Suratman Suratman
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Indonesia

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

CHANGE IN SPATIAL AND TEMPORAL CHARACTERISTICS OF RAINFALL IN EAST JAVA PROVINCE IN RELATION TO GLOBAL CLIMATE CHANGE PERUBAHAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN MENURUT RUANG DAN WAKTU DI PROVINSI JAWA TIMUR DALAM KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN IKLIM ... Moh. Ismail Wahab; S. Sudibyakto; Sunarto Gunadi; W.S. Suratman
Agromet Vol. 23 No. 1 (2009): June 2009
Publisher : PERHIMPI (Indonesian Association of Agricultural Meteorology)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (596.174 KB) | DOI: 10.29244/j.agromet.23.1.29-44

Abstract

This study aims to analyze spatial and temporal variation of rainfall in the year 1971 until the year 2007 that is divided into two (2) periods ie 1971-1989 and 1990-2007 in relat ion to climate global change. The research was conducted in the area of East Java province from July until December 2008. The secondary data used in the research were: 1) Rainfall monthly data from 106 stations located in East Java within the period of 1971-2007 obtained from the Agency for Meteorology and Geophysical Karangploso Malang, 2) Sea Surface Temperature Nino 3.4 (http ://www.cpc.ncep.noaa.gov.), 3) Soil map scale 1: 250,000 obtanined from the Center Institute for Environmental Resource Management of Agriculture, and the map of Agroecological Zone (AEZ) of East Java scale 1: 250,000 from Assessment Institute for Agricultural Technology East Java. The analysis of rainfall characteristic consists of a) the changes of climate type Oldeman, b) the changes of the early dry and rainy season, c) the changes in of rainfall amount in dry and rainy season. The results showed that in 1971-1989 periods, the type of Oldeman climate in East Java vary from B1 to E, but after the 1990s the type of Oldeman climate change varied from C1 to D4 meaning that a part of East Java area (16.7%) become drier and 17.8% area of East Java became wet. The analysis of rainfall stations (106 stations) showed that some of rainfall stations (58.49%) have decreased the number of dry season rainfall about 3 - 500 mm/season. 56 stations (52.8%) have increased the number of rainy season rainfall in the range 1-600 mm /rainy season, while the 49 rainfall stations (46.22%) have decreased the number of rainfall in the range of 1-500 mm/season. Changes in the characteristics of rainfall in East Java, which occurred within the period of 1971-1989 and 1990-2007 was caused by the ENSO phenomenon.
Kajian Peran Lembaga dan Kearifan Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove secara Terpadu di Delta Mahakam Lenny Dianawati; Suratman Suratman; Su Rito Hardoyo
Majalah Geografi Indonesia Vol 28, No 1 (2014): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5365.474 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13068

Abstract

ABSTRAK Pada saat ini hutan mangrove di wilayah Delta Mahakam yang mengalami rusak berat seluas 24.035 hektar atau 49,44% dari luasan mangrove di Delta Mahakam, rusak ringan seluas 41.608 hektar atau 27,78% dari luas mangrove di Delta Mahakam, dan yang masih dalam kondisi baik hanya seluas 34.089 hektar atau 22,7% dari luasan mangrove di Delta Mahakam. Sebagian besar kerusakan diakibatkan oleh pembukaan hutan mangrove untuk usaha pertambakan oleh masyarakat yang berasal dari luar wilayah Kalimantan Timur. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 mengamanatkan bahwa Dinas Kehutanan memiliki kewenangan untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di perairan termasuk kawasan perairan di Delta Mahakam. Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mengatur bahwa wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan atau pembudiyaan ikan meliputi sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia. Dari permasalahan tumpang tindih kewenangan dan peraturan perundangan tersebut, masing-masing sektoral memiliki aturan hukum sendiri-sendiri, sehingga setiap sektor juga memiliki kewenangan sendiri-sendiri. Pengelolaan hutan mangrove tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah saja akan tetapi diperlukan peran serta masyarakat di Kawasan Delta Mahakam untuk mencapai kelestarian hutan mangrove yang terpadu. Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk menyajikan masalah yang ada sekarang berdasarkan data yang di lapangan mengenai pengelolaan hutan mangrove di wilayah Delta Mahakam. Penelitian ini dilaksanakan di Delta Mahakam, Provinsi Kalimantan Timur. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, dokumentasi, kamera, dan alat perekam. Cara analisis data meliputi tahapan reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa: (1) Pengelolaan hutan mangrove di Delta Mahakam sendiri melibatkan peran dari masyarakat, swasta, dan pemerintah. Pihak pemerintah yang terkait adalah Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur. Pihak masyarakat dibedakan menjadi masyarakat asli dan pendatang. Masyarakat asli yang bermukim di sekitar hutan mangrove Delta Mahakam melakukan kegiatan perawatan, penanaman, dan pembersihan lingkungan hutan bakau. Sementara masyarakat pendatang yang merupakan pengusaha tambak memberikan sejumlah dana untuk dikelola pemerintah guna memperbaiki kondisi hutan mangrove Delta Mahakam yang rusak akibat kegiatan usaha tambak. (2) Integrasi antara pemerintah dengan masyarakat asli maupun masyarakat pendatang sebagi pengusaha tambak diperlukan guna menjamin terselenggaranya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan ekosistem mangrove sebagai sumberdaya di wilayah pesisir, system penyangga kehidupan, dan kekayaan alam yang bernilai tinggi. ABSTRACT At this time the mangrove forest in Delta Mahakam region heavily damaged area of 24 035 hectares (49.44%) of the mangrove area in the Delta Mahakam, covering an area of 41 608 hectares lightly damaged (27.78%), and is still in a state of an area of 34 089 hectares only good (22.7%).Such damage ismostlycaused bythe opening of mangrove forests for aquaculture enterprises bypeople from outside the region of East Kalimantan. Law No.41 of 1999 mandates that the Forest Service has the authority to preserve the mangrove forests in the waters include waters n the Delta Mahakam. On the other hand, the Law Number31of 2004 on Fisheries requires that fishery management area ofthe Republic of Indonesia for fishing or aquaculture, include rivers, lakes, reservoirs, marshes and other stagnant water that can be cultivated and land fish farming potential in the territory of the Republic of Indonesia of the problems of overlapping authority and these regulations, each sector has its ownlaws, so that each sector also has its own authority. Mangrove forestis not entirely the responsibility of the government alone but required the participation ofthe community in the Delta  Mahakam Region to achieve sustainability of integrated mangrove forests. Researchers used a qualitative descriptive approach to present the existing problems based on field data on the management of mangrove forests in the area of the Delta Mahakam. Based on the research and discussion that has been done, it was concluded that: (1) The management of mangrove forest in Delta Mahakam itself involves the role of public, private, and government. Relevant authorities are the Environment Agency East Kalimantan, East Kalimantan Provincial Forestry Office, and the Department of Fisheries and Marine Resources in East Kalimantan province. Parties divided into indigenous communities and migrants. The indigenous people living around the Delta Mahakam mangroves perform maintenance activities, planting, mangrove forests and environmental cleanup. While the immigrant communities who are entrepreneurs add provide some funds for the government managed to improve the condition of the Mahakam Delta mangrove forests damaged by farming activities.(2) Integration between the government and indigenous communities and migrant communities as a farm employer is required to ensure the implementation of the protection, preservation, and utilization of mangrove ecosystems as resources in coastal areas, life support systems, and high-value natural resources. 
Pengetahuan Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang Berwawasan Lingkungan di Kota Bengkulu Nefa Yulia; Suratman Suratman; Su Ritohardoyo
Majalah Geografi Indonesia Vol 28, No 2 (2014): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3926.103 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13076

Abstract

ABSTRAK Kebutuhan pemanfaatan ruang di wilayah Kota Bengkulu terus meningkat sejalan dengan meningkatnya aktifitas masyarakat dan kegiatan sosial ekonomi yang menyertainya. Perubahan pemanfaatan ruang seringkali tidak sesuai dengan rencana tata ruang. yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan. persepsi dan partisipasi masyarakat. Pengumpulan data penelitian menggunakan metode survey. Penentuan sampel digunakan teknik multi stage random sampling. Selanjutnya dipilih sampel masyarakat secara acak (random sampling). Cara penilaian dilakukan dengan memberikan skor pada tiap pertanyaan di kuesioner dan kemudian dianalisa secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat cenderung sedang yaitu sebesar 56 %. Persepsi masyarakat cenderung sedang yaitu sebesar 62 %. Partisipasi masyarakat cenderung sedang dengan persentase sebesar 50.4%. Semakin tinggi pendidikan. tingkat perekonomian dan peran media massa maka semakin meningkatkan pengetahuan penduduk.Semakin tinggi pengetahuan penduduk maka semakin meningkatkan persepsi dan partisipasi penduduk. Semakin meningkatnya persepsi penduduk maka partisipasi penduduk juga semakin meningkat. ABSTRACT The need to use space in the city of Bengkulu continued to increase in line with increased activity of the community and social and economic activities that accompany it. Changes in utilization of space is often not in accordance with the spatial plan. which can have negative impacts on the environment. This study aimed to analyze the knowledge. perception and participation. Data collection research using survey method. The samples used multi-stage random sampling technique. The next randomly selected community sample (random sampling). Way assessment is done by giving a score to each question in the questionnaire and then analyzed descriptively qualitative. The results showed that the knowledge society tends to moderate in the amount of 56%. Public perception tends to moderate in the amount of 62%. Community participation tends to moderate with a percentage of 50.4%.
Evaluasi Sumberdaya Lahan untuk Perencanaan Penggunaan Lahan Pertanian Berkelanjutan di Kecamatan Pulau Ternate Kota Ternate Provinsi Maluku Utara Rusdin Saleh; Suratman Suratman; Tukidal Tukidal
Majalah Geografi Indonesia Vol 28, No 2 (2014): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3094.934 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13077

Abstract

ABSTRAK Evaluasi sumberdaya lahan sangat penting dalam perencanaan penggunaan lahan karena perencanaan penggunaan lahan yang baik harus didasarkan pada tingkat kesesuaian lahan dan kemampuan lahan. Penelitian ini bertujuan (1) mengevaluasi potensi penggunaan lahan pertanian berdasarkan analisis kemampuan lahan dan kesesuaian lahan, (2) menganalisis rencana penggunaan lahan pertanian berkelanjutan dan (3) menyusun pola spasial penggunaan lahan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan dengan bentuklahan sebagai satuan unit analisis yang disusun berdasarkan interpretasi Citra Landsat TM band 457, Peta RBI dan peta geologi dengan skala peta 1 : 50.000. Analisis klasifikasi kemampuan lahan menggunakan sistem matching dan software LCLP (Land Classification and Land Use Planning). Hasil penelitian menunjukkan : Kecamatan Pulau Ternate  memiliki kelas kemampuan lahan III, VI, VII dan VIII. Kelas kemampuan lahan VI mendominasi wilayah penelitian dengan luas lahan 3000.42 Ha (57,04%).Tanaman cengkeh dan pala dapat dikembangkan pada satuan bentuklahan lereng kaki gunungapi (V5) seluas 1699.27 Ha (32,30 %). Pola spasial pengembangan lahan pertanian berkelanjutan untuk penggembalaan terbatas, hutan lindung dan hutan kayu diusahakan pada lahan kelas kemampuan VI,sedangkan lahan kelas kemampuan VII dan VIII untuk hutan lindung dan cagar alam. Lahan kelas kemampuan III yang dapat digarapuntuk pertanian ekstensif dikembangkan tanaman cengkeh dan pala dengan teknologi konservasi sedang.Untuk memperbaiki kesuburan tanah dan menekan terjadinya degradasi lahan, maka penelitian ini merekomendasikan perlu dilakukan tindakan pemupukan serta penggunaan lahan dengan mempertimbangkan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan di daerah penelitian. ABSTRACT Land resources evaluation of are very important in landuse planning because landuse planning must be based on the land suitability and land capabilityclasses. Theresearch aimed to :(1) evaluate the potential landuse of agricultural based on land capability and suitability analysis of land, (2) landuse planning analyzing the sustainable agricultural and (3) compile of the spatial patterns sustainable agriculture landuse in the Subdistrict Ternate Island, of Ternate City, of the North Maluku Province. This research applied spatial approach where the landform asanalysis unit which is based on interpretation of Landsat TM band 457, Map RBI and geological maps with map scale 1: 50.000. Land capability classification analysis using matching system and software LCLP (Land Classification and Land Use Planning). The results showedthat :the Subdistrict Ternate Island hadseveral classes of land capability ranged from class III, VI, VII and VIII. The land capability class of VI dominated the research regions with a land area 3000.42 ha (57,04%).Plant cloves and nutmeg can be developed on the foot slopes of volcanic landform units (V5) of area 1699.27 ha (32,30%). The spatial pattern of sustainable agricultural development of land for grazing is limited, protected forests and woods cultivated on land capability classes VI, while land capability class VII and VIII for protected forest and nature reserves.Land capability class III could becultivatedfor the extensive agriculture can be developedfor cloves and nutmeg with moderate conservation technologies.To improve soil fertility and pressing land degradation, this study recommending fertilization necessary action and landuse by considering land capability and suitability of land ini the research area.
BAHAYA EROSI PERMUKAAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Suratman Worosuprojo
Majalah Geografi Indonesia Vol 19, No 1 (2005): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.971 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13289

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat bahaya erosi dan menentukan prioritas area konservasi. Sebagai pendekatan adalah satuan lahan yang diperoleh dengan cara interpretasi foto udara dengan mempertimbangkan relief litologi, genesis, dan penggunaan lahan. Sampel penelitian dipilih berdasarkan satuan lahan. Data yang dikumpulkan adalah curah hujan, lereng, tanah, tanaman, konservasi lahan. Prediksi erosi ditentukan dengan rnenerapkan formula USLEsedangkan tingkat bahaya erosi dapat ditentukan dengan mempertimbangkan besar erosi dan tebal tanah. Hasil Penelitian ini adalah erosi permukaan pada tingkat sangat ringan seluas 6.450 ha, erosi permukaan pada tingkat ringan seluas 8.650 ha, erosi permukaan pada tingkat sedang seluas 23550 ha, erosi permukaan pada tingkat berat seluas 18.400 ha, dan erosi permukaan pada tingkat sangat berat seluas 53.540 ha. Prioritas area konservasi terdapat pada perbukitan-pegunungan dengan penggunaan lahan tegalan yang berada di Pegunungan Baturagung dan Perbukitan Salusional.
Persepsi dan Kepedulian Siswa terhadap Pengelolaan Lingkungan Sekolah melalui Program Adiwiyata Sumarlin Sumarlin; Rini Rachmawati; Suratman Suratman
Majalah Geografi Indonesia Vol 27, No 1 (2013): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2520.834 KB) | DOI: 10.22146/mgi.13447

Abstract

ABSTRAK Program Adiwiyata dapat menciptakan kondisi sekolah sebagai tempat pembelajaran siswa untuk penyelamatan lingkungan masa depan. Pengelolaan lingkungan sekolah melalui program Adiwiyata memerlukan tanggungjawab siswa yang dibangun dari persepsi dan kepeduliannya. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji persepsi siswa, (2) menganalisis faktor yang mempengaruhi persepsi siswa dan (3) mengkaji tingkat kepedulian siswa terhadap pengelolaan lingkungan sekolah melalui program Adiwiyata. Berdasarkan karakteristik rona lingkungan sekolah dipilih SMPN 2 Kendari (sekolah yang terletak di kota lama) dan SMPN 17 Kendari (sekolahyang terletak di kota baru) sebagai tempat penelitian, dengan sampel sebanyak 94 orang. Hasil penelitian meriunjukkan persepsi siswa pada sekolah yang terletak di kota lama dikategorikan sedang sedangkan di kota baru dikategorikan tinggi. Pengetahuan dan sosial ekonomi mempengaruhi persepsi siswa tersebut. Tingkat kepedulian siswa pada sekolah di kota lama dikategorikan sedang, sementara di kota baru dikategorikan tinggi. Hal ini berkorelasi dengan persepsi siswa, untuk itu peran guru untuk menginternalisasikan nilai kepedulian lingkungan pada siswa amat dibutuhkan.ABSTRACT Adiwiyata program can create school conditions as a student learning to save environmental for future. School environmental management trough Adiwiyata program requires student responsible built concern and perceptions. The research aims: asses perception the student, analyzing thefactor that influencesperception and asses awarness level of the students to the school environment management trought Adiwiyata program. Based on the environmental hue selected school in the urban area (SMPN 2 Kendari) and the sub urban area (SMPN 17 Kendari) as a research location and as a sampling obtained 94 "SMP students. Analysis showed perception of student in the urban area were medium category and student in the sub urban area were high category. Knowledge of student toward Adiwiyata program and sosioeconomic infuence the student perception. The awareness level of students in urban area were medium category and the student in sub urban area were high category. This correlates with the perception of students, to the role of teacher to internalize the value of environmental awareness in students is required.
Kearifan Lokal Komunitas Sebagai Modal Sosial alam Manajemen Bencana Alam Untoro Hariadi; Suratman Suratman; Totok Gunawan; Armaidy Armawi
Majalah Geografi Indonesia Vol 33, No 2 (2019): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.152 KB) | DOI: 10.22146/mgi.48548

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengkaji kearifan lokal komunitas sebagai modal sosial dalam manajemen bencana alam untuk memperoleh gambaran secara utuh tentang makna substantif dari komunitas, kearifan lokal dan manajemen bencana alam. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Terbentuknya komunitas tidak terlepas dari kebutuhan individu untuk berada dalam rasa aman dan memiliki mekanisme pertahanan ketika menghadapi situasi yang membahayakan. Komunitas mengembangkan suatu pengetahuan untuk memahami cara kerja alam, dan kemudian mengikutinya, serta berupaya menghindari apa yang dapat mengancam keselamatan. Kearifan lokal seharusnya dimaknai sebagai pengetahuan komunitas tentang keadaan setempat, atau kearifan setempat, yaitu pengetahuan yang menjawab situasi setempat, yang mana di tempat lain tidak ada. Suatu manajemen bencana alam perlu memperjelas kedudukan komunitas, serta memberi ruang gerak komunitas untuk menggunakan seluruh modal utama yang dimilikinya, yaitu diri (komunitas) dan kearifannya. This study aims to examine the local wisdom of the community as social capital in the management of natural disasters to obtain a full picture of the substantive meaning of the community, local wisdom and management of natural disasters. The research method used is descriptive method with a qualitative approach. The formation of a community is inseparable from the individual's need to be in a sense of security and to have a defense mechanism when facing a dangerous situation. The community develops a knowledge to understand how nature works, and then follows it, and seeks to avoid what can threaten safety. Local wisdom should be interpreted as community knowledge about local conditions, or local wisdom, namely knowledge that answers the local situation, which is not available elsewhere. A management of natural disasters needs to clarify the position of the community, and provide space for the community to use all the main capital they have, namely themselves (the community) and their wisdom.  
Kajian kerusakan lingkungan pada tambang intan berbasis pertambangan rakyat di Kecamatan Cempaka, Kalimantan Selatan Lely Adriani Nasution; Suratman Suratman; Sudrajat Sudrajat
Majalah Geografi Indonesia Vol 35, No 2 (2021): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/mgi.63231

Abstract

Abstrak. Penambangan intan di Kecamatan Cempaka telah ada sejak dulu dan dikelola langsung oleh masyarakat serta tergolong sebagai tambang rakyat yang berskala kecil. Keberadaan tambang intan memunculkan permasalahan pada lingkungan berupa kerusakan. Kerusakan yang ditimbulkan mencakup seluruh aspek seperti abiotik, biotik dan kultural. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian terkait bagaimana kerusakan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Tujuan pada penelitian ini berupa, (1) mengidentifikasi jenis kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan intan, (2) menganalisis tingkat kerusakan lingkungannya, (3) merumuskan strategi pengelolaan yang sesuai untuk kerusakan lingkungan akibat pertambangan intan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian merupakan metode gabungan antara kuantitatif berupa skoring dan perhitungan kelas interval serta kualitatif berupa wawancara mendalam, yang mengacu pada kriteria dari Buku I Kerusakan Lahan Akses Terbuka Akibat Tambang Rakyat oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi jenis kerusakan lingkungan memiliki kesesuaian dengan parameter yang ada pada ketentuan KLHK tahun 2015. Analisis tingkat kerusakan menunjukkan bahwa titik pengamatan 4 di Kelurahan Sungai Tiung menjadi titik dengan tingkat kerusakan yang berat. Perumusan strategi pengelolaan menunjukkan bahwa pengalihfungsian lokasi pertambangan menjadi tujuan wisata adalah upaya pengelolaan yang paling tepat.   Abstract .Diamond mining in Cempaka Subdistrict existed for a long time ago and was handled by community groups and included as small-scale artisanal mining. The existence of diamond mining causes a problem to the environment like environmental damage. The damage caused covers all aspects such as abiotic, biotic, and cultural. Thus, it needs to carry out a study related to how these activities cause the damage. The purposes of the research are, (1) Identify the types of environmental damage, (2) analyze the level of environmental damage, (3) formulate the appropriate management strategies for environmental damage caused by diamond mining. The research method uses mix method between quantitative like scoring and calculation an interval class, and qualitative, with an in-depth interview, which references Book I Open Access to Land Damage due to Artisanal Mining by the Ministry of Environmental and Forestry 2015. The results showed that identifying the environmental damage type was in accordance with the parameters in 2015 of KLHK references. Analyze an environmental damage level shows the heavy damage level found in observation point 4 in Sungai Tiung. Formulation of a management strategy shows that mining sites' conversion to tourism destinations is the most appropriate.