Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

EFEKTIVITAS DAN KOMPATIBILITAS EKSTRAK BIJI MIMBA UNTUK MENGENDALIKAN KOMPLEKS PENGGEREK BUAH KAPAS Nurindah Nurindah; Dwi Adi Sunarto; Sujak Sujak
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 23, No 1 (2012): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v23n1.2012.%p

Abstract

Kompleks penggerek buah kapas (Helicoverpa armigera Hūbner dan Pectinophora gossypiella Saunders) merupakan serangga hama yang masih menjadi fokus pengendalian dalam budidaya kapas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas dan kompatibilitas ekstrak biji mimba (EBM[H1] ) untuk mengendalikan kompleks penggerek buah. Penelitian dilakukan di KP. Asembagus pada Musim Penghujan (MP) 2009, disusun dalam rancangan petak terbagi dengan 2[H2] dua faktor dengan tiga ulangan3[H3] . Petak utama adalah tata tanam : Kapas monokultur serta Tum-pangsari kapas, kacang hijau dan jagung. Anak petak adalah teknik pengendalian : Insektisida kimia sintetis, yaitu aplikasi insektisida berdasarkan ambang kendali; Insektisida nabati EBM aplikasi EBM secara berjadwal 7[H4] tujuh hari sekali (40-75 hari setelah tanam); Parasitoid telur (T), pelepasan Trichogrammatoidea bactrae berjadwal 10 hari sekali (40-90 hst); T dan EBM; pelepasan parasitoid telur secara berjadwal 10 hari sekali (40-90 hst); jika populasi penggerek buah masih mencapai ambang kendali dilakukan aplikasi EBM; dan Kontrol, tanpa pene-rapan pengendalian. Pengamatan dilaku-kan terhadap : Perkembangan populasi H. armigera, P. gossypiella, dan preda-tor; kerusakan buah; dan hasil kapas berbiji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi H. armigera dapat dikendalikan pada tingkat yang tidak merusak oleh semua teknik pengendalian yang diuji. Kerusakan buah oleh P. gossypiella pada M[H5] perlakuan monokultur lebih tinggi 21% dibandingkan pada TS[H6] perlakuan tumpangsari. Aplikasi EBM secara berjadwal tidak mampu menekan infestasi larva P. gossypiella ke dalam buah, tetapi jika ditambahkan pelepasan parasitoid telur infestasi larva P. gossypiella dapat ditekan hingga 40%. Pelepasan parasitoid telur dan penyem-protan EBM dapat mempertahankan produksi kapas berbiji hingga 1.176 kg/ ha. EBM mempunyai kompatibilitas yang tinggi dengan pelepasan parasitoid telur dalam pengendalian kompleks penggerek buah kapas, baik dalam sistem tanam monokultur maupun tumpangsari. dengan palawija[H1]Ekstrak biji mimba (EBM)[H2]dua[H3]tiga[H4]tujuh[H5]perlakuan mono kultur (M)[H6]perlakuan tumpang sari (TS)
Efisiensi Penggunaan Mulsa Plastik dalam Pengendalian Uret (Lepidiota stigma Fabricius) pada Tanaman Tebu Dwi Adi Sunarto; Subiyakto Subiyakto
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 10, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/btsm.v10n2.2018.55-63

Abstract

Uret Lepidiota stigma FABRICIUS merupakan hama penting pada tanaman tebu yang ditanam di lahan kering. Penggunaan mulsa plastik adalah teknologi pengendalian uret yang paling efektif untuk daerah endemik. Pengendalian menggunakan mulsa plastik termasuk teknologi yang cukup mahal, sehingga perlu dikaji tingkat efisiensi dalam penerapannya.  Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efisiensi penerapan teknologi pengendalian hama uret tebu dengan teknologi mulsa plastik pada tanaman tebu.  Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo pada bulan Nopember 2015–Desember 2016.  Perlakuan disusun menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) tiga perlakuan dengan jumlah ulangan sebanyak delapan kali.  Perlakuan pengendalian uret menggunakan mulsa plastik yang dicoba adalah (1) Penutupan mulsa plastik 100%, (2) Penutupan mulsa plastik 50%, dan (3) Kontrol (tanpa penutupan mulsa plastik.  Pemasangan mulsa plastik dilakukan sehari setelah hujan sebesar > 4 mm.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi kumbang tertinggi terjadi pada akhir bulan Nopember – awal Desember 2015, sedangkan populasi larva mencapai puncaknya pada bulan Maret dengan komposisi larva instar ke-3 sebesar 51%.  Penutupan mulsa plastik 100% paling efektif menekan populasi larva dibanding perlakuan penutupan mulsa plastik 50% dan kontrol. Teknologi pengendalian uret pada tanaman tebu dengan menggunakan mulsa plastik yang paling efisien adalah penutupan 100% pada permukaan lahan.  Batas ambang ekonomi sebagai dasar kelayakan penerapan penggunaan mulsa plastik untuk pengendalian uret pada tanaman tebu adalah 27% kerusakan tanaman. Application of Plastic Mulch to Control White Grubs (Lepidiota stigma Fabricius) in Sugar CaneWhite grub Lepidiota stigma FABRICIUS is an important pest in sugar cane planted on dry land. The use of plastic mulch is the most effective white grub control technology for endemic areas. Control using plastic mulch is a fairly expensive technology, so the level of efficiency in its application needs to be assessed. This study aims to evaluate the efficiency of the application of sugar cane pest control technology with plastic mulch technology in sugar cane. The research was carried out on the farmer's land in Banyuputih Subdistrict, Situbondo Regency in November 2015 –December 2016. The treatments were arranged using a randomized block design (RBD) of three treatments with eight replications. The treatment of white grub control using plastic mulch were (1) 100% plastic mulch closure, (2) 50% plastic mulch closure, and (3) Control (without plastic mulch closure). Installation of plastic mulch was carried out one day after rainfall> 4 mm. The results showed that the highest beetle population occurred at the end of November – early December 2015, while the larval population reached its peak in March with the composition of 3 by 51%. Treatment 100% plastic mulch closure was the most effective methode in suppressing larval populations than 50% plastic mulch closure and control. The most efficient plastic mulch technology to control white grub in sugar cane plants was 100% closure the land surface. The basis of the feasibility of applying the use of plastic mulch for white grub control in sugar cane was 27% of crop damage.
Uji Kinerja Dekortikator Sistem Kering Untuk Daun Sisal Gatot Suharto Abdul Fatah; Dwi Adi Sunarto; Yoga Angangga Yogi
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 11, No 2 (2019): OKTOBER 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/btsm.v11n2.2019.86-92

Abstract

Tanaman sisal (Agave sisalana L.) merupakan tanaman serat alam yang dimanfaatkan untuk membuat tali, kertas, kain, alas kaki, topi, tas, karpet, papan permainan, dan bahan industri penting lainnya. Pengembangan sisal berada di daerah marginal dengan ciri utamanya keterbatasan ketersediaan air, sehingga kegiatan usaha tani sisal mulai dari budidaya hingga pasca panen harus mempertimbangkan kondisi tersebut. Untuk proses penyeratan daun sisal diperlukan mesin penyerat atau dekortikator.  Mesin dekortikator yang tersedia saat ini berkerja dengan sistem basah menggunakan aliran air. Untuk mendukung pengembangan sisal di Indonesia, dekortikator tersebut perlu dimodifikasi fungsinya untuk penyeratan daun sisal dengan sistem kering atau tanpa aliran air.  Tujuan dari penelitian ini adalah menguji kinerja dekortikator yang bekerja untuk proses penyeratan daun sisal dengan sistem kering. Penelitian dirancang menggunakan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) dengan jumlah ulangan berbeda (5-10 ulangan), dan perlakuan disusun secara faktorial. Faktor pertama terdiri dari 2 perlakuan yaitu sistem penyeratan kering dan sistem penyeratan basah (pembanding). Faktor kedua terdiri dari 4 perlakuan kecepatan putaran silinder mesin yaitu 600 rpm, 700 rpm, 800 rpm, dan 900 rpm. Sampel daun segar yang digunakan dalam setiap perlakuan sebanyak 5 pelepah daun dengan berat total berkisar 3,5 - 5 kg.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekortikator dapat berfungsi untuk proses dekortikasi atau penyeratan daun sisal dengan sistem kering. Kapasitas penyeratan sebesar 101 – 127 kg daun segar per jam dengan rendemen hasil serat kering sebesar 4,66 – 4,86 % serat kering per jam pada kecepatan putaran silinder 600 – 900 rpm. Perlakuan kecetapan silinder 600 rpm merupakan kecepatan yang paling efisien. PERFORMANCE TEST OF DRY SYSTEM DECORTICATOR FOR SISAL LEAVES Sisal plant (Agave sisalana L.) is a natural fiber plant that is used to make ropes, paper, cloth, footwear, hats, bags, carpets, board games, and other important industrial materials. Sisal crop development is in marginal areas with the main characteristic i.e., the limited availability of water, therefore sisal farming activities for cultivation to post-harvest must consider these conditions. To obtained sisal fibers, decorticator is needed . Currently available decorticator is set to wet systems, i.e., using water flow. To support the development of sisal in Indonesia, the function of the decorticator needs to be modified for sizing the sisal leaves with a dry or no water flow system. The purpose of this study is to test the performance of dry sysrwm decorticator to sisal-leaf-fibering process. The study was designed using a completely randomized design (CRD) with a number of different replicates (5-10 replicates), and treatments arranged in factorial. The first factor consists of 2 treatments, namely a dry system and a wet system (as comparison). The second factor consisted of 4 treatments of engine cylinder rotation speed of 600 rpm, 700 rpm, 800 rpm and 900 rpm. Fresh leaf samples used in each treatment were 5 leaf midribs with a total weight ranging from 3.5 - 5 kg. The results showed that the decotator could function for the process of decortication for sisal leaves with a dry system. Fibrous capacity of 101 - 127 kg of fresh leaves per hour with dry fiber yields of 4.66 - 4.86% per hour at cylinder rotation speed of 600 - 900 rpm. The 600 rpm cylinder speed treatment is the most efficient speed.
Pengaruh Penambahan Biomassa di Lahan Kering terhadap Diversitas Arthropoda Tanah dan Produktivitas Tebu Sujak Sujak; Dwi Adi Sunarto; Subiyakto Subiyakto
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 10, No 1 (2018): April 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/btsm.v10n1.2018.21-30

Abstract

Program pengembangan tebu saat ini diarahkan ke lahan kering yang memiliki ketersediaan air dan kesuburan tanah terbatas.  Kondisi lahan kering dapa menjadi pembatas produktvitas tebu.  Penambahan biomassa ke lahan dapat meningkatkan kesuburan dan populasi arthropoda tanah/detrivora.  Penelitian penambahan biomassa Crotalaria juncea  pada lahan kering  dilaksanakan di Kebun Percobaan Asembagus, Situbondo mulai bulan Januari–Juli 2015. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa pengaruh penambahan biomassa pada lahan kering terhadap diversitas arthropoda tanah dan pengaruhnya terhadap produksi tebu. Perlakuan terdiri atas lahan dengan penambahan biomassa (serasah tebu dan pupuk hijau C. juncea) dan lahan yang tanpa penambahan biomassa.  Pengamatan kelimpahan arthropoda tanah dan tingkat diversitas dilakukan dengan pemasangan pitfall traps dan yellow pan traps. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Collembola dan Hymenoptera merupakan arthropoda tanah yang dominan. Indeks diversitas arhropoda tanah pada lahan dengan penambahan biomassa lebih tinggi (0,82–0,84) dibandingkan pada lahan tanpa penambahan biomassa (0,75–0,79). Penambahan biomassa pada tahun pertama dapat meningkatkan kandungan C Organik tanah dari 0,76 menjadi 1,06, dan meningkatkan kandungan N dari 0,03 menjadi 0,11, serta meningkatkan produksi tebu dari 70,4 ton/ha menjadi 101,4 ton/ha. Untuk memperbaiki kondisi ekosistem lahan kering diperlukan penambahan biomassa secara terus menerus.Effect of Biomass Addition in Dry Land to Diversity of Soil Arthropods and Productivity of SugarcaneThe current sugarcane development program is directed to dry lands that have limited water availability and soil fertility, thereby limiting the productivity of sugarcane.  In order to restore soil fertility and reduce the evaporation of groundwater, addition of biomass in the form of trash (dried leaves) of sugarcane as well as the addition of green manure (Clotalaria juncea) is needed.  Biomass addition to the land could increase soil fertility and the population of soil arthropods/detrivores.  The experiment was conducted on dry land at Asembagus Experimental Station, Situbondo from January 2015–July 2015.  The purpose of this research was to analyze the effect of biomass addition to the diversity of soil arthropods and sugarcane productivity.  Treatments consisted of land with the addition of biomass (sugarcane/sugarcane and green manure C. juncea) and control.  Observation of the abundance of soil arthropods and diversity level was done by setting pitfall traps and yellow pan traps, observation was done monthly.  The results showed that the order of Collembola and Hymenoptera were dominant arthropods. The diversity index of ground arhropods on the land with biomass increments was higher (0.82–0.84) than that in the land without biomass addition (0.75–0.79).  The addition of biomass in the first year succeeded in increasing the organic C content of soil from 0.62 to 1.06 and increasing the production of sugar cane from 70.4 tons/ha to 101.4 tons/ha.  In order to improve the ecosystems condition, it is required the addition of biomass continuously.
EFIKASI PESTISIDA ALAMI KALSIUM POLISULFIDA (SULFUR) TERHADAP TUNGAU (Polyphagotarsonemus latus L.) Subiyakto -; Nur Asbani; Dwi Adi Sunarto; Sujak -
Agrovigor Vol 9, No 1 (2016): Maret
Publisher : Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.081 KB) | DOI: 10.21107/agrovigor.v9i1.1524

Abstract

Penelitian efikasi pestisida kalsium polisulfida terhadap tungau Polyphagotarsonemus latus dilaksanakan mulai Februari sampai dengan November 2012 di Laboratorium dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Malang. Metode percobaan mengikuti ketentuan Standar Pengujian Efikasi Insektisida yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pupuk dan Pestisida. Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Perlakuan yang dicoba (1) Kontrol (air), (2) Rotraz 200 EC (amitraz 200 g/l) sebagai pembanding 1 g/l air, (3) Kalsium polisulfida 1,25 ml/l air, (4) Kalsium polisulfida 2,5 ml/l air, (5) Kalsium polisulfida 5,0 ml/l air, dan (6) Kalsium polisulfida 7,5 ml/l air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pestisida alami kalsium polisulfida 1,25 ml/l air efektivitasnya tidak berbeda nyata dengan insektisida pembanding yang sudah dikomersialkan (Rotraz 200EC). Formula kalsium polisulfida berpotensi diusulkan untuk mendapatkan HKI (Paten), namun harus dilengkapi uji mutu dan uji efikasi lapangan.Kata kunci: Efikasi, kalsium polisulfida, tungau Polyphagotarsonemus latus.
Konservasi Musuh Alami Serangga Hama sebagai Kunci Keberhasilan PHT Kapas NURINDAH NURINDAH; DWI ADI SUNARTO
Perspektif Vol 7, No 1 (2008): Juni 2008
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v7n1.2008.%p

Abstract

RINGKASANSejak   awal   pengembangan   kapas   di   Indonesia, serangga hama merupakan salah satu aspek penting dalam  budidaya  kapas,  sehingga  ditetapkan  sistem pengendalian dengan penyemprotan insektisida kimia sintetik  secara  berjadwal  sebanyak 7  kali  selama semusim dengan jumlah insektisida hingga 12 l/ha. Pengembangan  PHT  kapas  ditekankan  pada  sistem pengendalian   non-kimiawi   dengan   memanfaatkan secara optimal faktor-faktor mortalitas biotik serangga hama utama, yaitu wereng kapas Amrasca biguttulla (Ishida)   dan   penggerek   buah   Helicoverpa   armigera (Hubner).  Optimalisasi musuh alami serangga hama kapas dilakukan melalui tindakan konservasi, yaitu memberikan lingkungan yang mendukung terhadap musuh  alami  untuk  dapat  berperan  sebagai  faktor mortalitas biotik, sehingga populasi serangga hama dapat dijaga untuk selalu berada pada tingkat yang rendah.  Tindakan konservasi musuh alami dilakukan dengan   memperbaiki   bahan   tanaman   dan   teknik budidaya   yang   dapat   mendukung   perkembangan musuh alami, yaitu penggunaan varietas kapas yang tahan   terhadap   wereng   kapas,   sistem   tanam tumpangsari  dengan  palawija,  penggunaan  mulsa, penerapan    konsep    ambang    kendali    dengan mempertimbangkan  keberadaan  musuh  alami  dan aplikasi insektisida botani, jika diperlukan.  Penerapan PHT kapas dengan mengutamakan konservasi musuh alami, berhasil mengendalikan populasi hama tanpa melakukan    penyemprotan    insektisida    dengan produksi   kapas   berbiji   yang   tidak   berbeda   dari produksi budidaya kapas dengan sistem pengendalian hama    menggunakan    penyemprotan    insektisida, sehingga menghemat biaya input dan meningkatkan pendapatan petani.  Konservasi musuh alami melalui penerapan    komponen    PHT    sebenarnya    dapat dilakukan petani dengan mudah, karena komponen PHT  tersebut  pada  umumnya  merupakan  praktek budidaya kapas yang sudah biasa dilakukan petani.Kata  kunci:  Kapas,  Gossypium  hirsutum,  Helicoverpa armigera,   Amrasca   biguttulla,   ambang kendali, musuh alami, PHT.  ABSTRACKConservation of natural enemies is the key for successful IPM on cottonSince early development of cotton in Indonesia, insect pests  were  the  most  important  aspect  of  the  crop cultivation, so that the scheduled sprays of insecticides were applied.  The frequency of sprays were 7 times using 12 l/ha of insecticides per season. The development of IPM on cotton is emphasized on non-chemical control methods by optimizing the role of natural enemies of the key pests, i.e., cotton jassid Amrasca   biguttulla  (Ishida)   and   cotton   bollworm Helicoverpa  armigera  (Hubner).  Conservation  of  the natural enemies provides the suitable environment for them to be an effective mortality factor so that the pests could   be   maintained   always   in   low   population. Conservation  of  the  natural  enemies  was  done  by improving the plant material and cultural techniques. These include the use of resistant cotton variety to jassid,  intercropping  with  secondary  food  crops, applying mulch, and adopting the action threshold concept which considers the natural enemies presence, and   using   botanical   insecticide   if   necessary. Conservation of natural enemies on IPM successfully controlled  the  cotton  pests  without  any  pesticide sprays  and  the  production  of  cotton  seed  did  not significantly different with that use insecticide sprays. This leads to reduction of cost production and increase the farmers’ income. Conservation of natural enemies  by applying IPM components should be no difficulty to be applied, as the components are mostly those that usually practice by the farmers.Key words: Cotton, Gossypium hirsutum,Helicoverpa armigera, Amrasca  biguttulla,  action threshold, natural enemies, IPM.
Dinamika Populasi Kompleks Parasitoid Telur Helicoverpa armigera (Hubner) Pada Ekosistem Kapas Monokultur dan Kapas Tumpangsari dengan Jagung Damayanti BUCHORI; Bandung SAHARI; Dwi Adi SUNARTO
Jurnal Pengendalian Hayati Vol 1 No 2 (2008)
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Eggs of Helicoverpa armigera (Hübner) (Lepidoptera: Noctuidae) on its host plants could beparasitized by some species of parasitoids, especially of the genus Trichogrammatoidea andTrichogramma. This research was aimed to study the population dynamics of egg parasitoids of H.armigera on unsprayed fields of cotton monoculture and intercropped with maize. The plot size ofeach field was 19 m x 20 m, with five replicates. We collected H. armigera eggs from both fieldsperiodically since 23 days after planting (dap) to 100 dap. The eggs were collected on 9 sample units(size of sample unit: 1 m2) in 7-days interval. The number of collected and parasitized eggs wasrecorded and the emerged parasitoids were identified to species level. The result showed that thefluctuation pattern of H. armigera egg population was not different on cotton monoculture and cottonintercropped with maize. The parasitoid population was relatively high during the flowering phase ofcotton and maize. The parasitoids of H. armigera eggs found in cotton monoculture and cottonintercropped with maize were T’toidea armigera, T’toidea guamensis, T’toidea bactrae bactrae,T’toidea bactrae fumata, T. chilonis and T. chilotraeae . The dominant species on early season untilthe flowering phase of the plants was T’toidea armigera, while on the latter phase of the plantphenology was T. chilotraeae. Implication of this population dynamics and the succession of theparasitoids in biological control are discussed.
Efisiensi Penggunaan Mulsa Plastik dalam Pengendalian Uret (Lepidiota stigma Fabricius) pada Tanaman Tebu Dwi Adi Sunarto; Subiyakto Subiyakto
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 10, No 2 (2018): Oktober 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (35.328 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v10n2.2018.55-63

Abstract

Uret Lepidiota stigma FABRICIUS merupakan hama penting pada tanaman tebu yang ditanam di lahan kering. Penggunaan mulsa plastik adalah teknologi pengendalian uret yang paling efektif untuk daerah endemik. Pengendalian menggunakan mulsa plastik termasuk teknologi yang cukup mahal, sehingga perlu dikaji tingkat efisiensi dalam penerapannya.  Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efisiensi penerapan teknologi pengendalian hama uret tebu dengan teknologi mulsa plastik pada tanaman tebu.  Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo pada bulan Nopember 2015–Desember 2016.  Perlakuan disusun menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) tiga perlakuan dengan jumlah ulangan sebanyak delapan kali.  Perlakuan pengendalian uret menggunakan mulsa plastik yang dicoba adalah (1) Penutupan mulsa plastik 100%, (2) Penutupan mulsa plastik 50%, dan (3) Kontrol (tanpa penutupan mulsa plastik.  Pemasangan mulsa plastik dilakukan sehari setelah hujan sebesar > 4 mm.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi kumbang tertinggi terjadi pada akhir bulan Nopember – awal Desember 2015, sedangkan populasi larva mencapai puncaknya pada bulan Maret dengan komposisi larva instar ke-3 sebesar 51%.  Penutupan mulsa plastik 100% paling efektif menekan populasi larva dibanding perlakuan penutupan mulsa plastik 50% dan kontrol. Teknologi pengendalian uret pada tanaman tebu dengan menggunakan mulsa plastik yang paling efisien adalah penutupan 100% pada permukaan lahan.  Batas ambang ekonomi sebagai dasar kelayakan penerapan penggunaan mulsa plastik untuk pengendalian uret pada tanaman tebu adalah 27% kerusakan tanaman. Application of Plastic Mulch to Control White Grubs (Lepidiota stigma Fabricius) in Sugar CaneWhite grub Lepidiota stigma FABRICIUS is an important pest in sugar cane planted on dry land. The use of plastic mulch is the most effective white grub control technology for endemic areas. Control using plastic mulch is a fairly expensive technology, so the level of efficiency in its application needs to be assessed. This study aims to evaluate the efficiency of the application of sugar cane pest control technology with plastic mulch technology in sugar cane. The research was carried out on the farmer's land in Banyuputih Subdistrict, Situbondo Regency in November 2015 –December 2016. The treatments were arranged using a randomized block design (RBD) of three treatments with eight replications. The treatment of white grub control using plastic mulch were (1) 100% plastic mulch closure, (2) 50% plastic mulch closure, and (3) Control (without plastic mulch closure). Installation of plastic mulch was carried out one day after rainfall> 4 mm. The results showed that the highest beetle population occurred at the end of November – early December 2015, while the larval population reached its peak in March with the composition of 3 by 51%. Treatment 100% plastic mulch closure was the most effective methode in suppressing larval populations than 50% plastic mulch closure and control. The most efficient plastic mulch technology to control white grub in sugar cane plants was 100% closure the land surface. The basis of the feasibility of applying the use of plastic mulch for white grub control in sugar cane was 27% of crop damage.
Uji Kinerja Dekortikator Sistem Kering Untuk Daun Sisal Gatot Suharto Abdul Fatah; Dwi Adi Sunarto; Yoga Angangga Yogi
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 11, No 2 (2019): OKTOBER 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.669 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v11n2.2019.86-92

Abstract

Tanaman sisal (Agave sisalana L.) merupakan tanaman serat alam yang dimanfaatkan untuk membuat tali, kertas, kain, alas kaki, topi, tas, karpet, papan permainan, dan bahan industri penting lainnya. Pengembangan sisal berada di daerah marginal dengan ciri utamanya keterbatasan ketersediaan air, sehingga kegiatan usaha tani sisal mulai dari budidaya hingga pasca panen harus mempertimbangkan kondisi tersebut. Untuk proses penyeratan daun sisal diperlukan mesin penyerat atau dekortikator.  Mesin dekortikator yang tersedia saat ini berkerja dengan sistem basah menggunakan aliran air. Untuk mendukung pengembangan sisal di Indonesia, dekortikator tersebut perlu dimodifikasi fungsinya untuk penyeratan daun sisal dengan sistem kering atau tanpa aliran air.  Tujuan dari penelitian ini adalah menguji kinerja dekortikator yang bekerja untuk proses penyeratan daun sisal dengan sistem kering. Penelitian dirancang menggunakan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) dengan jumlah ulangan berbeda (5-10 ulangan), dan perlakuan disusun secara faktorial. Faktor pertama terdiri dari 2 perlakuan yaitu sistem penyeratan kering dan sistem penyeratan basah (pembanding). Faktor kedua terdiri dari 4 perlakuan kecepatan putaran silinder mesin yaitu 600 rpm, 700 rpm, 800 rpm, dan 900 rpm. Sampel daun segar yang digunakan dalam setiap perlakuan sebanyak 5 pelepah daun dengan berat total berkisar 3,5 - 5 kg.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekortikator dapat berfungsi untuk proses dekortikasi atau penyeratan daun sisal dengan sistem kering. Kapasitas penyeratan sebesar 101 – 127 kg daun segar per jam dengan rendemen hasil serat kering sebesar 4,66 – 4,86 % serat kering per jam pada kecepatan putaran silinder 600 – 900 rpm. Perlakuan kecetapan silinder 600 rpm merupakan kecepatan yang paling efisien. PERFORMANCE TEST OF DRY SYSTEM DECORTICATOR FOR SISAL LEAVES Sisal plant (Agave sisalana L.) is a natural fiber plant that is used to make ropes, paper, cloth, footwear, hats, bags, carpets, board games, and other important industrial materials. Sisal crop development is in marginal areas with the main characteristic i.e., the limited availability of water, therefore sisal farming activities for cultivation to post-harvest must consider these conditions. To obtained sisal fibers, decorticator is needed . Currently available decorticator is set to wet systems, i.e., using water flow. To support the development of sisal in Indonesia, the function of the decorticator needs to be modified for sizing the sisal leaves with a dry or no water flow system. The purpose of this study is to test the performance of dry sysrwm decorticator to sisal-leaf-fibering process. The study was designed using a completely randomized design (CRD) with a number of different replicates (5-10 replicates), and treatments arranged in factorial. The first factor consists of 2 treatments, namely a dry system and a wet system (as comparison). The second factor consisted of 4 treatments of engine cylinder rotation speed of 600 rpm, 700 rpm, 800 rpm and 900 rpm. Fresh leaf samples used in each treatment were 5 leaf midribs with a total weight ranging from 3.5 - 5 kg. The results showed that the decotator could function for the process of decortication for sisal leaves with a dry system. Fibrous capacity of 101 - 127 kg of fresh leaves per hour with dry fiber yields of 4.66 - 4.86% per hour at cylinder rotation speed of 600 - 900 rpm. The 600 rpm cylinder speed treatment is the most efficient speed.
Pengaruh Penambahan Biomassa di Lahan Kering terhadap Diversitas Arthropoda Tanah dan Produktivitas Tebu Sujak Sujak; Dwi Adi Sunarto; Subiyakto Subiyakto
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 10, No 1 (2018): April 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (31.232 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v10n1.2018.21-30

Abstract

Program pengembangan tebu saat ini diarahkan ke lahan kering yang memiliki ketersediaan air dan kesuburan tanah terbatas.  Kondisi lahan kering dapa menjadi pembatas produktvitas tebu.  Penambahan biomassa ke lahan dapat meningkatkan kesuburan dan populasi arthropoda tanah/detrivora.  Penelitian penambahan biomassa Crotalaria juncea  pada lahan kering  dilaksanakan di Kebun Percobaan Asembagus, Situbondo mulai bulan Januari–Juli 2015. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa pengaruh penambahan biomassa pada lahan kering terhadap diversitas arthropoda tanah dan pengaruhnya terhadap produksi tebu. Perlakuan terdiri atas lahan dengan penambahan biomassa (serasah tebu dan pupuk hijau C. juncea) dan lahan yang tanpa penambahan biomassa.  Pengamatan kelimpahan arthropoda tanah dan tingkat diversitas dilakukan dengan pemasangan pitfall traps dan yellow pan traps. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Collembola dan Hymenoptera merupakan arthropoda tanah yang dominan. Indeks diversitas arhropoda tanah pada lahan dengan penambahan biomassa lebih tinggi (0,82–0,84) dibandingkan pada lahan tanpa penambahan biomassa (0,75–0,79). Penambahan biomassa pada tahun pertama dapat meningkatkan kandungan C Organik tanah dari 0,76 menjadi 1,06, dan meningkatkan kandungan N dari 0,03 menjadi 0,11, serta meningkatkan produksi tebu dari 70,4 ton/ha menjadi 101,4 ton/ha. Untuk memperbaiki kondisi ekosistem lahan kering diperlukan penambahan biomassa secara terus menerus.Effect of Biomass Addition in Dry Land to Diversity of Soil Arthropods and Productivity of SugarcaneThe current sugarcane development program is directed to dry lands that have limited water availability and soil fertility, thereby limiting the productivity of sugarcane.  In order to restore soil fertility and reduce the evaporation of groundwater, addition of biomass in the form of trash (dried leaves) of sugarcane as well as the addition of green manure (Clotalaria juncea) is needed.  Biomass addition to the land could increase soil fertility and the population of soil arthropods/detrivores.  The experiment was conducted on dry land at Asembagus Experimental Station, Situbondo from January 2015–July 2015.  The purpose of this research was to analyze the effect of biomass addition to the diversity of soil arthropods and sugarcane productivity.  Treatments consisted of land with the addition of biomass (sugarcane/sugarcane and green manure C. juncea) and control.  Observation of the abundance of soil arthropods and diversity level was done by setting pitfall traps and yellow pan traps, observation was done monthly.  The results showed that the order of Collembola and Hymenoptera were dominant arthropods. The diversity index of ground arhropods on the land with biomass increments was higher (0.82–0.84) than that in the land without biomass addition (0.75–0.79).  The addition of biomass in the first year succeeded in increasing the organic C content of soil from 0.62 to 1.06 and increasing the production of sugar cane from 70.4 tons/ha to 101.4 tons/ha.  In order to improve the ecosystems condition, it is required the addition of biomass continuously.