Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Jurnal Penelitian Hasil Hutan

ANATOMI DAN KUALITAS SERAT LIMA JENIS KAYU KURANG DIKENAL DARI LENGKONG, SUKABUMI Krisdianto Krisdianto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 24, No 3 (2006): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2006.24.3.201-218

Abstract

Sumber bahan baku alternatif untuk industri perkayuan nasional saat ini dan masa yang akan datang berasal dari hutan tanaman dan pemanfaatan jenis kayu kurang dikenal. Dalam pemanfaatan kayu kurang dikenal diperlukan informasi struktur anatomi dan kualitas seratnya untuk keperluan pengenalan jenis dan pemanfaatannya.  Untuk keperluan identifikasi, ciri utama dari kelima jenis tersebut adalah :1.  Kayu ki hantap (Sterculia oblongata R.Br.) berwarna kuning keabu-abuan, corak bergaris, dengan lin gkaran tumbuh jelas oleh parenkim pita. Parenkim bentuk sayap, dan difus berkelompok, jari-jari2 ukuran.2.  Kayu ki kuya (Ficus vasculosa Wall. ex Miq.) berwarna kuning cerah, lingkaran tumbuh jelas oleh parenkim pita. Parenkim pita tebal membentuk corak garis-garis putih pada produk kayunya.3. Kayu ki lubang (Calophyllum grandiflorum J.J.S.) berwarna coklat kemerahan dan termasuk dalam kelompok kayu perdagangan bintangur. Pembuluh kayu ki lubang bersusun dalam kelompok radial atau diagonal dan parenkim pita memanjang yang kadang terputus.4. Kayu ki bancet (Turpinia sphaerocarpa Hassk.) berwarna kekuningan, agak lunak. Lingkaran tumbuh kayu ki bancet kurang jelas, pembuluhnya agak banyak dan berukuran agak kecil, jari-jari 2 macam ukuran.5.  Kayu ki bulu (Gironniera subaequalis Planch.) berwarna kuning keputihan dan agak keras. Lingkaran tumbuhnya jelas oleh adanya parenkim pita tipis dan perbedaan ketebalan dinding selnya, jari-jari 2 ukuran.     Serat kelima jenis kayu termasuk dalam kelas kualitas I sebagai bahan baku pulp untuk   kertas. 
PENGARUH PERLAKUAN PENDAHUULAN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KAYU MANGIUM Krisdianto Krisdianto; Jamaludin Malik
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 22, No 3 (2004): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2624.909 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2004.22.3.135-142

Abstract

One of the problems faced in mangium (Acacia mangium Willd.) wood utilization is its low drying rate. Some pre-treatment methods: steaming, boiling and microwave heating have been examined to improve its drying time. After treated with steaming, boiling and microwave heating, six various dimension of mangium samples were dried in oven. During drying process, the samples were weighed two hoursly in the first 24 hours to determine the pattern of moisture reduction. Microwave heating and boiling enhance its drying time in all sample sizes, while steaming was only effective for samples with thickness below 5 cm. Boiling leads to generate drying defects such as wrapping, twist, bow, and surface checks, while microwave heating and steaming methods caused minor drying defects.
KETAHANAN EMPAT JENIS KAYU HUTAN TANAMAN TERHADAP BEBERAPA JAMUR PERUSAK KAYU Sihati Suprapti; Krisdianto Krisdianto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 24, No 4 (2006): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (685.207 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2006.24.4.267-274

Abstract

Pada umumnya kayu dari hutan tanaman memiliki diameter kecil dan mudah terserang jamur perusak kayu. Ketahanan empat jenis kayu hutan tanaman (Acacia aulacocar pa A. Cunn., Acacia auriculiformis A. Cunn., Acacia crassicarpa A. Cunn., dan Eucalyptus pellita F.v.M.) diuji terhadap jamur menggunakan standar DIN 52176 yang telah dimodifikasi. Contoh uji dibagi dalam dua kelompok secara radial, yaitu bagian tepi dan dalam dolok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu Acacia aulacocar pa dan Eucalyptus pellita termasuk kelompok kayu agak-tahan (kelas III) dan kayu Acacia auriculiformis dan Acacia crassicarpa termasuk kelompok kayu tidak-tahan (kelas IV).Berdasarkan dua kelompok contoh uji, kehilangan berat kayu bagian dalam sebesar 6,3% (kelas III) lebih rendah dibandingkan dengan kehilangan berat kayu bagian tepi sebesar 12,4% (kelas IV). Kehilangan berat tertinggi (36,8%) terjadi pada bagian tepi kayu Acacia crassicarpa yang diletakkan pada biakan Polyporus sp. Sedangkan kehilangan berat terendah (0,8%) terjadi pada bagian dalam kayu Acacia crassicarpa yang diletakkan pada biakan Pycnoporus sanguineus HHB-8149. Berdasarkan kemampuan jamur untuk melapukkan kayu, kemampuan tertinggi dijumpai pada Tyromyces palustris, kemudian diikuti Polyporus sp., Pycnoporus sanguineus HHB-324, dan Schizophyllum commune.
ANATOMI DAN KUALITAS SERAT TUJUH JENIS KAYU KURANG DIKENAL DARI JAWA BARAT Krisdianto Krisdianto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 23, No 4 (2005): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13234.163 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2005.23.4.259-282

Abstract

Salah satu alternatif sumber bahan baku kayu untuk industri perkayuan nasional adalah memanfaatkan kayu dari hutan tanaman dan menggunakan kayu dari jenis yang kurang dikenal. Dalam pemanfaatan kayu kurang dikenal diperlukan informasi struktur anatomi dan kualitas seratnya untuk keperluan pengenalan jenis dan pemanfaatannya sebagai pulp dan kertas.Untuk keperluan identifikasi, ciri utama dari ketujuh jenis tersebut adalah:Kayu Hymenaea courbaril, berwarna agak kemerahan dengan corak bergaris-garis, memiliki susunan parenkim bersayap dan lingkaran tumbuh yang dibentuk oleh parenkim pita konsentris.Kayu Tamarindus indica keras, berwarna kuning keputihan. Parenkim bersayap dan lingkaran tumbuh dibentuk oleh parenkim pita konsentris dan adanya lapisan yang tidak berpembuluh.Kayu Ehretia accuminata agak lunak dengan warna coklat pucat dengan pembuluh membentuk susunan pori tata lingkar.Kayu Litsea odorifera agak lunak dengan warna coklat kekuningan, dengan bau yang khas. Parenkimnya selbung sebagian dan parenkim pita konsentris. Terdapat sel minyak.Kayu Colona javanica keras dengan warna coklat agak kemerahan. Jari-jarinya memiliki 2 macam ukuran, parenkim berkelompok membentuk garis-garis pendek antar jari-jari.Kayu Melicope lunu-ankenda keras, berwarna kuning pucat. Parenkim paratrakea bentuk sayap yang bergabung membentuk garis konsentris yang tidak terputus, seperti berlapis-lapis diluar lingkaran tumbuh.Kayu Pouteria duclitan keras, berwarna putih kekuningan. Parenkim tersusun bentuk jala dan pembuluhnya ganda radia 2 6 (9) sel.Kualitas serat dari ketujuh jenis kayu yang dipelajari termasuk dalam kelas kualitas II dan III untuk produk pulp dan kertas. Kayu marasi, kendal, huru gading dan sampora termasuk dalam kelas kualitas II, sedangkan kayu asam jawa, ki sampang dan nyatu termasuk dalam kelas kualitas III. 
PERUBAHAN WARNA DAN LAPISAN FINISHING LIMA JENIS KAYU AKIBAT PENCUACAAN Krisdianto Krisdianto; Esti Rini Satiti; Achmad Supriadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 36, No 3 (2018): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1287.012 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2018.36.3.205-218

Abstract

Peningkatan penggunaan produk kayu disebabkan karena warna alami kayu menimbulkan kesan hangat dan nyaman. Namun demikian, untuk penggunaan di luar ruangan secara alami kayu mengalami penurunan kualitas diantaranya perubahan warna dan pengurangan lapisan finishing di permukaan kayu. Penelitian ini bertujuan mempelajari perubahan warna dan ketahanan lapisan finishing setelah satu tahun terpampang di luar ruangan. Lima jenis kayu kurang dikenal dari Riau diberi pelapis bahan finishing transparan menggunakan bahan finishing akrilik, enamel, poliuretan, ultran lasur ultra violet (UV), dan ultran politur P-03 UV sebelum dipaparkan di luar ruangan selama satu tahun. Perbedaan warna kayu diukur berdasarkan sistem CIELab dan ketahanan lapisan film finishing dianalisis secara digital menggunakan perangkat lunak ImageJ. Hasil penelitian menunjukkan warna kayu berubah menjadi abu-abu pucat setelah terpapar cuaca di luar ruangan selama satu tahun. Perubahan warna sangat tinggi tercatat pada bulan pertama, dan sedang sampai kecil pada setiap bulan pengamatan selanjutnya. Permukaan kayu yang diberi bahan finishing lebih tahan terhadap pencuacaan daripada permukaan kayu alami tanpa bahan finishing. Bahan enamel (ET), lasur (LSR), dan P03 (PP) merupakan bahan finishing yang lebih baik dari bahan lainnya dalam hal perlindungan di luar ruangan. Hubungan antara penutupan bahan finishing dengan perubahan warna menunjukkan korelasi sedang, yaitu semakin luntur bahan finishing di permukaan kayu, maka perubahan warna semakin besar.
PERBANDINGAN PERSENTASE VOLUME TERAS KAYU JATI CEPAT TUMBUH DAN KONVENSIONAL UMUR 7 TAHUN ASAL PENAJAM, KALIMANTAN TIMUR Krisdianto Krisdianto; Ginuk Sumarni
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 24, No 5 (2006): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6746.24 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2006.24.5.385-394

Abstract

Kayu jati (Tectona grandis L.f.) telah dikenal sebagai bahan baku mebel dan konstruksi dengan kualitas tinggi. Jati cepat tumbuh atau dikenal dengan nama dagang 'Jati super', 'Jati unggul', 'Jati prima' atau 'Jati emas' merupakan tanaman jati yang dikembangkan melalui kultur jaringan dan bertujuan menambah pasokan bahan baku kayu jati. Sedangkan kayu jati konvensional merupakan tanaman yang dikembangkan melalui perkecambahan biji. Informasi mengenai kualitas kayu jati cepat tumbuh belum diketahui. Salah satu parameter kualitas kayu jati dapat dilihat dari persentase kayu terasnya dalam batang. Penelitian ini bertujuan membandingkan persentase teras kayu jati super dan konvensional pada umur dan lokasi yang sama. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada umur 7 tahun, kayu teras telah terbentuk pada seluruh lempengan kayu jati super maupun konvensional dari bagian ujung, tengah dan pangkal. Persentase kayu teras jati super rata-rata 39,6%, lebih besar dari jati konvensional 20,3%. Berdasarkan persentase kayu terasnya kayu jati konvensional lebih baik dari jati super. Namun, parameter kualitas kayu yang lain juga harus diperhatikan seperti kualitas serat, kandungan bahan kimia dan keawetan alaminya. Berdasarkan SNI 01-5007.1-2003, batang kayu jati super dan konvensional pada umur 7 tahun dapat masuk dalam kriteria kayu bulat kecil (KBK, A.I.).