Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP BUDAYA DAN MOTIVASI PEGAWAI PEMASYARAKATAN Muh Akhsan; Ayu Purnama Sari
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 1 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.665 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i1.222-230

Abstract

Suatu lembaga tentunya memiliki struktur dan klasifikasi kepemimpinan didalamnya. Lembaga Pemasyarakatan tentunya juga dibungkus dengan suatu model kepemimpinan Seorang pimpinan yang menggunakan model kepemimpinan situasional akan lebih mampu mengendalikan situasi di dalam Lembaga Pemasyarakatan karena hal mendasar dari kepemimpinan situasional adalah seorang Kepala Lembaga Pemasyarakatan harus mengetahui lebih dalam internal organisasinya terutama internal dari pegawai dan warga binaan pemasyarakatan, serta situasi dan kondisi di Lembaga Pemasyarakaatn itu sendiri. Diketahui bahwa gaya kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap budaya dan motivasi pegawai pemasyarakatan. Semakin baik seorang pemimpin dalam memberikan arahan dan motivasi kepada bawahannya maka kinerja pegawai pemasyarakatan akan semakin baik serta tercipalah kondisi Lapas dan kondusif. Namun terdapat hambatan-hambatan misalnya saja kurangnya komunikasi intrapersonal , pemimpin yang lambat dalam beradaptasi, pengambilan keputusan selektif dan lain sebagainya. Maka dari itu perlunya kerjasama yang baik antara seorang pemimpin situasional dengan petugas pemasyarakatan lainnya.
PEMBERIAN REMISI SEBAGAI STRATEGI PERLINDUNGAN HAK BAGI NARAPIDANA LANSIA Ayu Purnama Sari; Mitro Subroto
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 1 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.048 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i1.144-152

Abstract

Fase lansia merupkan bagian dari siklus kehidupan pada manusia yang tidak bisa kita hindari, menurunnya kondisi fisik, psikologi dan juga sosialnya merupakan tanda-tanda dimana manusia memasuki fase lansia. Dewasa ini, jumlah populasi masyarakat yang tergolong lansia semakin meningkat, hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam proses penegakan hukum. Tidak menutup kemungkinan seseorang yang lanjut usia untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Dengan kondisi lapas yang semakin overcrowded, banyak narapidana lansia yang berdesakan dan kurang menunjangnya fasilitas khusus lansia, sehingga banyak dari mereka yang mulai jatuh sakit. Oleh karena itu Pemasyarakatan memberikan pemberlakuan khusus berupa pemberian remisi kepada narapidana yang tergolong lansia. Pemberian remisi ini merupakan salah satu hak yang berhak mereka dapatkan seperti yang tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan.
Implementasi Pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) Kepada Narapidana Pada Masa Pandemi Covid-19 di Lembaga Pemasyarakatan Ayu Purnama Sari; Mitro Subroto
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 2 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.768 KB) | DOI: 10.31004/jpdk.v4i2.4103

Abstract

Dengan kondisi di Indonesia yang terdampak oleh pandemi COVID-19, pemerintah mengeluarkan aturan tentang pelaksanaan program pembebasan bersyarat pada masa pandemi COVID-19 ini. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui implementasi pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana pidana umum dan faktor yang menjadi kendala pada masa pandemi COVID-19 di Lembaga Pemasyarakatan. Hasil penelitian menunjukan petugas memberikan pelayanan program pembebasan bersyarat berjalan dengan optimal. Mekanisme yang dilakukan sesuai dengan aturan dan SOP yang berlaku. Pelaksanaan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan yang dilaksanakan secara tidak langsung tatap muka bertujuan menghindari kerumunan dan penyebaran COVID19. Namun terdapat kendala yaitu jaksa eksekutor narapidana tidak segera menyampaikan dokumen berupa berita acara pelaksanaan putusan pengadilan persyaratan untuk syarat administratif pembebasan bersyarat dan pelaksanaan sidang TPP yang belum berjalan efektif diakrenakan para anggota sidang tidak mengetahui secara langsung/tatap muka narapidana yang disidangkan.
GANGGUAN KEPRIBADIAN PSIKOPAT PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Ayu Purnama Sari; Iman Santoso
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 8, No 5 (2021): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v8i5.2021.1210-1219

Abstract

Artikel ini membahas mengenai gangguan psikopat atau antisosial yang terjadi pada narapidana. PsikopatĀ  merupakan keadaan seseorang dimana seseorang tersebut tidak dapat merasakan empati dan cenderung untuk dapat melakukan kekerasan pada manusia lain tanpa diikuti dengan perasaan bersalah dan melakukan perilaku tersebut untuk kepuasan dirinya sendiri dan mereka cenderung untuk membenarkan dirinya sendiri atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan keadaan Lembaga Pemasyarakatan yang sedemikian rupa, tentunya narapidana yang termasuk kedalam kategori psikopat perlu mendapatkan penanganan ekstra. Tidak hanya dari pihak petugas pemasyarakatan di Lapas tersebut namun perlunya peran serta dari pihak pekerja sosial. Pekerja social diperlukan dalam konteks koreksional. Diperlukannya pemahaman serta kemampuan menelaah narapidana yang mengidap gangguan psikopat dan bagaimana mereka dapat menerima serta menjalanlan hukumannya. Maka dari itu dibutuhkannya kerjasama. Pekerja sosial dalam ranah koreksional dapat membantu kepolisian untuk dapat mengetahui apakah seseorang narapidana mempunyai gangguan psikopat atau tidak pada dirinya untuk dapat membantu mereka menentukan hukuman apa yang di terima mereka dengan dan pekerja sosial dapat bekerja sama dengan pihak medis dan juga psikologi untuk mengetahui hal tersebut. Narapidana gangguan psikopat dapat diberikan terapi yakni terapi kognitif serta analisa menyeluruh terhadap keluarga dan lingkungan dari narapidana yang sudah positif mengidap gangguan psikopat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi obsesinya yang berlebihan untuk melakukan perbuatan atau tindakan-tindakan yang menyimpang dan juga mencegah kembali orang yang mengalami gangguan psikopat untuk melakukan tindakan criminal.