Muhammad Alwi HS
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Relasi Kelisanan Al-Qur’an dan Pancasila Dalam Upaya Menjaga dan Mengembangkan Identitas Islam Indonesia Muhammad Alwi HS; Nur Hamid
International Journal Ihya' 'Ulum al-Din Vol 21, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5147.534 KB) | DOI: 10.21580/ihya.21.1.4833

Abstract

Yudian Wahyudi voiced his idea that Indonesia (read: Pancasila) is a religious and secular country simultaneously. The idea arose because many said Indonesia was a secular country, on the other hand, it was also mentioned that Indonesia was a religious country. It is said as a secular country because Indonesia has a lot of 'oriented' to the West. While referred to as a religious country because it has the majority Muslim population in the world. This paper will explain the position of the Pancasila as the way of life of the Indonesian people, associated with the Qur'an which is a way of life for Muslims. In this context, al-Qur'an will be explained as the realm of its orality, as is the identity of the Qur'an delivered verbally: from Allah, the Angel Gabriel, the Prophet Muhammad to the Arab community (audience). In this case, reading the oral side of the Koran, through the theory of Orality from Walter J. Ong, will be important if it is realized that there are distinct characteristics for oral delivery, one of which is the context that was born in the oral demands of the present, that is, when the Qur'an is delivered verbally, then the solution-problem or message delivered is based on the current context. At this point, Pancasila is present on Indonesian soil to answer problems and give messages that are also based on the Indonesian context. Also, through the integration of general knowledge in understanding and applying the values of Pancasila and the beauty of the Qur'an, it will give birth to a national and religious attitude that always responds to the development of the times appropriately. Both of these life guidelines maintain Indonesia's existing identity - which is good and advance the life of the nation and state. 
Kajian Hadis Mustafa Azami Sebagai Kerja Hermeneutika (Analisis Kajian Sanad dan Matan Hadis dalam Studies in Hadith Methodologi and Literature Karya Mustafa Azami) Muhammad Alwi HS
Jurnal Ushuluddin Vol 28, No 1 (2020): January - June
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v28i1.7551

Abstract

yang tak terelakkan dalam kajian hadis. Dari sini penting disadari bahwa hermeneutika bukan hal baru, apalagi “sesuatu” yang berbahaya bagi kajian Hadis. Istilah ini memang bukan dari pemikir Islam. Namun secara subtansi, hermeneutika sebagai kerja kritis atas hadis (sanad dan matan) telah melekat di kalangan muslim klasik dan modern-kontemporer. Tulisan ini ingin membuktikan bahwa Azami sekalipun, yang dikenal ‘anti’ barat, secara subtansi melakukan kerja hermeneutika. Metode kajian hadis Azami, baik sanad maupun matan akan ditarik dalam diskusi hermeneutika hadis, yang dalam hal ini penulis akan menggunakan tiga unsur dasar dalam wacana hermeneutika, yakni author (perawi), teks (hadis) dan reader (Azami). Artikel ini akan menjawan tentag bagaimana dan sejauhmana metode pemikiran hadis Mustafa Azami dapat diposisikan sebagai kerja hermeneutika, dalam hal ini sebagai kajian kritis atas sanad dan matan hadis? Hasil kajian menunjukkan bahwa Azami dalam kerja hermeneutika-nya senantiasa mengungkap diskusi keorisinalitas perawi (sanad) dan kerasionalitas matan dengan melakukan metode perbandingan. Argumen nalar digunakan dalam konteks menelusuri seputar fakta perawi, dan menentukan masuk akal atau tidaknya kandungan matan hadis
Diskursus Kelisanan Al-Qur’an: Membuka Ruang Baru Muhammad Alwi HS; Nur Hamid
Journal of Islamic Studies and Humanities Vol 4, No 2 (2019): Journal of Islamic Studies and Humanities
Publisher : UIN Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.842 KB) | DOI: 10.21580/jish.42.5232

Abstract

This paper is about to discuss discourse as the identity of the Qur'an which is now in the form of writing (Mushaf). In its history, the Qur'an is present in an environment that is familiar with oral traditions, delivered in oral form from the Prophet (speaker) to the Arab community (listeners). Based on the oral delivery, the Al-Qur'an indicates to be examined in the discourse discourse. The result of this paper is the discourse on the oral level of the Qur'an and even the naming as the Qur'an. Until the Qur'an takes the form of a text (mushaf) which is met today by Muslims, but the structure of orality can still be found clearly. With the structure of orality, it certainly presents a specific understanding of orality, as was the revelation understood by the Prophet Muhammad as a speaker and the Arab community as opposed to speech. The occurrence of understanding between the Prophet Muhammad and the Arab Society gives an understanding that the Qur'an contains understanding at that time, so that if there is an inertia, then the Arab community will question the purpose of the verse delivered. From this, the context that is presented in the discourse of oral Qur'an is a clear context, which binds the speaker and listener, or also commonly referred to as contextual.
Verbalisasi Al-Qur’an: Metode Tafsir Kontekstual Berbasis Kelisanan Al-Qur’an (Studi Qs. Al-baqarah: 256 tentang Pemaksaan Agama) Muhammad Alwi HS; Iin Parningsih
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 22, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v22i2.8238

Abstract

This paper discusses the verbalization of the Quran as a method of understanding the contextual Quran based on orality, with a focus on Surah Al-Baqarah [2]: 256. This method aims to create a mutual understanding among people that have been polarized these days due to different opinions. The verbalization of the Quran has a very strong epistemology in the history of understanding the Quran because it is based on the orality of the Quran, which was the initial and original form of the Quran when it was first revealed to the Prophet Muhammad SAW and spread to the Arab community. Surah Al-Baqarah [2]: 256 was revealed as a response to two utterances spoken in different contexts but essentially share the same illocution, namely a rejection to the coercions of certain religions. This contextual understanding has been verbalized and reflected in Law No. 39 of 1999 concerning Human Rights; Paragraph 1 of Article 28E in the 1945 Constitution of Republic Indonesia; Article 28 I in the 1945 Constitution of Republic Indonesia; Paragraph 2 of Article 29 in the 1945 Constitution of Republic Indonesia – all of which indicate the attempts to reject forced religious conversion in Indonesia. AbstrakArtikel ini mendiskusikan tentang Verbalisasi Al-Qur’an sebagai metode pemahaman kontekstual Al-Qur’an dengan berbasis kelisanan, yang berfokus pada QS. Al-Baqarah [2]: 256. Metode Verbalisasi Al-Qur’an ini hadir sebagai upaya menghubungkan pemahaman antar berbagai kelompok yang selama ini terkotak-kotakkan. Verbalisasi Al-Qur’an memiliki epistemologi yang sangat kuat dalam tradisi pemahaman Al-Qur’an, hal ini karena Verbalisasi Al-Qur’an berangkat dari kelisanan Al-Qur’an yang merupakan bentuk awal sekaligus jati diri Al-Qur’an ketika pertama kali disampaikan pada era pewahyuan, dari Nabi Muhammad SAW kepada Masyarakat Arab. Dalam kasus QS. Al-Baqarah [2]: 256, ia disampaikan sebagai respon penolakan terhadap keinginan dua lawan tutur dan konteks tuturan yang berbeda, tetapi mengandung pemahaman yang sama, yakni penolakan atas tindakan pemaksaan agama tertentu. Pemahaman yang kontekstual tersebut dapat diverbalisasikan ke dalam bentuk UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, UUD 1945 dalam pasal 28E ayat 1, UU 1945 dalam pasal 28 I, dan UUD 1945 pada pasal 29 ayat (2), yang semuanya adalah upaya penolakan atas tindakan pemaksaan untuk memeluk agama tertentu dalam konteks di Indonesia.
Moderasi Beragama Muhammadiyah dalam Kajian Kesarjanaan Indonesia: Antara Studi dan Dakwah Islam Muhammad Alwi HS
MAARIF Vol 16 No 1 (2021): Muhammadiyah dan Moderasi Islam
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47651/mrf.v16i1.135

Abstract

Artikel ini membahas kajian sarjana Indonesia terkait moderasi beragama yang digaungkan oleh Muhammadiyah dengan mengarah pada pemetaan apakah kajian sarjana tersebut bernuansa studi Islam atau dakwah Islam. Data-data kajian sarjana diperoleh dari artikel jurnal yang dipublikasikan sejak edisi pertama 2016 hingga edisi kedua 2020. Melalui metode deskritpitf--analitis, artikel ini menyimpulkan bahwa kajian-kajian sarjana Indonesia cenderung berkisar pada kajian bernuansa dakwah daripada studi. Artinya, para sarjana Indonesia cenderung menjadi perpanjangan tangan atas pemahaman dan gerakan moderasi beragama untuk konteks Indonesia. Semua latar belakang isu moderasi beragama dalam kajian sarjana Indonesia tersebut berdasarkan kegelisahannya menyaksikan fenomena radikalisme, terorisme, dan aksi ekslusif lainnya, yang secara riil membutuhkan solusi, termasuk dari perspektif Muhammadiyah. Temuan ini menunjukkan bahwa sisi teologi Islam yang melekat pada kesarjanaan senantiasa mempengaruhi kajiannya. Sehingga, sekalipun posisi sarjana Indonesia berada di ruang akademisi, yang menempatkan dan menuntut mereka sebagai peneliti, tetapi para sarjana tersebut tidak dapat dilepaskan dari identitasnya sebagai penganut agama Islam, yang yakin akan kebenaran agamanya dan bertujuan menyebarkannya, termasuk dalam hal moderasi beragama menurut ORMAS Islam Indonesia.
Moderasi Beragama Muhammadiyah dalam Kajian Kesarjanaan Indonesia: Antara Studi dan Dakwah Islam Muhammad Alwi HS
MAARIF Vol 16 No 1 (2021): Muhammadiyah dan Moderasi Islam
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47651/mrf.v16i1.135

Abstract

Artikel ini membahas kajian sarjana Indonesia terkait moderasi beragama yang digaungkan oleh Muhammadiyah dengan mengarah pada pemetaan apakah kajian sarjana tersebut bernuansa studi Islam atau dakwah Islam. Data-data kajian sarjana diperoleh dari artikel jurnal yang dipublikasikan sejak edisi pertama 2016 hingga edisi kedua 2020. Melalui metode deskritpitf--analitis, artikel ini menyimpulkan bahwa kajian-kajian sarjana Indonesia cenderung berkisar pada kajian bernuansa dakwah daripada studi. Artinya, para sarjana Indonesia cenderung menjadi perpanjangan tangan atas pemahaman dan gerakan moderasi beragama untuk konteks Indonesia. Semua latar belakang isu moderasi beragama dalam kajian sarjana Indonesia tersebut berdasarkan kegelisahannya menyaksikan fenomena radikalisme, terorisme, dan aksi ekslusif lainnya, yang secara riil membutuhkan solusi, termasuk dari perspektif Muhammadiyah. Temuan ini menunjukkan bahwa sisi teologi Islam yang melekat pada kesarjanaan senantiasa mempengaruhi kajiannya. Sehingga, sekalipun posisi sarjana Indonesia berada di ruang akademisi, yang menempatkan dan menuntut mereka sebagai peneliti, tetapi para sarjana tersebut tidak dapat dilepaskan dari identitasnya sebagai penganut agama Islam, yang yakin akan kebenaran agamanya dan bertujuan menyebarkannya, termasuk dalam hal moderasi beragama menurut ORMAS Islam Indonesia.
Repeated Interpretation: a Comparative study of Tafsir Al-Misbah and Kajian Tafsir Al-Misbah on Metro TV Ahmad Murtaza MZ; M. Riyan Hidayat; Muhammad Alwi HS; Idris Ahmad Rifai
DINIKA : Academic Journal of Islamic Studies Vol. 7 No. 1 (2022)
Publisher : UIN Raden Mas Said Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22515/dinika.v7i1.5093

Abstract

Throughout history, the activity of interpreting the Qur’an can be carried out either orally or through writing alone or alltogether, resulting a what so called a repeated interpretation. This article seeks to shed a light on the last mentioned type of commentary that belongs to M. Quraish Shihab, a leading mufassir whose Tafsir Al-Misbah was a reiterpreted on his oral interpretation in the program “Kajian Tafsir Al-Mishbah” on Metro TV. As samples, his commentary on QS. Al-Qalam: 1-7 is chosen. Using a critical content and comparative analysis, this study concluded that the transformation of Shihab’s commentary from written to oral form did happen through several innovations and adjustments, in terms of content and display. Thus, Shihab’s role as a skillfull preacher is still obvious in his writings although the addressed audience then becomes vague. Several factors determine the occurrence of innovation and adjustment of M. Quraish Shihab’s interpretation, namely the role of Quraish Shihab in his written interpretation as originally an exegete turned into a preacher in his oral interpretation. In addition, the context of Tafsir Al-Misbah which is intended for the wider community is different from his oral interpretation with thepresence of audiences in a more specific background.