasi hari ke-31). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kelompok B dan C menunjukkan peningkatan jumlah pigmen melanin dibandingkan kelompok A. Kelompok D menunjukkan jumlah pigmen melanin yang lebih sedikit dibandingkan kelompok B dan C. Kelompok E menunjukkan jumlah pigmen melanin yang lebih sedikit dibandingkan kelompok B, C, dan D. Simpulan: Ekstrak biji kakao dapat mengurangi jumlah pigmen melanin kulit tikus Wistar yang dipapar sinar matahari. Kata kunci: ekstrak biji kakao, sinar matahari, pigmen melanin kulit
GAMBARAN HISTOPATOLOGIK PAYUDARA MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI BENZO(α)PYRENE DAN DIBERIKAN EKSTRAK KUNYIT (Curcuma longa L.) Nansi, Eka M.; Durry, Meilany F.; Kairupan, Carla
e-Biomedik Vol 3, No 1 (2015): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v3i1.7504

Abstract

Abstract: Breast cancer (Carcinoma mammae) is one of the most common cancers affecting women. The etiology of breast cancer is still unknown, however, there are several important risk factors linked to the occurence of breast cancer, as follows: genetic, hormonal, and environmental. Polycyclic aromatic hydrocarbons (PHA) such as benzo(a)pyrene is a carcinogenic agent that can be found in the surrounding environment. It has been proven that benzo(a)pyrene can induce tumors in experimental animal models. Turmeric is a natural biocompound that is often used to treat cancer due to its curcumin contents. Curcumin interacts with a variety of genetic molecules that undergo mutation in cancer. This study aimed to determine the effects of turmeric extract administration on the hispathological features of the breast of mice induced with benzo(a)pyrene. This was an experimental study using 15 female mice weighing 20-30g divided into 3 groups. Group A (negative control) was given standard food for 28 days and terminated on day 29. Group B (treatment I), the breasts were induced with benzo(a)pyrene subcutaneously for 14 days and the mice were terminated on day 29. Group C (treatment II), the breasts were induced with benzo(a)pyrene for 14 days and the mice were given the tumeric extract on day 15-28 and then terminated on day 29. Tissues were stained with hematoxylin eosin. The results showed that Group A had normal microscopic features of breast tissues. Group B showed PMN inflammatory cells, thickening layer of cuboidal epithelial cells surrounding the lactiferous ducts (>4 layers) as well as cells with coarse nucleus chromatin. Although mice in group C still presented the PMN inflammatory cells, their cuboidal epithelial layers were thinner than that of group B (2-3 layers) and the cells contained rough nucleus chromatin. Conclusion: The histopathological features of the breast of benzo(a)pyrene induced mice administered with turmeric extract showed fewer layers of cuboidal epithelial cells with rough nucleus chromatin of the lactiferous duct cells wall compared to those treated with benzo(a)pyrene without turmeric extract.Keywords: benzo(a)pyrene, turmeric, hyperplasia, breastAbstrak: Kanker payudara (Carcinoma mammae) dikenal sebagai salah satu kanker yang paling sering menyerang kaum wanita. Penyebab pasti kanker payudara belum diketahui, namun ada beberapa faktor risiko yang penting dalam terjadinya kanker payudara yaitu keturunan, hormonal dan lingkungan. Senyawa hidrokarbon poliaromatik (HPA) merupakan karsinogen yang dapat ditemukan dalam lingkungan sekitar, contohnya ialah benzo(α)pyrene. Telah terbukti bahwa benzo(α)pyrene dapat menyebabkan tumor pada setiap model hewan percobaan. Beberapa pengobatan kanker sering melibatkan kunyit karena kandungan kurkuminnya yang dapat berinteraksi dengan berbagai molekul genetik yang bermutasi pada 510Nansi, Durry, Kairupan: Gambaran histopatologik payudara...sel kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kunyit terhadap gambaran histopatologik payudara mencit yang diinduksi benzo(α)pyrene. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan mencit betina dengan berat 20-30g sebanyak 15 ekor, dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok A (kontrol negatif), mencit diberi pelet standard selama 28 hari dan diterminasi pada hari ke-29. Kelompok B (perlakuan I), payudara mencit diinduksi benzo(α)pyrene secara subkutan selama 14 hari dan mencit diterminasi pada hari ke-29. Kelompok C (perlakuan II), payudara mencit diinduksi benzo(α)pyrene selama 14 hari dan mencit diberi ekstrak kunyit pada hari ke- 15-28 kemudian diterminasi pada hari ke-29. Jaringan diwarnai dengan hematoksilin eosin. Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok A didapatkan gambaran mikroskopik jaringan payudara mencit yang normal. Pada kelompok B didapatkan adanya sel-sel radang PMN, penebalan lapisan sel epitel kuboid yang mengelilingi duktus laktiferi (>4 lapis) serta sel-sel dengan kromatin inti yang kasar, sedangkan pada kelompok C masih menunjukkan adanya sel-sel radang PMN, lapisan sel epitel kuboid yang tidak setebal pada kelompok B (2-3 lapis) serta kromatin inti sel yang kasar. Simpulan: Gambaran histopatologik payudara mencit yang diinduksi benzo(𝛼)pyrene kemudian diberikan ekstrak kunyit menunjukkan jumlah lapisan sel epitel kuboid dengan kromatin inti kasar pada dinding duktus laktiferi tampak lebih sedikit dibandingkan dengan yang terlihat pada payudara mencit yang tidak diberikan ekstrak kunyit.Kata kunci: benzo(a)pyrene, kunyit, hiperplasia, payudara.
ENDOMETRIAL STROMAL SARCOMA PADA SERVIKS UTERI Lintong, Poppy M.; Durry, Meilany F.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 7, No 3 (2015): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.7.3.2015.9489

Abstract

Abstract: Endometrial stromal sarcoma (ESS) is a rare malignant tumor, about 0.2% of all malignant uterine tumors. Around 75% of ESS cases occur in females under 50 years, with clinical signs such as abdominal pain and bleeding per vaginam. The uterus usually enlarges, associated with polypoid tumors protruding into the uterine cavity which can be misdiagnosed with a leiomyoma. ESS occurs in the cervix, ovarium, or retroperitoneal areas, and can be derived from endometriosis in the pelvic cavity. The immunohistochemical test of the tumor cells is positive for CD10, which is typical to differ it from a leiomyoma. We reported a case of ESS in a woman of 43 years old, with a clinical diagnosis of myoma geburt. She complained of abdominal pain and a mass that came out of her vagina. Post operation, she was diagnosed as having a cervical myoma. The macroscopic examination showed enlargement of uterus tissues 15x6x7 cm, thickened endometrium, and an exophytic tumor mass (8 cm) in the cervix, with cystic and necrotic parts in it. The microscopic examination showed endometrium hypertrophy in secretion phase, cervix with endometriosis, and ESS. ESS in uterine cervix is a rare case, and in this case it is related to endometriosis in the uterine cervix. Conclusion: This case was diagnosed as endometrial stromal sarcoma in the uterine cervix based on anamnesis, physical examination, histopathological examination, and immunohistochemistry positive for CD10.Keywords: endometrial stromal sarcoma, endometriosis, uterine cervixAbstrak: Endometrial stromal sarcoma (ESS) merupakan tumor ganas yang jarang terjadi, hanya 0,2 % dari semua tumor ganas di uterus. Sekitar 75% kasus terjadi pada wanita usia di bawah 50 tahun dengan gejala klinis nyeri perut dan perdarahan melalui jalan lahir. Uterus biasanya membesar disertai tumor polipoid menonjol dalam rongga uterus dan bisa disalah diagnosis sebagai leiomioma. ESS dapat terjadi juga di serviks uteri, ovarium, retroperitoneal, dan di rongga pelvis; dapat berasal dari endometriosis. Pemeriksaan imunohistokimia dari sel-sel tumor ESS yaitu positif untuk CD10, merupakan petanda tipikal untuk membedakannya dari leiomioma. Kami melaporkan kasus ESS pada seorang wanita berusia 43 tahun dengan keluhan nyeri perut dan adanya massa jaringan yang keluar dari jalan lahir. Diagnosis klinis ialah mioma geburt dan pasca operasi diduga sebagai mioma servikal. Pemeriksaan makroskopik menunjukkan jaringan uterus membesar berukuran 15x6x7 cm, dan pada serviks terdapat massa tumor berukuran 8 cm eksofitik, dengan fokus kistik dan nekrotik. Hasil pemeriksaan mikroskopik menunjukkan serviks dengan endometriosis dan ESS. Pemeriksaan imunohistokimia positif untuk CD10. ESS pada serviks uteri merupakan kasus jarang yang berkembang dari endometriosis serviks uteri. Simpulan: Pada kasus ini diagnosis ESS pada serviks uterus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatlogik, dan imunohistokimia CD10 positif.Kata kunci: endometrial stromal sarcoma, endometriosis, serviks uteri