Sigid Kirana Lintang Bhima
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENGARUH INHALASI CAIRAN ROKOK ELEKTRIK TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID SERUM TIKUS Findya Mutiara Bangsa; Dwi Retnoningrum; Sigid Kirana Lintang Bhima
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 3 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.277 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i3.24425

Abstract

Latar Belakang  :  Malondialdehid merupakan biomarker radikal bebas dan stress oksidatif dalam tubuh.  Terbatasnya informasi mengindikasikan perlunya dilakukan penelitian mengenai pengaruh inhalasi cairan rokok elektrik terhadap kadar malondialdehid serum.Tujuan: Mengetahui pengaruh inhalasi cairan rokok elektrik terhadap kadar MDA serum tikus. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian post test only controlled group design. Sampel penelitian adalah 18 ekor tikus Wistar (rattus novergicus) jantan, Berat badan rata-rata 130 – 230 gr, umur 2-3 bulan, yang diperoleh dari Laboratorium Biologi FMIPA Unnes yang dibagi menjadi tiga kelompok secara acak yaitu satu kelompok kontrol negatif dan dua kelompok eksperimental. Tiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus Wistar. Kelompok kontrol negatif mendapat pakan standar dan kelompok percobaan mendapat pakan standar dan pemberian inhalasi cairan rokok elektrik dengan dosis 3ml per hari dengan ketentuan pemberian 2 kali sehari (2x 1.5ml). Hasil : Terjadi peningkatan kadar malondialdehid serum pada kedua kelompok penelitian dimana konsentrasi kadar malondialdehid serum tikus lebih tinggi pada kelompok perlakuan P1 (1,84 ±  0,13 µmol/L) dibandingkan kelompok P2 (1,64  ± 0,02 µmol/L) dan kelompok kontrol P0 (1,48 ± 0,06 µmol/L).  Hasil uji statistik didapatkan peningkatan signifikan pada kelompok perlakuan dan kontrol. Kesimpulan : Pemberian inhalasi cairan rokok elektrik dapat meningkatkan kadar malondialdehid serum  pada tikus.Kata Kunci : Radikal bebas, stress oksidatif, peroksidasi lipid, malondialdehid, cairan rokok elektrik.
ASPEK MEDIS PADA KASUS KEJAHATAN SEKSUAL Sie Ariawan Samatha; Tuntas Dhanardhono; Sigid Kirana Lintang Bhima
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.455 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.20849

Abstract

Latar Belakang Kejahatan seksual adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang menimbulkan kepuasan seksual bagi dirinya dan mengganggu kehormatan orang lain. Bantuan dokter dalam kasus kejahatan seksual berupa pemeriksaan pada korban baik itu pemeriksaan fisik maupun pengumpulan sampel dari tubuh korban. Namun dalam kenyataan di lapangan sangat sulit bagi dokter untuk melakukan hal – hal tersebut.Tujuan Untuk mengetahui bagaimana aspek medis kasus kejahatan seksualMetode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sampel adalah rekam medis kasus kejahatan seksual di dua rumah sakit di kota Semarang yaitu RSUP dokter Kariadi dan RSUD Dokter Adhyatma MPH. Data rekam medis yang diperoleh dicatat menggunakan draft yang mengacu pada standar WHO terhadap kasus kejahatan .Hasil Didapatkan 95 kasus kejahatan seksual dari tahun 2015 – 2016 yang dilaporkan pada RSUP dokter kariadi dan RSUD dokter Adhyatma, MPH. 90% dari total kasus menerima informed consent yang diberikan oleh dokter. 57 % kasus terdapat hasil anamnesis waktu dan tanggal kejadian, 41 % kasus terdapat hasil anamnesis umum, 68% kasus terdapat hasil anamnesis riwayat seksual dan riwayat menstruasi korban. 13 kasus mengandung pertanyaan apa yang dilakukan korban seusdah kejadian, 98% kasus terdapat kronologis kejadian, 94% kasus terdapat identitas pelaku, sebanyak 74 kasus terdapat lokasi kejadian, 14% kasus terdapat hasil riwayat obat – obat yang dikonsumsi korban, dan 88 % kasus terdapat deskripsi jenis kejadian seksual. Sebanyak 97% dari total kasus yang didapat terdapat hasil pemeriksaan fisik dan sebanyak 80% dari total kasus terdapat hasil pemeriksaan genitalia. Sebanyak 20% kasus terdapat dokumentasi pemeriksaan. Sebanyak 5% dari total kasus hasil pemeriksaan swab dan cairan sperma, sebanyak 1% dari total kasus yang dilakukan pemeriksaan darah dan urin. 17% dari total kasus terdapat hasil pemeriksaan kehamilan.Kesimpulan Aspek Medis Kejahatan seksual meliputi informed consent, anamnesis, pemeriksaan fisik yang terdiri dari pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan Top to Toe, dan pemeriksaan genital, Pemeriksaan penunjang yang terdiri dari pengambilan swab dan pemeriksaan cairan sperma, pemeriksaan darah dan urin, dan pemeriksaan kehamilan. Dokter dalam Kasus kejahatan seksual juga berperan dalam pengumpulan barang bukti pada tubuh korban.
POLA ADUAN PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TERHADAP PELAYANAN KEDOKTERAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA Khansa Pinasti Anjarsari; Tuntas Dhanardhono; Anugrah Riansari; Sigid Kirana Lintang Bhima
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 9, No 2 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro )
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.326 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v9i2.27144

Abstract

Latar Belakang: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dikenal sebagai BPJS adalah perusahaan milik negara Indonesia yang secara khusus ditugaskan oleh pemerintah Indonesia untuk menjaga sistem jaminan sosial nasional untuk semua Warga Negara Indonesia. Pada era BPJS ini, FKTP sebagai fasilitas kesehatan pertama memiliki peran penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Meskipun demikian, FKTP sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan sering mendapat keluhan dari peserta BPJS. Tujuan: mengetahui pola aduan peserta JKN terhadap layanan kedokteran di fasilitas kesehatan tingkat pertama Kota Semarang. Metode: Penelitian deskriptif dengan rancangan retrospektif terhadap data aduan di BPJS Kesehatan Cabang Semarang, dua puskesmas Kota Semarang, dan dua Klinik Pratama Kota Semarang yang dipilih yang dilakukan dari bulan Juni 2019 sampai September 2019.  Teknik pengambilan sampel dengan total sampling (total 402 aduan). Hasil: Aduan yang ditujukan ke FKTP mengenai ketepatan waktu pelayanan (31%), sarana prasarana (28%), pelayanan administrasi (12%), keramahan petugas (3%), dan makanan rawat inap (3%). Aduan ditujukan pada dokter mengenai ketepatan waktu pelayanan (11%), pelayanan dokter (8%), dan keramahan dokter (4%). Wanita lebih banyak mengajukan aduan dibanding laki-laki, yaitu 61%. Usia terbanyak yang melapor adalah rentang usia 26-35 tahun (40%). Pelapor melaporkan aduan dengan cara tertulis (96 %) dan secara langsung atau lisan (4%) . Kesimpulan: Aduan di FKTP terbanyak adalah aduan terkait dengan waktu pelayanan yang lama, baik di pelayanan administrasinya maupun di pelayanan kedokteran.  Meningkatnya kunjungan pasien sejalan dengan peningkatan pelayanan yang diberikan oleh FKTP, namun tidak sebanding dengan jumlah petugas yang bekerja. Tersedianya media seperti kuisioner, formulir, kotak saran, dan aplikasi memudahkan pasien untuk mengajukan aduan di FKTP.Kata kunci: BPJS, aduan, FKTP
PERBANDINGAN PEMBERIAN BRODIFAKUM DOSIS LD50 DAN LD100 TERHADAP RESIDU BRODIFAKUM PADA HEPAR TIKUS WISTAR Nugraha Adiyasa; Tuntas Dhanardhono; Sigid Kirana Lintang Bhima
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.164 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.15597

Abstract

Latar Belakang : Brodifakum adalah senyawa yang umumnya digunakan sebagai racun tikus. Namun, sering disalah gunakan pada kasus kriminal. Brodifakum akan di metabolisme tubuh melalui organ ekskresi diantaranya hepar. Paparan brodifakum dalam dosis yang berbeda akan menghasilkan kadar residu yang berbeda pula.Tujuan: Mengetahui perbandingan pemberian brodifakum dosis LD50 dan LD100 terhadap jumlah residu brodifakum pada hepar tikus wistar.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. 27 sampel tikus wistar diberikan perlakuan pemberian brodifakum secara per oral. Residu brodifakum dideteksi menggunakan High Performance Liquid Chromatography. Dilakukan analisa deskriptif, uji non parametrik Mann-Whitney terhadap data. Hasil analisis dinyatakan bermakna bila nilai p<0,05.Hasil: Konsentrasi brodifakum pada hepar hewan coba meningkat berdasarkan jumlah brodifakum yang dimakan. Tikus mati pada hari ke-3 sebanyak 4, pada hari ke-5 sebanyak 7 dan pada hari terminasi sebanyak 16 tikus diterminasi. Kadar residu terendah didapatkan pada angka 0,00002 mg/kg dan tertinggi pada angka 0,00100 mg/kg. Uji Mann-Whitney didapatkan hasil perbandingan residu brodifakum pada hepar tikus pada dosis kontrol dan LD50 (p=0,001) dan pada kontrol dan LD100 (p=0,000). Antara jumlah residu brodifakum pada hepar tikus pada dosis LD50 dan LD100 (p=0,539).Simpulan: Tidak ada perbedaan bermakna antara jumlah residu brodifakum pada hepar tikus pada dosis LD50 dan LD100 (p=0,539).