Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KAJIAN PEMANFAATAN DAN KELAYAKAN KUALITAS AIRTANAH UNTUK KEBUTUHAN DOMESTIK DAN INDUSTRI KECIL-MENENGAH DI KECAMATAN LAWEYAN KOTA SURAKARTA JAWA TENGAH Taufik Indrawan; Totok Gunawan; Sudibyakto Sudibyakto
Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 1 (2012): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.363 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13404

Abstract

ABSTRAK Kecamatan Laweyan merupakan salah satu daerah di Kota Surakarta yang merupakan daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk 11.271 jiwa/km2. Di Kecamatan Laweyan banyak terdapat industri kecil-menengah khususnya industri batik yang notabene membutuhkan airtanah dalam jumlah besat dalam proses produksinya disamping juga banyak industri lain yang beragam jenisnya. Berdasarkan kenyataan tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pemanfaatan airtanah untuk kebutuhan domestik dan industri kecil-menengah dan kualitas airtanah yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan domestik di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengkaji pemanfaatan airtanah untuk kebutuhan domestik dan industri kecil-menengah di wilayah Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. 2) Menganalisis kualitas airtanah untuk kebutuhan domestik di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebutuhan airtanah untuk keperluan domestik di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta adalah 183 lt/kapita/hari dan pemanfaatan airtanah  untuk keperluan domestik di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta dalam satu tahun adalah sebesar 7.353.795,53 m3. Sedangkan pemanfaatan airtanah untuk keperluan industri kecil-menengah di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta pada tahun 2010 adalah sebesar 910.173,50 m3. Berdasarkan hasil uji laboratorium diketahui bahwa dari parameter fisika yang diuji menunjukkan kadar TDS sebesar 213-368 mg/l. Dari parameter kimia yang diuji menunjukkan pH sebesar 8,2-8,6, kadar Fe < 0,193 mg/l, kadar amonia sebesar 0,0257-0,0569, kadar phenol sebesar 0,0215-0,0254, kadar Cr total < 0,0157, dan dari parameter biologi diketahui kandungan bakteri total coliform sebesar > 1600 MPN / 100 ml. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa airtanah di Kecamatan Laweyen tidak memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan.  ABSTRACT Sub Laweyan is one area in the city of Surakarta, which is urban areas with a population density of 11,271 people/km2. In Sub Laweyan there are many small-medium scale industries, especially the batik industry which incidentally require groundwater in the number besat in their production processes as well as many other industries that various kinds. Based on the fact that researchers interested in conducting research on the use of groundwater for domestic and small-medium scale industries and the quality of groundwater used for domestic needs in the District Laweyan Surakarta. The purpose of this research are 1) studying the use of groundwater for domestic and small-medium scale industries in the District Laweyan Surakarta. 2) analyze the quality of groundwater for domestic needs in the District Laweyan Surakarta. The results showed that the need for groundwater for domestic purposes in the District Laweyan Surakarta is 183 liter / capita / day and the use of groundwater for domestic purposes in the District Laweyan Surakarta in one year amounted to 7,353,795.53 m3. While the use of groundwater for small-medium scale industries in the District Laweyan Surakarta in 2010 amounted to 910,173.50 m3. Based on laboratory test results is known that the physical parameters that were tested showed levels of TDS of 213-368 mg / l. From the chemical parameters tested showed a pH of 8.2 to 8.6, Fe content <0.193 mg / l, ammonia content of 0.0257 to 0.0569, 0.0215 to 0.0254 for phenol content, total Cr levels < 0.0157, and the biological parameters known to contain total coliform bacteria amounted to> 1600 MPN / 100 ml. Based on this study concluded that the groundwater in the District Laweyen not meet quality standards that have been determined. 
Pengaruh Kerapatan Vegetasi Penutup Lahan terhadap Karakteristik Resesi Hidrograf pada Beberapa Subdas di Propinsi Jawa Tengah Dan Propinsi DIY Bokiraiya Latuamury; Totok Gunawan; Slamet Suprayogi
Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 2 (2012): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.591 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13418

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi DIY, dilatarbelakangi oleh penurunan daya dukung lingkungan seperti rusaknya kawasan hutan dan berkurangnya luas tutupan lahan hutan, yang dapat mempengaruhi perilaku aliran air. Dengan adanya perubahan tutupan lahan akan berdampak pada berubahnya sifat-sifat hidrologi seperti koefisien aliran, debit dan karakteristik hidrograf aliran. Indikator kerusakan hutan dapat dilihat dari karakteristik hidrograf. Evaluasi respon DAS berupa hidrograf aliran akibat adanya perubahan penutup lahan menjadi sangat penting untuk dianalisis karena merupakan tolok ukur dalam setiap penentuan kebijakan terkait dengan penanganan banjir dan tanah longsor. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk (1). mengkaji karakteristik kerapatan vegetasi penutup lahan dan keterkaitannya dalam ekosistem DAS, (2). mengkaji karakteristik aliran dasar (koefisien resesi)  pada beberapa sub-DAS tersebut, dan (3). menganalisis pengaruh kerapatan vegetasi penutup lahan terhadap karakteristik hidrograf aliran khususnya aliran dasar pada sub DAS yang diteliti. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei data sekunder pada rekaman data AWLR/SPAS untuk analisis resesi hidrograf dan koefisien resesi (Krb), dan interpretasi citra Landsat ETM+ untuk transformasi indeks vegetasi NDVI dikorelasikasi dengan data kerapatan vegetasi untuk mempresentasikan karakteristik kerapatan vegetasi. Selanjutnya hasil transformasi indeks vegetasi NDVI kemudian diujikorelasikan dengan karakteristik resesi (koefisien resesi) untuk menganalisis pengaruh kerapatan vegetasi penutup lahan terhadap karakteristik resesi hidrograf. Hasil uji statistik NDVI dengan koefisien resesi menunjukkan terdapatnya korelasi antara nilai NDVI dan koefisien resesi pada R2 = 0,1427, F = 2.17 tidak berpengaruh nyata pada taraf signifikan 1% sebesar 0.1646 (lampiran 1.2b). Analisis korelasi antara variabel independen (NDVI penutup lahan) dengan variabel dependen (koefisien resesi) memiliki korelasi sangat lemah sebesar 0,077. Hasil ini menunjukkan bahwa parameter kerapatan vegetasi NDVI sangat lemah untuk mengontrol keberadaan aliran-aliran rendah. Karena besarnya simpanan (storage) airtanah tergantung pada besarnya air yang mencapai akuifer. Setelah sumbangan air pada akuifer terhenti, maka air yang tertampung di akuifer akan mengalami pengatusan yang besarnya tergantung kondisi akuifer tersebut. Gerakan air pada akuifer disebabkan oleh gaya gravitasi, kecepatan dan jumlahnya terutama dipengaruhi oleh karakteristik batuan. Karakteristik batuan mempengaruhi pergerakan airtanah, diketahui dari daya hantar hidrolik batuan tersebut.  ABSTRACT This research was conducted in Central Java and DIY province, as a respond to the decrease of environment capacity such as forest destruction and widespread loss of forest land cover which affect water flow behavior. Land cover change will affect the hydrological properties such as coefficient, rate, and hydrograph characteristics of flow. The indicators of forest destruction can be seen through hydrograph characteristics. Flow hydrographic as an evaluation of river catchment responses to land cover change becomes very important to analyze because it is a benchmark in determination any policy about flood and landslide handling. Therefore, the aims of this study are: (1) to examine the characteristic of land cover vegetation density and its association in river catchment ecosystem, (2) to examine base flow characteristics (coefficient of recession) at these river catchments, and (3) to analyze the influence of land cover vegetation density on flow’s hydrograph characteristic, especially base flow at river catchments. The method used in this research is secondary data survey on AWLR/SPAS data record in order to analyze hydrograph recession and coefficient of recession (Krb), and to interpret ETM Landsat image for NDVI vegetation index transformation for the characteristic of vegetation density. The results of NDVI vegetation index transformation then tested it’s correlated with recession characteristics (coefficient of recession) to analyze the influence of land cover vegetation density on hydrograph recession characteristic. The results showed there is an average value of vegetation density (NDVI) for the river catchments and most of it has mediocre vegetation density level with the percentage of land cover vegetation less more than 30%. Most of base flow recession characteristic (coefficient of recession) lay on relatively high range, i.e. 0.661 to 0.980. Correlation analysis between independent variable (land cover NDVI) with dependent variable (coefficient of recession) is very weak, only 0.077. This result shows that the parameter of NDVI vegetation density can be combined with aquifer formation to control the existence of lower flow. Because the magnitude of soil water storage is depend on water volume that reach the aquifer, the arrangement of optimal hydrogeology condition along dry season (no rain season) depend on geological aquifer condition. 
Analisis Kerusakan Lahan untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai melalui Integrasi Teknik Penginderaanjauh dan Sistem Informasi Geografis Listumbinang Halengkara; Totok Gunawan; Setyawan Purnama
Majalah Geografi Indonesia Vol 26, No 2 (2012): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2714.535 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13421

Abstract

ABSTRAK DAS merupakan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan sehingga perlu dikelola dan dijaga kelestariannya. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh Pemerintah, swasta,  maupun masyarakat dalam rangka pengelolaan DAS Namun demikian masih banyak DAS di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa yang berada dalam kondisi kritis. Salah satu DAS kritis yang ada di Pulau Jawa dan perlu untuk segera ditangani adalah DAS Blukar yang terletak di Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengkaji kondisi limpasan DAS Blukar, (2) mengkaji kondisi erosi DAS Blukar, (3) melakukan analisis tingkat kerusakan lahan DAS Blukar, dan (4) merumuskan strategi pengelolaan untuk konservasi lahan di DAS blukar. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 7 ETM+ dan citra SRTM sebagai data primer, dilengkapi dengan data sekunder berupa peta-peta pendukung, data statistik, dan hasil survey lapangan. Analisis limpasan dilakukan dengan metode overlay peta-peta parameter berdasar model Cook. Analisis erosi juga dilakukan dengan metode overlay pada peta-peta parameter sesuai pendekatan USLE. Analisis kerusakan lahan dilakukan dengan metode matching pada hasil analisis limpasan dan erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAS memiliki kondisi limpasan tinggi. Hal ini ditunjukkan dimana DAS Blukar didominasi oleh kelas limpasan ekstrim (80,69%). Kecamatan yang paling rentan terhadap limpasan adalah Kecamatan Patean. Kondisi erosi di DAS Blukar cukup bervariasi, dimana yang paling dominan adalah kelas sangat ringan (36,40%). Kelas erosi sangat berat terdapat sekitar 17,93% dimana kecamatan yang paling rentan terhadap erosi adalah Kecamatan Sukorejo. Tingkat kerusakan lahan di DAS Blukar juga bervariasi, dimana yang paling dominan adalah kelas kerusakan sedang (49,21%). Namun demikian kelas kerusakan tinggi dan sangat tinggi juga cukup banyak dijumpai di DAS Blukar. Kecamatan yang paling rentan terhadap kerusakan lahan adalah Kecamatan Sukorejo dan Patean.  Upaya konservasi yang dapat dilakukan di DAS Blukar adalah penanaman kembali pada lahanlahan terbuka yang ada di daerah hulu, konversi lahan pertanian semusim menjadi tanaman tahunan terutama pada lereng-lereng diatas 40%, serta pengggunakan mulsa jerami dan penghalang dengan tanaman (perdu) pada tanaman pertanian. Secara teknik sipil, beberapa bentuk konservasi yang dapat diterapkan adalah guludan, teras kredit, bronjong, serta pembangunan dam penahan dan dam pengendali.  ABSTRACT Watershed is very important ecosystem, so it needs to be managed and preserved. Various efforts have been made either by the Government, private sector, or communities to manage the watershed in order to prevent its extinction. However there are many watersheds in Indonesia, especially in Java Island which are in critical condition. One of the critical watershed in Java Island and need to be managed is Blukar Watershed which located in Kendal Regency, Central Java Province. The purposes of this research are: (1) assess the surface run-off condition in Blukar Watershed, (2) assess the erosion condition in Blukar Watershed, (3) analyze the level of land degradation in Blukar Watershed,and (4) formulate management strategies for land conservation in Blukar Watershed.  Data source that used in this research are Landsat 7 ETM+ imagery and SRTM imagery as primary data, supported by secondary data from other maps, statistical data, and result of field survey. Surface run-off analysis performed using overlay method to every parameter maps based on Cook’s model. Erosion analysis also performed using overlay method to every parameter maps based on USLE.model. while land degradation analysis performed using matching method to the result of surface run-off analysis and erosion analysis. The results of this research show that Blukar Watershed has high potential of surface run-off. This indicated where Blukar Watershed dominated by extreme class of surface run-off (80,69%). The most vulnerable district from surface run-off is Patean.  Erosion in Blukar Watershed has various condition, where the most dominant class is very light (36,40%). Beside that there is about 17,93% of very wieght class of erosion. Sukorejo is the most vulnerable district from erosion in Blukar Watershed. The condition of land degradation in Blukar watershed also quite complex where the most dominant class is moderate (49,21%). However high class and very high class of land degradation also often found in Blukar Watershed. The most vulnerable districts from land degradation are Sukorejo and Patean.  Conservation efforts that can be applied in Blukar Watershed are replanting the bare lands (reforestation) in the uplands area of watershed, land conversion from seasonal agricultural to annual crops, especially on slopes steepness above 40%, and combination used of straw mulch and plants barriers (shrubs) in agricultural crops. In civil engineering method, some conservation forms that can be applied are guludan, credit terrace, bronjong, barrier dams, and control dams. 
Kearifan Lokal Komunitas Sebagai Modal Sosial alam Manajemen Bencana Alam Untoro Hariadi; Suratman Suratman; Totok Gunawan; Armaidy Armawi
Majalah Geografi Indonesia Vol 33, No 2 (2019): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.152 KB) | DOI: 10.22146/mgi.48548

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengkaji kearifan lokal komunitas sebagai modal sosial dalam manajemen bencana alam untuk memperoleh gambaran secara utuh tentang makna substantif dari komunitas, kearifan lokal dan manajemen bencana alam. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Terbentuknya komunitas tidak terlepas dari kebutuhan individu untuk berada dalam rasa aman dan memiliki mekanisme pertahanan ketika menghadapi situasi yang membahayakan. Komunitas mengembangkan suatu pengetahuan untuk memahami cara kerja alam, dan kemudian mengikutinya, serta berupaya menghindari apa yang dapat mengancam keselamatan. Kearifan lokal seharusnya dimaknai sebagai pengetahuan komunitas tentang keadaan setempat, atau kearifan setempat, yaitu pengetahuan yang menjawab situasi setempat, yang mana di tempat lain tidak ada. Suatu manajemen bencana alam perlu memperjelas kedudukan komunitas, serta memberi ruang gerak komunitas untuk menggunakan seluruh modal utama yang dimilikinya, yaitu diri (komunitas) dan kearifannya. This study aims to examine the local wisdom of the community as social capital in the management of natural disasters to obtain a full picture of the substantive meaning of the community, local wisdom and management of natural disasters. The research method used is descriptive method with a qualitative approach. The formation of a community is inseparable from the individual's need to be in a sense of security and to have a defense mechanism when facing a dangerous situation. The community develops a knowledge to understand how nature works, and then follows it, and seeks to avoid what can threaten safety. Local wisdom should be interpreted as community knowledge about local conditions, or local wisdom, namely knowledge that answers the local situation, which is not available elsewhere. A management of natural disasters needs to clarify the position of the community, and provide space for the community to use all the main capital they have, namely themselves (the community) and their wisdom.  
PENGKLASTERAN EROSI DI SUB DAS NGRANCAH KULONROGO (Soil Erosion Rates Clustering of Ngrancah Sub Watershed, Kulon Progo) Ambar Kusumandari; Djoko Marsono; Sambas Sabarnurdin; Totok Gunawan
Jurnal Manusia dan Lingkungan Vol 19, No 1 (2012): Maret
Publisher : Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jml.18457

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan di Sub DAS Ngrancah yang merupakan daerah tangkapan air Waduk Sermo. Luas wilayah penelitian ini sekitar 2.200 ha. Mayoritas lahan di Sub DAS Ngrancah tergolong kritis yang ditunjukkan oleh tingginya tingkat erosi. Dengan demikian, wilayah ini sangat mendesak untuk dapat dikelola dengan benar agar degradasi lahan dapat dihambat. Untuk memprediksi erosi, diterapkan Model USLE, dengan rumus: A = RKLSCP. Wilayah studi dapat dipilahkan menjadi 77 unit lahan. Sampel tanah diambil dari seluruh unit lahan, demikian pula pengamatan lereng, vegetasi, dan penerapan konservasi tanah. Untuk menganalisis data digunakan analisis kluster. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat erosi bervariasi dari yang paling rendah sebesar 2,54 ton/ha/th sampai dengan yang tertinggi sebesar 489,30 ton/ha/th. Sekitar 68% wilayah studi termasuk dalam kelas erosi sedang dan sekitar 15% wilayah studi termasuk dalam kelas erosi tinggi. Pengklasteran unit lahan secara statistik menunjukkan bahwa pada jarak klaster terpendek terbentuk 8 klaster tingkat erosi. Uji diskriminan menunjukkan bahwa faktor K (erodibilitas) dan P (praktek konservasi tanah dan air) merupakan faktor yang paling dominan untuk terbentuknya klaster-klaster tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam merancang teknik konservasi tanah dan air untuk menangani erosi di Sub DAS Ngrancah.ABSTRACTThe research was carried out at Ngrancah Sub Watershed which is located at the upper area of Sermo Dam and covers an area of almost 2.200 hectares.  The area is mostly critical showed by the high rates of erosion, so, it is  urgently required to manage properly in order to combat  land degradation. In this research, to study the erosion rates of the area, the USLE method was used, i.e. A = RxKxLSxCxP. The area was devided into 77 land units and the soil samples were taken from each land units as well as the observation of slopes, vegetation and soil conservation practices. Cluster analysis were applied to analyze the data.The research resulted that the erosion rates varies from the lowest rate of 2.54 ton/ha/yr to the highest rate of 489.30 ton/ha/yr and clasified as the moderate rate for the 68%  of the area and high rate for the 15% of the area. The cluster analysis showed that at the lowest cluster distance, the erosion rates of the subwatershed can be devided into 8 clusters. Furthermore, discriminant analysis was applied and resulted that the K and P factors are the most factors causing the difference beween clusters. This information can be considered in designing soil and water conservation techniques required for the study area.