Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOLAHAN ROTAN Achmad Supriadi; D Martono; T Puspitodjati; O Rachman
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 20, No 2 (2002): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2002.20.2.127-141

Abstract

Investigation the modified on processing of large-diameter rattan species, i.e. karokok (Calamus viminalis), seuti (Calamus ornatus), and lilin (Calamus spp.) originating from West Java has been conducted. in this regard, two alternatives of rattan processing were implemented, i.e. first alternative : fresh rattan -->flying --> sun-drying to air-dry condition -- > scropping ; and second alternative : fresh rattan --> preserving --> sun-drying to air-dry condition --> scrapping. The main aim of this investigation was to assess the resistance of ranan against blue-stain, the chief price of production, and the benefits as obtained from each of the two processing alternatives. Research results indicated That the occurence of blue-stain attack on rattan from the first alternative processing at 5.5 percent and 1. 7 percent intensity, respectively. Those percentages were much lower than the one in rattan industry implementing the conventional processing (i.e. 19 percent). Meanwhile. the durations of sun-drying stage required in the first and second alternatives were consecutively 9 days and 14 days. On the other hand. the scrapping time of both first and second alternatives were practically similar to each other (i.e 13 second for each piece of the corresponding rattan). Further, species of rattan and manner of processing (i.e. first and second alternatives) were interacted there by significantly affecting the rattan resistence the biological infestation attack and the processingproductivity.The chief price of rattan piece for the first and second alternatives were consecutively Rp 1. 640 and Rp 1.587. Meanwhile the priceforthe conventional rattan industry was Rp 1.825. Therefore. the theoritical gross benefits per piece of rattan for the first and second alternatives were Rp 860 and Rp 913. in addition, the added value of rattan from both alternatives was in the range of Rp 1.500- Rp 1.689.Based on the resistance of rattan against blue-stain, chief price of production and benefits, the second processing alternatives turned out to be technically and economically the best.
PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI SERPIH KAYU MENGGUNAKAN MESIN SERPIH MUDAH DIPINDAHKAN (SMD): Studi Kasus di BKPH Parungpanjang, Bogor Achmad Supriadi; Osly Rachman; M I Iskandar
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 24, No 2 (2006): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2006.24.2.103-115

Abstract

Hasil pemanenan kayu di areal hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman masih menyisakan potongan-potongan kayu kecil. Potongan kayu yang biasa disebut sebagai limbah pemanenan pada umumnya ditinggalkan di hutan dan sebagian yang dianggap masih laik dijual kepada penduduk sekitar hutan untuk dimanfaatkan sebagai kayu bakar atau bahan baku energi lainnyaDalam rangka meningkatkan pemanfaatan limbah kayu dari hasil pemanenan hutan tanaman, telah dilakukan penelitian pengolahan limbah kayu jenis mangium (Accacia mangium) di areal hutan tanaman di BKPH Parungpanjang, Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor konversi rarta- rata limbah pemanenan untuk bahan baku serpih (chip) adalah 1 sm = 0,4791 m3   = 0,257 ton. Rendemen serpih sebelum disaring dan setelah disaring masing-masing adalah 97% dan 53%. Produktivitas penyerpihan adalah 1,6 ton/hari. Investasi pendirian satu unit pengolahan serpih kayu sebesar Rp 38.000.000. Biaya produksi per tahun sebesar Rp 156.109.113  dan harga pokok produksi serpih sebesar Rp 325.227 per ton serpih. Dengan harga jual serpih Rp 360.000 per ton, dapat diperoleh laba kotor dan laba bersih rata-rata per tahun masing-masing sebesar Rp 16.691.040 dan Rp 14.187.784.
PENERAPAN PROGRAM SIMULASI KOMPUTER PADA PENGGERGAJIAN EMPAT JENIS KAYU HUTAN TANAMAN INDUSTRI Achmad Supriadi; Osly Rachman
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 16, No 1 (1998): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1919.289 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1998.16.1.36-48

Abstract

Tujuan penggunaan program simulasi komputer dalam proses penggergajian adalah untuk menentukan posisi pembelahan pertama terbaik pada dolok agar diperoleli rendemen maksimal. Program ini telah diuji cobakan pada kayu mahoni, tusam, sungkai dan mangium. Panjang rata-rata dolok 226,29 cm (200 cm - 300 cm ) dan diameter rata-rata dolok 24 cm (19 cm - 42 cm). Rendemen rata-rata uji coba ke empat jenis kayu tersebut adalah sebesar 56,39%, rendemen rata-rata simulasinya 69,77%, ratio antara kedua rendemen tersebut rata-rata 0,81. Berdasarkan kelas diameter yaitu 13-20 cm; 21-30 cm; 31-40 cm dan lebih dari 40 cm, besar rendemen rata-rata uji coba berturut-turut adalah 49,85%; 58,57%; 59,47% dan 36,99%. Rendemen rata-rata simulasi berturut-turut adalah 67,02%; 72,68%; 80,02% dan 82,70%.Panjang dolok mempengaruhi rendemen kayu gergajian, sedangkan pengaruh diameter dan kelengkungan dolok tidak nyata. Panjang, diameter dan kelengkungan dolok secara serempak mempengaruhi rendemen.
SIFAT PELENGKUNGAN KAYU TUSAM (Pinus Mekusii Jungh et de Vries) DENGAN DUA MACAM PERLAKUAN AWAL Achmad Supriadi; Osly Rachman
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 20, No 5 (2002): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3565.999 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2002.20.5.367-378

Abstract

The investigation on the bending characteristics of wood conducted in Indonesia was still very limited. In contrast, the use of bent wood in the country has intensively increase particularly in furniture industry. The preparation of such bent wood at present still dominated by sawing and planing, thereby resulting in enormous woody wastes. Besides, the strength of the corresponding wood and the beauty of its orienting fiber grains are decreasing sharply.The experiment on the bending of tusam wood taken from either its tapped or untapped portion of trees has been conducted. Tusam wood was bent with the following pretreatments : boiling the wood in the hot water al 100°C, and immersing it in urea solution. Wood bending was also prepared without such pretreatments (as control). The bending was performed at five various radiuses, i.e 80 cm; 56 cm; 45 cm; 25 cm and 15 cm. The evaluation of bending value used an ordinal scale beginning from 1 to 5 were respectively for the biggest to the smallest radius. The results of bending experiment turned out to be the best for the one with the boiling pretreatment prior to bending, and the values were consecutively 2,65; 2,28 and 1,58. The critical events occurred at 15 cm radius for the bent wood with the boiling treatment, and at 25 cm for the ones with urea immersion as well as control. The bending radius significantly effected the bending results, while the tapping and fiber grain orientation did not cause a pronounced effect.The deformation setting in the radius resulting from the bending ranged from 1,93 to 4, 13 percent. The was a trend that the longer the boiling duration, the lower the changes in the bending radius.
IDENTIFIKASI POLA DAN EFISIENSI TATA NIAGA ROTAN DI JAWA Achmad Supriadi; Osly Rachman
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 19, No 4 (2001): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2778.627 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2001.19.4.209-218

Abstract

The marketing chain of rattan commodity is closely related to the income distribution of those who perform efficiently the marketing and mechanism system of rattan. This study deals with the investigation on the patterns of rattan-marketing in Java, i.e. (I) Inter-islands merchant --> rattan crafter --> crafter collector --> domestic consumer; (2) Inter-islands merchant --> rattan crafter --> domestic consumer; (3) Rattan crafter --> exporter producer --> overseas consumer.Viewed from the degree of benefit, all the parties involved in those rattan-marketings have gained a reasonable benefit with the revenue and cost ratio (RCR) values ranging between 1.11 and 1.27. Evaluated from the benefit distribution, rattan marketing with pattern (1) was efficient, while those with pattern (2) and (3) were inefficient and the most efficient, respectively. In the pattern (3). there appeared a positive trend about the presence of domination by Exporter producer. This is be cause that domination has brought about some benefit to those taking part in the other rattan-marketing activities. Keywords : Rattan, marketing, efficiency, and benefit.   
KARAKTERISTIK DOLOK DAN SIFAT PENGGERGAJIAN KAYU SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) Achmad Supriadi; Osly Rachman; Edi Sarwono
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 17, No 1 (1999): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4537.67 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1999.17.1.1-20

Abstract

Kayu  sawit  merupakan  salah  satu  komoditas  dari limbah perkebunan yang  mempunyai potensi  untuk  menambah pasokan  kayu  bundar di  Indonesia. Penelitian  ini bertujuan  untuk menyediakan informasi tentang sifat fisis  (kerapatan, kadar air dan kerapatan ikatan pembuluh), dimensi dolok dan  rendemen penggergajian kayu sawit. Untuk maksud itu diteliti sebanyak 9 dolok dari pohon  sawit yamg berasal dari tanaman perkebunan di Lampung.Kerapatan kayu sawit berkisar antara 0,21 sampai 0,41  g/cm3.  Kadar air basah berkisar antara 138,90 sampai 343, 69%. Kerapatan ikatan pembuluh berkisar antara 0,84 sampai 1,01 bh/mm2.  Posisi  kayu  dalam  arah transversal  berpengaruh  nyata  terhadap  ketiga  sifat fisis tersebut.Diameter rata-rata dolok termasuk kulit adalah 46,64 cm,  tanpa kulit 42,55 cm, diameter bagian medium dan lunak 24,54 cm.  Volume rata-rata dolok untuk tiap meter panjang dengan kulit adalah 0,1745 m3,  tanpa kulit 0,1456 m3, bagian keras 0,0988  m3, bagian medium 0,0288 m3 dan  bagian  lunak  0,019  m3.  Mutu dolok  menunjukan kebundaran  di atas  95% dengan  pengurangan    diameter  rata-rata  2,61 cm/m.  Rendemen  penggergajian  rata-rata  adalah  44%, terdiri  dari bagian    keras   31%,  bagian  medium  9%  dan bagian  lunak  4%  serta  limbah penggergajian  sebesar    56%. Posisi  dolok  dalam  arah  vertikal  batang  berpengaruh   nyata terhadap  rendemen penggergajian.Berdasarkan  kerapatan,  bagian  keras  batang  kayu  sawit   termasuk   kelas  kuat  IV.   Bagian medium  dan   lunak   termasuk  kelas  kuat V, sehingga  bagian  keras  batang  dapat     digunakan sebagai  bahan  konstruksi  ringan  seperti  mebel. Berdasarkan  bagian  keras  ini  tersedia  potensi kayu  sebanyak  2,8 juta  m3/tahun yang berasal dari penebangan pohon sawit tua.
PENERAPAN MODEL SIMULASI PENGGERGAJIAN PADA DOLOK HASIL PENJARANGAN HTI UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN PRODUKSI PAPAN SAMBUNG Achmad Supriadi; Osly Rachman; Edi Sarwono
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 17, No 1 (1999): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4448.467 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1999.17.1.40-56

Abstract

Kayu hasil penjarangan Hutan  Tanaman Industri  (HTI)  mempunyai ciri yang  khas yaitu berdiameter  kecil,  sehingga proses  penggergajiannya  menghasilkan  rendemen papan  yang rendah dan berukuran sempit. Untuk meningkatkan rendemen, maka dalam  penggergajian  akan diterapkan model simulasi penggergajian, dan hasil penggergajian sebenamya  dibandingkan dengan pola konvensional. Penelitian menggunakan dua jenis kayu hasil penjarangan, yaitu leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan damar (Agathis loranthifolia).Rendemen papan dengan penerapan pola simulasi dan pola konvensional untuk kayu leda masing-masing adalah 55,99% dan 53,37%, sedangkan untuk kayu damar adalah 58,33% dan 55, 24%. Pembelahan  papan dari masing-masing pola tersebut menjadi bilah untuk bahan papan sambung menghasilkan rendemen yang  tidak berbeda nyata. Rendemen bilah pola simulasi dan pola konvensional untuk kayu leda masing-masing adalah 52,59% dan 49,90%, sedangkan untuk kayu damar  adalah  54,01%  dan 51,43%. Papan sambung yang dibuat dari kayu leda, damar dan campuran keduanya, hanya yang dari kayu damar dan campuran leda dan  damar saja yang memenuhi syarat Standar Indonesia untuk kayu bangunan non struktural.
PERUBAHAN WARNA DAN LAPISAN FINISHING LIMA JENIS KAYU AKIBAT PENCUACAAN Krisdianto Krisdianto; Esti Rini Satiti; Achmad Supriadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 36, No 3 (2018): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1287.012 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2018.36.3.205-218

Abstract

Peningkatan penggunaan produk kayu disebabkan karena warna alami kayu menimbulkan kesan hangat dan nyaman. Namun demikian, untuk penggunaan di luar ruangan secara alami kayu mengalami penurunan kualitas diantaranya perubahan warna dan pengurangan lapisan finishing di permukaan kayu. Penelitian ini bertujuan mempelajari perubahan warna dan ketahanan lapisan finishing setelah satu tahun terpampang di luar ruangan. Lima jenis kayu kurang dikenal dari Riau diberi pelapis bahan finishing transparan menggunakan bahan finishing akrilik, enamel, poliuretan, ultran lasur ultra violet (UV), dan ultran politur P-03 UV sebelum dipaparkan di luar ruangan selama satu tahun. Perbedaan warna kayu diukur berdasarkan sistem CIELab dan ketahanan lapisan film finishing dianalisis secara digital menggunakan perangkat lunak ImageJ. Hasil penelitian menunjukkan warna kayu berubah menjadi abu-abu pucat setelah terpapar cuaca di luar ruangan selama satu tahun. Perubahan warna sangat tinggi tercatat pada bulan pertama, dan sedang sampai kecil pada setiap bulan pengamatan selanjutnya. Permukaan kayu yang diberi bahan finishing lebih tahan terhadap pencuacaan daripada permukaan kayu alami tanpa bahan finishing. Bahan enamel (ET), lasur (LSR), dan P03 (PP) merupakan bahan finishing yang lebih baik dari bahan lainnya dalam hal perlindungan di luar ruangan. Hubungan antara penutupan bahan finishing dengan perubahan warna menunjukkan korelasi sedang, yaitu semakin luntur bahan finishing di permukaan kayu, maka perubahan warna semakin besar.
KARAKTERISTIK LAMINASI BAMBU PADA PAPAN JABON Achmad Supriadi; Ignasia Maria Sulastiningsih; Subyakto Subyakto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 35, No 4 (2017): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2017.35.4.263-272

Abstract

Tanaman jabon (Anthocephallus cadamba Miq.) sudah banyak ditanam oleh masyarakat sebagai bahan alternatif untuk keperluan bangunan dan mebel. Kayu jabon memiliki dua kelemahan, yaitu tidak kuat (termasuk kelas kuat IV) dan tidak awet (kelas awet V). Untuk meningkatkan sifat kekuatan kayu jabon dalam penelitian ini dilakukan pembuatan papan komposit kayu jabon laminasi bambu atau papan jabon laminasi bambu (PJLB). Bambu yang digunakan adalah bambu mayan (Gigantochloa robusta Kurz) dan bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae (Steudel) Widjaja). Kayu jabon dan bilah bambu andong dan bambu mayan yang digunakan untuk membuat PJLB direndam dalam larutan boron 7% hingga mencapai target retensi 6 kg/m3. PJLB dibuat dengan empat macam komposisi lapisan, menggunakan perekat isosianat dengan berat labur 250 g/m2 permukaan, dikempa dingin dengan lama pengempaan satu jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kualitas kayu jabon akibat rekayasa PJLB dan pengaruh jumlah lapisan bambu tersebut terhadap sifat PJLB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas PJLB secara nyata dipengaruhi oleh jumlah lapisan bambu, kecuali keteguhan rekatnya. Pelapisan bambu pada kayu jabon (PJLB) telah meningkatkan nilai kerapatan sebesar 10%, modulus elastisitas (MOE) 71%, modulus patah (MOR) 34% dan keteguhan tekan 20% dibanding kayu jabon tanpa laminasi. PJLB memiliki sifat mekanis atau kekuatan setara dengan kayu kelas kuat III.
PENGUPASAN DAN PEMOLISAN ROTAN DALAM KEADAAN BASAH DAN KERING Efrida Basri; Osly Rachman; Achmad Supriadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 15, No 8 (1998): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1998.15.8.475-487

Abstract

Pengupasan  dan pemolisan   rotan  berdiameter  besar selama  ini dilakukan  pada  keadaan kering. Yang menjadi permasalahan  di sini adalah  untuk mencapai  keadaan  kering,  waktu pengeringan  yang  diperlukan  sangat  lama yakni  bisa satu bulan atau lebih untuk mencapai  kadar air ±  16%. Keadaan yang  demikian  tentu tidak menguntungkan   karena selain menghambat  proses produksi, juga keawetan rotan  menjadi  turun.Penelitian  ini dilakukan  dengan  tujuan memperoleh  beberapa faktor   konversi  dalam pengupasan dan pemolisan yang   dilakukan  pada  rotan  dalam  keadaan  basah  dan  kering.  Sasarannya   adalah untuk  mengetahui   apakah  pengupasan  dan  pemolisan  rotan  pada  keadaan   kering  dapat  diganti dengan pada keadaan  basah.Bahan yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  tiga jenis  rolan  berdiameter   besar,  yaitu manau (Calamus manan Miq.),  seuti (Calamus  ornatus BL.), dan nunggal  (Calamus ornatus BL.) yang masing-masing  dikupas  dan dipolis  dalam keadaan  basah  (KA. 70-80%) dan kering  (KA.  15 - 18%). Faktor yang  diamati  pada  saat pengupasan  dan pemolisan  adalah pengurangan   diameter,  rendemen, cacat  serat  berbulu  dan serat patah,  cacat warna, dan produktivitasnya.Pengupasan   dan  pemolisan  rotan  dalam  keadaan  basah  menghasilkan  rendemen  lebih  rendah  serta  cacat  serat   berbulu  dan  serat  patah  lebih  tinggi, namun  pengurangan  diameter    dan produktivitas   sama dengan  rotan yang  dikupas  dan dipolis dalam keadaan kering.Mengacu  kepada  klasifikasi  pemesinan,   pengupasan   dan pemolisan  rotan  dalam  keadaan  basah menghasilkan   rotan  dengan  mutu  baik  untuk jenis  manau  dan nunggal,  dan mutu  sedang  untuk jenis seuti.  Sedangkan,   apabila  ketiga  jenis  rotan  tersebut  dikupas   dan  dipolis  dalam   keadaan  kering mutunya  menjadi  sangat  baik.Mengingat  alat pengupasan  dan pemolisan rotan yang  ada sekarang  hanya  untuk  rotan  kering, maka untuk meningkatkan   mutu  rotan kupas dan polis  basah perlu merekayasa  kedua  alat tersebut.