Pengupasan dan pemolisan rotan berdiameter besar selama ini dilakukan pada keadaan kering. Yang menjadi permasalahan di sini adalah untuk mencapai keadaan kering, waktu pengeringan yang diperlukan sangat lama yakni bisa satu bulan atau lebih untuk mencapai kadar air ± 16%. Keadaan yang demikian tentu tidak menguntungkan karena selain menghambat proses produksi, juga keawetan rotan menjadi turun.Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh beberapa faktor konversi dalam pengupasan dan pemolisan yang dilakukan pada rotan dalam keadaan basah dan kering. Sasarannya adalah untuk mengetahui apakah pengupasan dan pemolisan rotan pada keadaan kering dapat diganti dengan pada keadaan basah.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jenis rolan berdiameter besar, yaitu manau (Calamus manan Miq.), seuti (Calamus ornatus BL.), dan nunggal (Calamus ornatus BL.) yang masing-masing dikupas dan dipolis dalam keadaan basah (KA. 70-80%) dan kering (KA. 15 - 18%). Faktor yang diamati pada saat pengupasan dan pemolisan adalah pengurangan diameter, rendemen, cacat serat berbulu dan serat patah, cacat warna, dan produktivitasnya.Pengupasan dan pemolisan rotan dalam keadaan basah menghasilkan rendemen lebih rendah serta cacat serat berbulu dan serat patah lebih tinggi, namun pengurangan diameter dan produktivitas sama dengan rotan yang dikupas dan dipolis dalam keadaan kering.Mengacu kepada klasifikasi pemesinan, pengupasan dan pemolisan rotan dalam keadaan basah menghasilkan rotan dengan mutu baik untuk jenis manau dan nunggal, dan mutu sedang untuk jenis seuti. Sedangkan, apabila ketiga jenis rotan tersebut dikupas dan dipolis dalam keadaan kering mutunya menjadi sangat baik.Mengingat alat pengupasan dan pemolisan rotan yang ada sekarang hanya untuk rotan kering, maka untuk meningkatkan mutu rotan kupas dan polis basah perlu merekayasa kedua alat tersebut.