Muhajirul Fadhli
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Upaya Meningkatkan Kesadaran Ekologis dalam Perspektif Ali Jum'ah Muhajirul Fadhli; Qanita Fithriyah
Jurnal Al-Hikmah Vol 19 No 1 (2021): Ilmu Dakwah dan Pengembangan Masyarakat
Publisher : Fakultas Dakwah IAIN Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35719/alhikmah.v19i01.46

Abstract

The phenomenon of the environmental crisis that is increasingly happening has the potential to threaten human life. One of the main factors responsible to create this crisis a mistake in understanding religious context. Many Muslims tend to believe that Islam only focuses on the relationship between humans and humans and humans with God alone . As a result, Islamic values ​​related to natural phenomena have gone unnoticed. Whereas an ecological settlement approach based on Islamic values ​​can be a solution in facing the environmental crisis. With the work of Muslim scholars, it is hoped that it can contribute to building harmony between humans and nature. One of them is a concept initiated by Shaykh 'Ali Jum'ah. This study employed library research method. The data sources consisted of two, namely primary sources and secondary sources. Primary sources are taken from the Qur'an and hadith, while the secondary sources come from books related to monotheism, fiqh, tasawwuf, taskhir, and caliph. The research found that Syekh 'Ali Jum'ah had five concepts that regulated human interaction with the environment, namely the concepts of tauhid, fiqh, tasawuf, taskhīr and khalīfah. In reading the concept initiated by Ali Jum'ah, the researcher argues that the solution he offers to overcome the environmental crisis is very comprehensive as an effort to increase ecological awareness. Starting with his way of looking at the environment which is not only a mere natural phenomenon and what coexists with it, but humans are also included in the environmental ecosystem. This is because according to him, there is no logical reason why humans should not be part of the environment. Since humans are the most important part of the environmental creation, human behavior will determine the fate of their environment in the future.
Optimisme Nabi Zakaria dan Maryam dalam Menghadapi Ujian Menurut Al-Qur’an Muhajirul Fadhli; Syifa' Ahmad Fauzi
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 6, No 2 (2021)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v6i2.10174

Abstract

Optimism is the behaviour of someone who tends to think positively. Optimism and not giving up on Allah's favours are characteristics of people who believe. Everyone must face a difficult phase in his life. When faced with a problem, humans tend to worry too much about overcoming the problem, so that in the end, many choose the short path in the wrong way through the process of abusing faith or being trapped in heretical teachings. However, the Qur'an is presented in our lives to be a guide in living our daily lives. Therefore, in this study, examples of optimism in the Qur'an are shown to be used as lessons in life, namely the story of the Prophet Zakaria and Maryam, where these two stories have similarities. The formulation of the problem in this study is the attitude of optimism and the process they face. The type of research used is qualitative research using the maudhû'i (thematic) method. The result of this study is that they faced trials that were very hard, but they managed to get through with optimistic attitudes, namely, not giving up hope, having good thoughts, and not stopping to rely on hope and praying to Him. Optimisme merupakan perilaku seseorang yang cenderung kepada pemikiran yang positif. Sifat optimisme dan tidak berputus asa pada nikmat Allah merupakan ciri-ciri orang yang beriman. Setiap orang pasti menghadapi fase sulit dalam hidupnya. Ketika dihadapkan pada sebuah masalah manusia cenderung terlalu khawatir secara berlebihan dalam hal mengatasi permasalahan tersebut, sehingga pada akhirnya banyak yang memilih jalan singkat dengan cara yang salah melalui proses penyalahgunaan akidah ataupun terjebak dalam ajaran sesat. Walau bagaimanapun, Al-Qur’an dihadirkan dalam hidup kita bertujuan untuk menjadi petunjuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini ditampilkan contoh-contoh sifat optimisme dalam Al-Qur’an untuk dijadikan pembelajaran dalam hidup, yaitu kisah Nabi Zakaria dan Siti Maryam dimana  kedua kisah ini memiliki persamaan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sikap optimisme dan proses yang dihadapi oleh keduanya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode maudhû’i (tematik). Hasil penelitian adalah kedua hamba menghadapi ujian begitu berat, namun mereka berhasil melaluinya dengan sikap-sikap optimis yaitu tidak berputus asa, bersangka baik, dan tidak berhenti dari bergantung harap serta berdoa kepada-Nya. 
Pemaknaan Kata Tasbih pada Awal Surat Al-Qur’an Muhajirul Fadhli; Syarifah Salsabila
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v5i1.12550

Abstract

In the al-Qur’an, there are seven surahs that start with the root word of sabbaha in various forms. The word tasbih is a maṣdar of the word sabbaha which means to keep God away from bad qualities. This study aims to seek clarification of the expression of tasbih and seek the opinion of mufasir on the differences in the expression of tasbih at the beginning of the surahs of the al-Qur’an. The research method used in this study is the mauḍū'i method. This type of research is library research. Primary data sources come from Tafsr mafātih al-Ghayb, Tafsr al-Misbah, Tafsr Sayyid Quṭb, Tafsr Wahbah al-Zuhayli, and Tafsr al-Qurṭubi. The results showed that the word tasbih using maṣdar (Subhāna) states as an affirmation. The word tasbih using fi'l māḍi (Sabbaha) means that from the past until now all creatures on the earth and sky are glorifying. The word tasbih using fi'l muḍāri' (Yusabbihu) does not only states in the present and the future but also states as a past and the act of glorifying is done repeatedly. The word tasbih uses fi'l al-amr (Sabbih) works as a reminder to always glorify during prayer times and off prayer times.  Di dalam al-Quran, ada tujuh surah yang dimulai dari akar kata sabbaha dan dalam berbagai bentuk. Kata Tasbih merupakan maṣdar dari kata sabbaha yang bermakna menjauhkan Allah dari sifat-sifat buruk. Penelitian ini bertujuan mencari klarifikasi ungkapan tasbih dan mencari pendapat mufassir terhadap perbedaan ungkapan tasbih di awal surah-surah al-Quran. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode mauḍū‘i. Jenis penelitian bersifat studi kepustakaan (library research). Sumber data primer berasal dari Tafsīr mafātih al-Ghayb, Tafsīr al-Misbah, Tafsīr Sayyid Quṭb, Tafsīr Wahbah al-Zuhayli, dan Tafsīr al-Qurṭubi. Hasil penelitian menunjukkan kata tasbih dengan menggunakan maṣdar (Subhāna) berfungsi sebagai penegasan. Kata tasbih dengan menggunakan fi‘l māḍi (Sabbaha) bermakna dari dulu hingga sekarang seluruh makhluk di muka bumi dan langit bertasbih. Kata tasbih dengan menggunakan fi‘l muḍāri‘ (Yusabbihu) tidak hanya berfungsi zaman kini dan akan datang, tetapi juga berfungsi sebagai masa lampau dan perbuatan bertasbih dilakukan secara berulang-ulang. Kata tasbih dengan menggunakan fi‘l al-amr (Sabbih) sebagai peringatan untuk senantiasa bertasbih baik di luar waktu ṣalat maupun di dalam waktu salat. 
Taubat Pelaku Pembunuhan Sengaja dalam Al-Qur’an Ali Abdurahman Simangunsong; Muhammad Zaini; Muhajirul Fadhli
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 7, No 1 (2022)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v7i1.12417

Abstract

Taubat is one of the religious commandments that man must do. In the Koran, there are many verses that command to repent. On the other hand, the act of killing deliberately is regarded by some mufasir as an act that which there is no repentance (taubat) for the perpetrator. This study wants to see what verses in the Koran are indicated to have a connection with taubat for perpetrators of intentional murder and its interpretation and how the mufasir views related to taubat for perpetrators of intentional murder. This research is a library study and the data is presented using thematic methods. The mufasir referred to in this study are Ibn Katsīr, Hamka, M. Quraish Shihab, al-Qurthubi and Wahbah al-Zuhaili. The results showed that some scholars from salāf circles argued that it was not accepted by people who had committed intentional killings. Meanwhile, the scholars of both salāf and khalāf hold the view that people who have committed the act of killing intentionally still have the opportunity to repent to Allah. Then in an effort to repent, the mufasir took the view that whoever repents of the deeds of wrongdoings earnestly and cheerfully and works righteous charity, then Allah will abolish His torment and bestow upon him a reward. Taubat merupakan salah satu dari perintah agama yang harus dilakukan manusia. Di dalam Alquran, terdapat banyak ayat yang memerintahkan untuk bertaubat. Di sisi lain, perbuatan membunuh dengan sengaja dianggap oleh sebagian mufasir sebagai perbuatan yang tidak ada taubat bagi pelakunya. Kajian ini ingin melihat ayat-ayat apa saja di dalam Alquran yang terindikasi memiliki kaitan dengan taubat bagi pelaku pembunuhan sengaja dan penafsirannya serta bagaimana pandangan mufasir terkait taubat bagi pelaku pembunuhan sengaja. Penelitian ini bersifat kajian perpustakaan dan data yang disajikan dengan menggunakan metode tematik. Para mufasir yang menjadi rujukan dalam kajian ini adalah Ibnu Katsīr, Hamka, M. Quraish Shihab, al-Qurthubi dan Wahbah al-Zuhaili. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian ulama dari kalangan salāf berpendapat bahwa tidak diterima taubat dari orang yang telah melakukan pembunuhan dengan sengaja. Sementara itu, jumhur ulama dari salāf maupun khalāf memiliki pandangan bahwa orang yang telah melakukan perbuatan membunuh dengan sengaja masih memiliki kesempatan untuk bertaubat kepada Allah. Kemudian dalam upaya untuk bertaubat, jumhur para mufasir berpandangan bahwa barangsiapa yang bertaubat dari perbuatan maksiat dengan sungguh-sungguh dan penuh keridhaan, serta mengerjakan amal saleh, maka Allah akan menghapuskan siksa-Nya dan menganugerahkan kepadanya pahala. 
Nilai Akhlak Qur’ani dalam Kehidupan Masyarakat Lukman Hakim; Muhajirul Fadhli; Mulmustari Mulmustari
TAFSE: Journal of Qur'anic Studies Vol 7, No 2 (2022)
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/tafse.v7i2.12687

Abstract

The rapid development of technology has had a negative influence on morals in society, religious values which were initially very strong in society have experienced a drastic decline. From these problems, this paper will look at the formulation of Qur'anic moral values in people's lives. As a literature review, data was collected through document review with descriptive analysis. The results of the study show that the concept of Qur'anic morality encourages humans to have the morals described by the texts of the Qur'an. Because a concept is meaningless if it is only in the form of theoretical value. Methods that can be used in applying morals in life are exemplary methods, habituation and coaching methods. The moral values that can be felt by humans are balance, social harmony and harmony in life. This value can be felt when the application of the morals taught by the Qur'an is practiced in everyday life.Abstrak: Perkembangan teknologi yang begitu cepat telah memberi pengaruh negatif terhadap akhlak dalam masyarakat, nilai-nilai agama yang awalnya sangat kental hidup dalam masyarakat telah mengalami penurunan yang drastis. Dari persoalan tersebut, tulisan ini akan melihat perumusan nilai akhlak qur’ani dalam kehidupan masyarakat. Sebagai kajian yang bersifat kepustakaan, data dikumpulkan melalui telaah dokumen dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep akhlak qur’ani menganjurkan manusia memiliki akhlak yang dijelaskan oleh nash-nash Al-Qur’an. Karena sebuah konsep tidak bermakna apabila hanya dalam bentuk nilai teoritis. Metode yang dapat digunakan dalam menerapkan akhlak dalam kehidupan yaitu metode keteladanan, pembiasaan dan metode pembinaan. Adapun nilai akhlak yang dapat dirasakan oleh manusia adalah adanya keseimbangan, harmoni sosial dan keselarasan dalam kehidupan. Nilai tersebut dapat dirasakan apabila penerapan akhlak yang telah diajarkan oleh Al-Qur’an dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.