Masita Wulandari Suryoputri
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Evaluasi Penggunaan Antibiotik di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Putri Dwi Lestari; Esti Dyah Utami; Masita Wulandari Suryoputri
Acta Pharmaciae Indonesia : Acta Pharm Indo Vol 6 No 1 (2018): Acta Pharmaciae Indonesia : Acta Pharm Indo
Publisher : Pharmacy Department, Faculty of Health Sciences, Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (779.564 KB) | DOI: 10.20884/1.api.2018.6.1.1444

Abstract

Latar Belakang: Tingginya prevalensi penyakit infeksi di Indonesia menyebabkan penggunaan antibiotik meningkat. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat memicu terjadinya resistensi yang dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan biaya kesehatan. Peneliti melakukan evaluasi penggunaan antibiotik di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang bertujuan untuk mengetahui jumlah penggunaan antibiotik dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah sakit tersebut. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif evaluatif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dengan cara simple random sampling sebanyak 100 rekam medik. Kemudian 100 rekam medik tersebut dilakukan analisis secara kuantitatif menggunakan metode DDD 100 patient days dan secara kualitatif menggunakan kriteria gyssens Hasil: Hasil analisis kuantitatif menunjukan bahwa dari 100 rekam medik terdapat 14 jenis antibiotik yang digunakan dengan nilai DDD 100 patient days sebesar 60,94. Golongan antibiotik terbanyak adalah sefalosporin (45,19) dengan jenis antibiotik terbanyak adalah ceftriaxone (36,15). Adapun hasil analisis kualitatif pada penelitian ini antara lain kategori IIA (0,74%); kategori IIB (2,96%); kategori IIIA (1,48%); kategori IIIB (0,74%); kategori IVA (62,96%); kategori IVB (8,89%); kategori V (13,33%); kategori VI (8,89%). Kesimpulan: Evaluasi penggunaan antibiotik secara kuantitatif dari nilai DDD didapat 60,94 dan secara kualitatif didapatkan hasil tidak efektif dalam meresepkan antibiotik.
Penyesuaian Dosis Digoxin pada Pasien Gagal Jantung di RSUD Margono Soekardjo Purwokerto Masita Wulandari Suryoputri; Laksmi Maharani; Ika Mustikaningtias
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA Vol 19 No 2 (2021): JIFI
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jifi.v19i2.778

Abstract

Due to the high prevalence of heart failure in Indonesia causes the use of digoxin is increasing. The drug level in blood needs to be monitored because digoxin is a narrow therapeutic index drug. It is necessary to adjust the dose in the patient, so that clinical outcomes are achieve and toxic effects can be avoided if the estimated drug levels in the blood do not match the therapeutic range. The maintenance dose of oral digoxin is 0.0625 - 0.125 mg / day for heart failure patients and it is expected that the therapeutic range of digoxin in the blood range from 0.5 to 0.9 ng / ml. The purpose of this study was to determine the estimation of digoxin levels in blood in patients with heart failure and the calculation of dosage adjustments using a pharmacokinetic approach so that blood levels of drugs ware in the therapeutic range. This research employs a quantitative observational method conducted prospectively by using a total sampling technique. The results showed that the digoxin level of 4 patients (13,33%) were in the range of therapeutic range (0,50 – 0,90 ng/ml) and 26 patients (86,67%) exceed the therapeutic range (>1,00 ng/ml). Digoxin dose adjustment was made in 26 patients (86,67%) individually with an interval of every 24 hours in order to achieve Css according to the therapeutic range. Based on the results it can be concluded that in heart failure patients who have blood digoxin levels exceed the therapeutic range need dose adjustments to improve clinical outcomes and prevent toxicity in patients.