Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

THE EFFECTIVENESS OF CHARACTER VALUE INTERNALIZATION THROUGH NGUSABHA SAMBAH TOWARDS BALI AGA CULTURE RESILIENCE TENGANAN PEGRINGSINGAN VILLAGE, MANGGIS DISCRICT, KARANGASEM REGENCY Putu Ersa Rahayu Dewi; I Nyoman Suadnyana; Luh Putu Widya Fitriani
Vidyottama Sanatana: International Journal of Hindu Science and Religious Studies Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25078/ijhsrs.v5i2.3037

Abstract

Every human individual is always in the process of forming his character, because a character is formed starting from the family, school, and environment. Formally, the formation of human character is formed consciously and systematically in developing self-potential. Tenganan Pegringsingan Traditional Village has a religious tradition which is considered as a place for internalizing character values which is devoted as a form of cultural resilience in the Tenganan Pegringsingan Traditional Village, which is held annually and every three years for muran which is marked with sasih kapat twice in one year which is right on sasih kalima according to the calendar system of the Tenganan Pegringsingan Traditional Village is called Ngusaba Sambah. The results of this scientific paper using a qualitative research with an ethnographic approach. 
Eksistensi Tradisi Makare-Kare Sebagai Intangible Heritage Tourism Di Desa Adat Tenganan Pegringsingan Putu Ersa Rahayu Dewi; I Nengah Juliawan
Maha Widya Duta : Jurnal Penerangan Agama, Pariwisata Budaya, dan Ilmu Komunikasi Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/duta.v5i2.1698

Abstract

Bali has a variety of traditions that can become an attraction for cultural tourism, one of which is the Makare-Kare tradition found in the Bali Aga Village, namely the Tenganan Pegringsingan Traditional Village. As a Balinese Aga community, the Tenganan Pegringsingan Traditional Village has a distinctive style and identity compared to the Balinese people in general. The development of the Makare-Kare tradition every year experiences changes that lead to a more complex one through the development of tourism in the Tenganan Pegringsingan traditional village which has a positive impact and the Makare-Kare tradition is included in the intangible cultural heritage category. This tradition still exists and runs without any significant changes that can obscure the meaning or noble values of the makare-kare tradition, this is due to the persistence factor of the Tenganan Pegringsingan traditional village community in applying village law or awig-awig. This study uses a qualitative method with the data sources used in this study are primary data and secondary data through an ethnographic approach.Keywords: cultural tourism, Makare-Kare tradition, intangible cultural heritage.
AWIG – AWIG LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI ALAT KONTROL SOSIAL HUKUM ADAT DI DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN Putu Ersa Rahayu Dewi
PARIKSA: Jurnal Hukum Agama Hindu Vol 3, No 2 (2019): PARIKSA - JURNAL HUKUM HINDU STAHN MPU KUTURAN SINGARAJA
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/pariksa.v3i2.721

Abstract

Hukum adat atau yang disebut dengan local law merupakan jenis hukum yang hanya berlaku disuatu daerah tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai suatu sistem hukum yang tampak seperti seiring dengan peningkatan pentingnya hukum negara dan aparatur administrasinya, dimana pengembangan dan kewenangannya, maksud dan tujuannya kesemuanya ditentukan oleh aparat pemerintah. Pemberlakuan, dalam praktek sehari-hari berada dalam suatu kewenangan daerah yang terdesentralisasi. Proses pembentukan hukum lokal yang dibangun tersebut perumusannya didasarkan pada spirit berpikir serta pengalaman masyarakat pribumi (according to the spirit of indigenous legal thinking). Bali yang merupakan salah satu provinsi dari Negara kesatuan Indoneisa juga memiliki kearifan lokal yang terkait dengan peraturan atau hukum lokal yang disebut dengan awig-awig.
HUKUM ADAT: KESETARAAN GENDER PADA PERKAWINAN MATRIARKI DI BALI I Nyoman Adi Susila; Putu Ersa Rahayu Dewi
Pariksa: Jurnal Hukum Agama Hindu Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/pariksa.v6i1.2243

Abstract

Hukum adat adalah aturan yang tidak tertulis dan merupakan pedoman untuk sebagian besar orang-orang indonesia dan dipertahankan dalam pegaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa, salah satunya hukum adat tentang perkawinan. Salah satu perkawinan yang terjadi pada Masyarakat Hindu Bali adalah perkawinan matriarki yakni pernikahan yang sistem kepemimpinannya di dominasi pada pihak perempuan. Pada penelitian ini membahas tentang adanya ketidaksetaraan gender pada perkawinan matriarki. Berdasarkan uraian diatas terdapat tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan sebuah upaya agar terjadinya kesetaraan gender pada perkawinan di Masyarkat Hindu di Bali. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelititian hukum normatif. Penelitian dalam rangka penulisan ini bersifat normatif yaitu didasarkan atas pemikiran yang logis dan runtut dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahn yang dibahas. Metode penelitian normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Hasil dari penelitian ini adalah dengan penerapan kebijakan perkawinan “Pada Gelahang” untuk mengatasi sebuah permasalahan diatas .Kata Kunci : Perkawinan, Matriarki, Gender
IMPLEMENTASI AWIG-AWIG PERKAWINAN TERHADAP KETAHANAN SOSIAL KEAGAMAAN DI DESA ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN I Nengah Juliawan; Putu Ersa Rahayu Dewi
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/subasita.v2i2.1767

Abstract

Bali is one of the provinces in Indonesia, with customary law regulated in awig-awig which has become an agreement in the customs that apply in indigenous people which are shown to regulate the needs of the community, one of which is the marriage rule. Traditional marriages held in the Tenganan Pegringsingan traditional village are an inner and outer bond between men and women carried out with a series of sacred events in order to form and build a safe and controlled family based on awig-awig which incidentally is the basis of social resilience of the Tenganan Pegringsingan traditional village communitywhich has been regulated in Article 4, Article 5, Article 15, Article 16, Article 32, Article 40, Article 49, Article 50, Article 56, and Article 57. This manuscript is based on qualitative research, through descriptive analysis methods and ethnographic approaches.Keywords: awig-awig, marriage, social resilience
HITANING BHUWANA GUMI BALI AGA MELALUI TRADISI MUHU-MUHU DI DESA ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN I Nengah Juliawan; Putu Ersa Rahayu Dewi
Subasita: Jurnal Sastra Agama dan Pendidikan Bahasa Bali Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55115/subasita.v3i2.2768

Abstract

Tradisi muhu-muhu merupakan salah satu tradisi yang berasal dari Desa Adat Tenganan Pagringsingan yang masih dilestarikan hingga saat ini. Tradisi muhu-muhu merupakan salah satu bentuk Hitaning Bhuana atau harmonisasi dunia dengan mengembalikan segala unsur di Bhuana Agung dan Bhuana Alit kembali pada tempatnya, yang dilaksanakan oleh krama desa di Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Tradisi ini memberikan makna mendalam bagaimana pentingnya manusia membangun nilai-nilai yang mencerminkan keharmonisan secara skala dan niskala yang dituangkan dalam prosesi ritual keagamaan dengan serangkaian upacarAnya.Kata kunci: Bali Aga, Hitaning Bhuwana Gumi, Muhu-Muhu