Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

LABEL NON HALAL SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN MUSLIM Inda Nurdahniar
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 20 No 1 (2021): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XX:1:2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v20i1.97

Abstract

Produk makanan halal merupakan kebutuhan mendasar bagi konsumen muslim. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama islam, seharusnya pemerintah concern terhadap hal tersebut. Sayangnya kepemilikan sertifikat halal masih belum efektif. UUJPH justru menitik beratkan pelaku usaha yang memproduksi produk dengan bahan yang tidak halal untuk mencantumkan keterangan tidak halal, padahal mendorong pelaku usaha untuk melaksanakan kewajiban tersebut tidaklah mudah. Berdasarkan hasil penelitian, di Kecamatan Astana Anyar Kota Bandung, masih banyak pelaku usaha yang menjual produk makanan tidak halal tetapi tidak mencantumkan keterangan tidak halal dalam produknya. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut telah lama ditempati oleh orang keturunan tionghoa, kurangnya sosialisasi Pasal 7 UUPK Juncto Pasal 26 ayat (2) UUJPH, kurangnya edukasi baik bagi pelaku usaha dan konsumen serta kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah. Mengingat sertifikasi halal dan BPJPH belum efektif, seyogyanya sertifikasi non halal pun diatur sejajar dengan sertifikasi halal sebagai salah satu upaya dalam perlindungan hak konsumen muslim. Disamping itu, diharapkan semua lembaga yang terkait dengan hal ini dapat saling berkoordinasi agar supaya pemenuhan hak konsumen dapat tercapai dengan baik.
Analisis Tagline Merek yang Mengandung Unsur Pornografi di Media Sosial Inda Nurdahniar
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol 21, No 1 (2021): Februari
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/jiubj.v21i1.1347

Abstract

Brands have economic value so protection is needed. Brand protection arises when registered. But this is excluded against brands that contain elements of decency. In reality many businesses use brands with the word, logo plus taglines that contain pornographic elements. The problem is seen if the brand continues to operate in the middle of society and even penetrated into social media. Based on the results of the study, the arrangement of brand taglines containing pornographic elements on social media is not specifically regulated but spread across various laws and regulations and there is overlapping. In fact the @ngocok.eskopi account with the trademark "Ngocok Es Kopi" passes as a registered trademark. Whereas when viewed with great disalness, both brands, logos and taglines used on social media have given implicit perceptions or images of pornography. In the era of digitization, social media is a potential media for means of promotion, it is fitting that there are special arrangements such as conventional promotion. Various regulations must also be integrated, such as the use of accounts on social media using legal identity (KTP), applying the tagline as a brand definition in the parent rule of the MIG Law, the passing of registered brands is the responsibility of regulators (human factors) and should not be charged to the system alone (technological factors), expanding the limitations of pornography to be explicit and implicit.
ANALISIS PENERAPAN PRINSIP PERLINDUNGAN LANGSUNG DALAM PENYELENGGARAAN PENCATATAN CIPTAAN Inda Nurdahniar
Veritas et Justitia Vol. 2 No. 1 (2016)
Publisher : Faculty of Law, Parahyangan Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25123/vej.v2i1.2073

Abstract

This article deals with the problem arising out of copyright registration system which oftentimes leads to copyright disputes. The author argues that this dispute arises out of the possible conflict between automatic protection principle and the existing copyright registration system. Therefore, the author suggests that, in the case of copyright ownership dispute, registration should not be perceived as absolute evidence. Treating registration as absolute proof will instead violate the automatic protection system. Instead, the author suggests that other factors, such as publication of copyright, understanding of individuality concept, originality standards etc., should be taken into consideration as well, when determining copyright ownership. Keywords:automatic protection principle, copyrights registration, publication, individuality concept  originality standard
ANALISIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 24 TAHUN 2020 TENTANG PELAYANAN RADIOLOGI KLINIK TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN USG BAGI IBU HAMIL inda nurdahniar
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 21 No 1 (2022): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XXI:1:2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v21i1.172

Abstract

Perawatan ibu hamil telah menjadi concern pemerintah dalam Undang-Undang Kesehatan. Hal ini ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Salah satu cara yang dilakukan adalah upaya preventif seperti USG. Turunan Undang-Undang kesehatan dan peraturan lainnya mempertegas bahwa pelayanan USG ini dapat dilakukan oleh dokter umum dan/atau dokter SPOG. Tetapi Permenkes Pelayanan Radiologi Klinik 2020 menyatakan bahwa yang boleh melakukan pelayanan radiologi termasuk USG adalah dokter spesialis radiologi saja. Permasalahannya terlihat bahwa aturan ini memberikan clinical previlage dan clinical appointment hanya pada dokter spesialis radiologi, sehingga dikhawatirkan mengakibatkan penurunan pelayanan USG bagi Ibu hamil. Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan pelayanan radiologi klinik terhadap pelayanan USG bagi ibu hamil nyatanya saling bertentangan, karena aturan permenkes tersebut memberikan kewenangan terbatas pada dokter lainnya padahal dokter tersebut adalah tenaga kesehatan yang dibutuhkan dalam pelayanan USG bagi ibu hamil dan hal tersebut dijamin oleh Undang-Undang Kesehatan. Pemerintah tidak seharusnya memberikan kewenangan terbatas terhadap dokter yang memiliki kompetensi melakukan USG mengingat USG sudah menjadi pelayanan kesehatan wajib bagi ibu hamil dan USG nyata terbukti menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu.
PENEGAKAN HUKUM PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM NFT DI SEBUAH MARKETPLACE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA inda Nurdahniar
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 22 No 2 (2023): Vol 22 No 2 (2023): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XXII:2:2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v22i2.274

Abstract

Perlindungan hak cipta tidak mengharuskan adanya pendaftaran, sebab menganut prinsip deklaratif. Perlindungan tersebut diwujudkan dengan pemberian hak eksklusif yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Perkembangan digitalisasi yang berkaitan dengan hak cipta yaitu adanya teknologi NFT. Teknologi ini dipasarkan oleh digital marketplace. Penulis melihat adanya permasalahan, satu sisi UUHC menyatakan bahwa perlindungan hak cipta didasarkan prinsip deklaratif. Tetapi disisi lain, dengan adanya digital marketplace NFT seolah siapapun “dianggap sebagai pemilik atau pencipta” sepanjang tidak ada aduan yang menyatakan sebaliknya, hal ini pun menyebabkan setiap orang yang “belum tentu pencipta” dapat mengambil hak semacam hak moral dan hak ekonomi yang mirip dengan Hak Eklusif. Inilah yang membuat maraknya pelanggaran Hak Cipta Disini terlihat adanya kekosongan hukum. Keadaan ini masuk dalam kategori tindakan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan pemerintah seyogyanya pro aktif melakukan penegakan hukum untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta.