Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

BAGAN PENGERINGAN DASAR 16 JENIS KAYU INDONESIA Efrida Basri
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 23, No 1 (2005): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2005.23.1.23-33

Abstract

Indonesia memiliki sekitar 4000 jenis kayu yang baru sebagian kecil diketahui bagan pengeringannya, sehingga sering terjadi kesalahan dalam penerapan bagan. Selama ini bagan yang digunakan untuk mengeringkan suatu jenis kayu mengadopsi bagan kayu yang sudah dikenal dengan hanya berdasarkan kesamaan warna, kekerasan serta tekstur dari kayu tersebut. Akibatnya kayu yang dikeringkan mengalami penurunan mutu. Tujuan dari penelitian adalah menetapkan bagan pengeringan dasar 16 jenis kayu Indonesia berdasarkan sifat pengeringannya. Penetapan bagan pengeringan diawali dengan pengujian sifat pengeringan kayu menggunakan rnetode suhu tinggi (suhu 100ºC).Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap jenis kayu memiliki respon yang berbeda terhadap perlakuan suhu tinggi. Pada 16 jenis kayu yang diteliti, kayu sengon buto memiliki sifat paling tahan terhadap pemakaian suhu tinggi dan kayu sampora serta kumia batu sangat peka terhadap suhu tinggi. Berdasarkan sifat pengeringan tersebut, maka 16 jenis kayu yang diteliti telah diklasifikasikan ke dalam 10 kelompok bagan pengeringan.
TEKNIK PENGERINGAN EMPAT JENIS KAYU DIAMETER KECIL, ASAL HUTAN TANAMAN Efrida Basri
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 17, No 4 (2000): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2000.17.4.199-208

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan teknik pengeringan empat jenis kayu dari dolok diameter kecil asal tanaman dengan menggabungkan perlakuan pengkondisian dan bagan pengeringan yang optimal.Bagan pengeringan untuk setiap jenis ditetapkan berdasarkan hasil uji pendahuluan pada suhu 100ºC. Perlakuan pengkondisian dilakukan pada kadar air kayu 15% menggunakan suhu 85ºC dan kelembaban nisbi 96% yang ditetapkan selama 4-5 jam.Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagan pengeringan yang optimal untuk kayu manii dan tusam adalah : suhu 49ºC - 78ºC dan kelembaban nisbi 79% - 33%, sedangkan untuk kayu tata dengan suhu 43ºC - 76ºC dan kelembaban nisbi 86% - 33% serta kayu mangium menggunakan suhu 40 ºC - 68 ºC dan kelembaban nisbi 86% - 40%. Perlakuan pengkondisian menggunakan suhu 85ºC dan kelembaban nisbi 98%, yang ditetapkan selama 4-5 jam mampu memulihkan kualitas seluruh contoh uji dari ketiga jenis kayu (manii, tusam dan tata). Namun untuk kayu mangium, perlakuan pengkondisian kurang efektif dalam memperbaiki mutu kayunya.
SIFAT KEMBANG-SUSUT DAN KADAR AIR KESEIMBANGAN BAMBU TALI (Gigantocbloa apus Kurtz) PADA BERBAGAI UMUR DAN TINGKAT KEKERINGAN Efrida Basri; Saefudin Saefudin
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 24, No 3 (2006): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2006.24.3.241-250

Abstract

Proses kembang susut berlangsung selama kadar air bambu belum mencapai kadar air keseimbangan (KAK) dengan lingkungannya.  Oleh karena itu pengetahuan tentang sifat kembang susut dan KAK penting diketahui untuk menjaga mutu produk.  Penelitian dilakukan pada bambu tali (Gigantochloa apus Kurts) umur 3, 4 dan 5 tahun yang diambil dari bagian pangkal, tengah dan ujung batang. Pengeringan menggunakan metode oven pada suhu + 60OC. Perlakuan kadar air untuk pengujian sifat kembang susut dan KAK adalah 0%, 6% dan 12%.Hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu tali umur 4 tahun secara fisik sudah masak tebang dan dimensinya relatif stabil. Pengeringan bambu tali sampai ke kadar air 6% menghasilkan KAK pada level sekitar 9%.
PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN SEPULUH JENIS KAYU NUSA TENGGARA BARAT (Air drying and kiln drying properties of 10 wood species from Nusa Tenggara Barat) Efrida Basri; Syarif Hidayat
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 11, No 3 (1993): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1993.11.3.122-127

Abstract

This report presents result of a study on air drying properties and kiln drying schedule of ten  wood species from  Nusa   Tenggara Barat. the study  was   carried out   based On data from  quick drying test. The result shows that, the quality of almost all of the species dried using  air drying method are  inferior compared with that obtained from kiln drying. the ten wood species used   in the study can be grouped into four  drying schedules,  ringin, kabaukafa, sabaha and niu can be grouped into schedules  1 (easy to dry), katowi and kencari schedule 2, whereas red monggo and konca schedule 3, and mongo schedule  4 (difficult to dry).
SIFAT FISIS DAN PENGERINGAN LIMA JENIS BAMBU Efrida Basri; Rohmah Pari
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 35, No 1 (2017): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2564.469 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2017.35.1.1-13

Abstract

Informasi mengenai sifat fisis bambu penting untuk memahami kestabilan dimensi bambu, sedangkan informasi tentang sifat pengeringan dibutuhkan sebagai dasar untuk menetapkan suhu optimum pengeringannya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh jenis bambu dan posisi bagian batang terhadap sifat fisis bambu serta sifat pengeringannya. Lima jenis bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu temen (Gigantochloa verticillata Munro), ori (Bambusa blumeana Bl. ex Schult.f.), ater (Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz ex Munro), ampel (Bambusa vulgaris Schrad.), dan peting (Gigantochloa levis (Blanco) Merr.). Pengujian sifat fisis dilakukan pada arah diameter dan tebal batang bambu. Penetapan suhu pengeringan berdasarkan metode yang diadaptasi dari metode pengeringan kayu, dilanjutkan dengan pengamatan cacat pengeringan seperti deformasi (mencekung & mengeriput) dan pecah ujung/buku. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang erat antara kadar air segar bambu dengan kerapatan dan penyusutan batang bambu. Berdasarkan sifat pengeringannya (pangkal-tengah), suhu optimum (suhu awal dan suhu akhir) untuk bambu temen dan ori 45 – 70°C, ampel dan ater 40 – 60°C, sedangkan bambu peting 33 – 50°C
BAGAN PENGERINGAN BEBERAPA JENIS KAYU HUTAN TANAMAN INDUSTRI Efrida Basri
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 6, No 7 (1990): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3902.918 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1990.6.7.447-451

Abstract

This paper  describes  a  kiln  drying  experiment  of  wood,  with several species  that proposed  as industrial  timber  estate. There  are  eight  species  were  investigated five of  which taken from natural forest, while the  others  are from  plantation. The  experiment  was conducted in  two stages,  quick drying  tests in an electrical oven  and  actual  drying  in two small dry kilns. Result of quick drying tests are rough kiln schedules and the  schedules  were  tested  in  the small  kilns.Drying  properties of  wood  taken  from  natural   forest  are practically   similar  to  those  of plantation stands, Tengkawang, begontoi, kuntui, damar mata kucing and jeungjing   have  the  same kiln  drying  schedule.
PENGARUH ASAL DAN UMUR POHON TERHADAP SIFAT PENGERINGAN KAYU SENGON (The effect Age and Location on the drying properties of sengon wood) Efrida Basri; Syarif Hidayat
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 11, No 4 (1993): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4881.323 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1993.11.4.129-133

Abstract

This paper discusses the drying properties of sengon (Paraserianthes falcataria) from plantation forest and natural forest. The material used in the study were selected from 5, 15 and 25 year old plantation forest in Jawa Timur, and from natural forest in Maluku. The drying method used in the study were air and solar drying. Wood from plantation forest contain a large portion of juvenile wood which shrink more than the wood from mature wood. As a consequence the wood from plantation forest are more prone to warping.This study reveals that tree age has a significant effect on the drying properties, and wood from natural forest needs more time to dry.Solar drying method are faster up to 40 % of the air drying method.
HUBUNGAN SIFAT DASAR DAN SIFAT PENGERINGAN LIMA JENIS KAYU ANDALAN JAWA BARAT Efrida Basri; Nurwati Hadjib
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 22, No 3 (2004): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2004.22.3.155-166

Abstract

This study was intended to investigate the relation between basic properties and drying properties of five priority wood species, i.e. pulai kongo (Alstonia congensis Engl.), kibawang (Azadirachta excelsa Jack.), salamander (Grevillea robusta A.Gunn), mahoni (Swietenia macrophy/la King), and suren (foona sureni Merr.)from West Java. The air drying methods used were 29 - 35°C temperatures and high temperature drying (JOrJ'C). The basic properties included basic density, shrinkage, modulus of rupture (MOR), compression parallel to grain (Cl/), wood strength and anatomical structures. The drying properties included drying duration and wood quality. The maximum-minimum temperature and humidityfor each species were based on defects resulted in high temperature drying.The results showed that the drying properties were significantly affected by basic density and wood anatomical structure. Following the drying qualities and basic properties, the optimal drying schedules for pulai kongo and mahoni wood at 70 - 95°C temperature and 29 - 75% humidity; kibawang wood at 65 - 88°C temperature and 29 - 78% humidity; suren wood at 65 - 9rJ'C temperature and 29 - 78% humidity; and salamander wood at 58 - 83°C temperature and 27 - 82% humidity. These drying schedules, however, still need further trial prior to their implementation in the factory-scale operation. Based on basic density, strength class, and decorative value, kibawang, salamander, mahoni and suren wood were suitable forfancy furniture.
MUTU KAYU MANGIUM DALAM BEBERAPA METODE PENGERINGAN Efrida Basri
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 23, No 2 (2005): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2005.23.2.119-129

Abstract

Masalah serius yang dikeluhkan dalam pengolahan kayu mangium (Acacia mangiuum Willd) adalah proses pengeringannya karena berlangsung lama dengan kecenderungan cacat bentuk dan pecah dalam. Penelitian telah dilakukan dengan metode pengeringan shed; metode kombinasi tenaga surya dan enerji (panas dari tungku kayu bakar), metode shed dan kombinasi tenaga surya dan enerji biomas; kombinasi perlakuan pendinginan dan rnetode pengeringan shed. Hasilnya menunjukkan pengeringan dengan metode shed dan kombinasi tenaga surya dan enerji biomas dapat mempercepat pengeringan tanpa menimbulkan pecah dan cacat bentuk pada kayu mangium namun dari segi warna agak pucat. Mutu warna kayu mangium yang terbaik diperoleh dari hasil pengeringan shed dengan contoh uji dari ruang pendingin, walaupun dari segi waktu lebih panjang dibandingkan dengan ketiga metode yang lain. 
KUALITAS KAYU LAMINASI DENGAN PEREKAT TANIN DARI EKSTRAK KULIT KAYU MAHONI Adi Santoso; Efrida Basri; Jamal Balfas
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 38, No 3 (2020): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2020.38.3.151-160

Abstract

Komponen kimia polifenol produk ekstraksi dari kayu mahoni (Swietenia macrophylla) dengan kopolimerisasi resorsinol dan formaldehida dalam kondisi basa, menghasilkan resin yang dapat digunakan sebagai perekat. Tulisan ini menyajikan penggunaan kopolimer tanin dari ekstrak kulit kayu mahoni sebagai perekat kayu laminasi. Metode penelitian mencakup formulasi dan pengujian sifat fisiko-kimia perekat, pembuatan dan pengujian kualitas produk perekatan, dan analisis data. Perlakuan yang dikenakan dalam penelitian ini berupa perbedaan formula perekat, jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku, dan jenis produk yang dibuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk kopolimerisasi tanin ekstrak dari kulit kayu mahoni dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan kayu laminasi barupa balok (glulam) dan papan lamina (laminated board) dari tiga jenis kayu, yaitu: tusam (Pinus merkusii), jabon (Anthocepalus cadamba), dan sengon (Falcataria moluccana). Kualitas perekatan dan sifat mekanik kedua jenis produk tersebut sebanding dengan produk sejenis berperekat impor serta tergolong tipe eksterior rendah emisi formaldehida katagori F** atau F***, dengan formula perekat T:R:F = (1:0,025:0,1)%, dan T:K:F = (1:0,03:0,1)%.