Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ASPEK HUKUM PENCANTUMAN IDENTITAS PASFOTO KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DALAM SERTIFIKAT DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 1997 Samuel Soewita
Rechtsregel : Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 1 (2018): Rechtsregel : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.254 KB) | DOI: 10.32493/rjih.v1i1.1928

Abstract

ABSTRACT“ASPEK HUKUM PENCANTUMAN IDENTITAS PASFOTO KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DALAM SERTIFIKAT DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 1997”. Dalam rangka pembangunan nasional yang berkesinambungan, peranan tanah akan menjadi bertambah penting sehubungan dengan terus bertambahnya jumlah penduduk yang semuanya memerlukan tanah untuk pemukiman, dan dengan semakin meningkatnya jumlah pembangunan, kebutuhan tanah untuk diusahakan seperti lahan perumahan, pertanian dan industri juga akan meningkat, seiring dengan hal tersebut akan meningkat pula kebutuhan dukungan jaminan atau kepastian hukum di bidang pertanahan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa tentang diperlukannya pencantuman pasfoto pemilik hak atas tanah dalam sertifikat diperlukan ditinjau dari PP No 24 / 1997 tentang Pendaftaran Tanah.  Dengan diselenggarakan pendaftaran tanah, maka mereka yang memiliki hak atas tanah akan dapat membuktikan haknya atas tanah yang dikuasai dan dimilikinya tersebut dengan adanya foto dari pemilik. Pencantuman foto sebagai identitas yang pasti akan pemilik yang sah dari sebuah sertifikat khususnya untuk perorangan sangat efektif dan tidak dapat tertukar yang pemilik yang namanya sama tetapi fotonya berbeda. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Sosiologis, dengan menggunakan Data Primer dan Data Sekunder, dengan analisis secara deskripsi kualitatif. Kata kunci : pencantuman foto pada sertifikat.
PELAKSANAAN EKSEKUSI PIDANA MATI NARKOBA DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1981 Samuel Soewita; Ngatiran Ngatiran; Nurhayati Nurhayati
Jurnal Surya Kencana Dua : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 10, No 1 (2023): Jurnal Surya Kencana Dua
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/SKD.v10i1.y2023.32251

Abstract

Pelaksanaan Eksekusi Pidana Mati Narkoba Di Tinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1981. Narkoba sudah menjadi ancaman bagi kedaulatan bangsa dan negara, karena bahaya narkoba merusak generasi muda sebagai penerus bangsa, sehingga pemberantasan narkoba membutuhkan peran dari semua pihak untuk mempersempit pergerakan bandar narkoba yang masih mencoba-coba memasarkan barang haram tersebut di indonesia. Peraturan tentang tindak pidana narkotika dan hukaman mati menjadi sangat penting dalam mengatur hukuaman bagi para pelaku tindak pidana narkotika untuk kepentingan kedaulatan bangsa dan negara. Di Indonesia saat ini, penjatuhan sanksi pidana berupa pidana mati oleh hakim bagi pelaku tindak pidana narkotika merupakan salah satu kebijakan yang dianut dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pidana yang dianut oleh hukum pidana selama ini, misalnya pada pasal 10 KUHP. Lain hal nya dibelahan dunia lain terjadi perkembangan yang cukup signifikan terhadap pengguna narkotika dengan melakukan tindakan-tindakan depenalisasi terhadap penggunanya yang bertujuan menggantikan sanksi pidana penjara yang kadang diterapkan sanksi pidana lain misalnya sanksi kerja sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis empiris artinya adalah mengidentifikasikan dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi social yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang mempola. Data yang didapat dari penelitian kepustakaan diadakan proses analisis data secara deskriptif-analitif kuatitatif, shingga diperoleh suatu kesimpulan. Ketidakpastian pelaksanaan eksekusi terpidana mati menurut Undang-Undang 8 Tahun 1981 menyebabkan terpidana di penjara tanpa batas waktu yang jelas. Diperlukan perubahan pasal 271, untuk eksekusi pidana mati dilakukan polisi sesuai Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 dan Peraturan kapolri nomor 12 tahun 2010, paling lambat 1 tahun sejak vonis dibacakan dan mempunyai kekuatan hukum tetap.