Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Biotika: Jurnal Ilmiah Biologi

PROFIL USIA MENOPAUSE, STATUS GIZI, DAN SOSIAL EKONOMI WANITA DI DESA RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT Tia Fitrianti; Eneng Nunuz Rohmatullayaly; Budi Irawan
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 19, No 2 (2021): BIOTIKA DESEMBER 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/biotika.v19i2.36204

Abstract

Menopause ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi secara permanen dan berhentinya fase reproduksi, serta diikuti dengan kehidupan pasca reproduksi “grandmotherhood” yang cukup panjang. Dalam perspektif evolusi, kehidupan yang panjang pasca reproduksi ini memberikan kesempatan pada seorang nenek untuk merawat cucu agar dapat bertahan hidup. Populasi wanita menopause di Indonesia akan semakin meningkat seiring bertambahnya angka harapan hidup. Variasi usia menopause dipengaruhi oleh berbagai faktor baik genetik maupun lingkungan. Oleh karena itu, penting mengetahui usia menopause serta bagaimana gambaran status gizi dan kondisi sosial ekonomi, yang mungkin dapat mempengaruhi kualitas hidup wanita pasca reproduksi di Desa Rancakalong. Subjek penelitian ini adalah wanita Rancakalong berusia 40 tahun ke atas dan Suku Sunda. Metode penentuan status menopause menggunakan metode status quo (ya/tidak) dan dilanjutkan dengan metode ingatan untuk mengetahui usia menstruasi terakhir. Selain itu, pengukuran status gizi menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT), dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran keluarga). Median usia menopause dianalisis dengan menggunakan Probit GLM (Generalized Linear Model) pada program R. Hasil penelitian menunjukkan bahwa median usia menopause wanita adalah 49,8 tahun. Wanita di Desa Rancakalong cenderung menjadi obesitas ketika memasuki usia lanjut. Kondisi obesitas dan sosial ekonomi yang terbilang menengah ke bawah ini berpotensi mempengaruhi usia menopause dan juga memicu terjadinya masalah-masalah kesehatan wanita pasca reproduksi. Padahal, kehidupan pasca reproduksi dapat dimanfaatkan secara maksimum untuk memberikan bantuan kepada anak mereka untuk merawat cucu sehingga meningkatkan keberlangsungan hidup keturunannya, apabila kondisi wanita pasca reproduksi dalam kondisi sehat.
Keanekaragaman Jenis Burung di Kawasan Wisata Batu Kuda, Kabupaten Bandung Kharisma Nurinsani Maulidinda; Eneng Nunuz Rohmatullayaly
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 20, No 2 (2022): BIOTIKA DESEMBER 2022
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/biotika.v20i2.41657

Abstract

Burung merupakan salah satu hewan penting dalam suatu ekosistem yang berperan sebagai spesies kunci, pollinator, dan agen penyebar biji sehingga kelestariannya harus dijaga agar terhindar dari ancaman kepunahan. Wisata Batu Kuda merupakan suatu kawasan hutan di Kabupaten Bandung yang menyimpan berbagai jenis keanekaragaman hayati, termasuk di antaranya burung. Namun, informasi mengenai keanekaragaman jenis burung yang terdapat di kawasan tersebut belum tersedia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan, dan persebaran jenis burung yang terdapat di Kawasan Wisata Batu Kuda. Penelitian dilakukan dengan metode Point Count di jalur Batu Kuda dengan panjang ± 750 m pada 5 titik hitung dengan 3 kali pengulangan. Pengambilan data dilakukan pada pagi hari (06.00-09.00 WIB) dan sore hari (15.00- 18.00 WIB). Hasil pengamatan diperoleh data sebanyak 13 jenis burung yang terdiri dari 10 famili dengan status konservasi Least Concern menurut IUCN dan tidak termasuk dalam jenis burung yang dilindungi. Indeks keanekaragaman (H’) sebesar 2,37 yang termasuk dalam kategori sedang. Nilai kelimpahan relatif tertinggi sebesar 15,74% (Streptopelia chinensis) dan nilai frekuensi relatif tertinggi sebesar 11,76% (Pycnonotus aurigaster, Pycnonotus goiavier, dan Passer montanus). Hasil tersebut menunjukkan bahwa Kawasan Wisata Batu Kuda memiliki kondisi ekosistem yang cukup baik untuk mendukung keberlangsungan hidup berbagai jenis burung
INVENTARISASI FAUNA SEBAGAI POTENSI EKOWISATA DI JALUR TREKKING DESA KOMODO, TAMAN NASIONAL KOMODO Riska Amalia; Salwa Nurfitria; Resty Septiayu; Muhammad Zamzam Muzamil; Annisa Zahra; Eneng Nunuz Rohmatullayaly
BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi Vol 21, No 1 (2023): BIOTIKA JUNI 2023
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/biotika.v21i1.43546

Abstract

Keanekaragaman hayati di Taman Nasional Komodo menjadi potensi dan daya tarik utama yang dikembangkan sebagai ekowisata. Pengelolaan ekowisata telah dilakukan di Loh Liang, Pulau Komodo dan menjadi destinasi wisata unggulan. Desa Komodo merupakan satu-satunya desa di Pulau Komodo yang berjarak 1,8 km dari Loh Liang dan telah ditetapkan menjadi desa wisata sejak tahun 2013. Konsep desa wisata menjadikan masyarakat Desa Komodo memiliki peran aktif dalam pembangunan dan pengelolaan desa, salah satunya dalam pengembangan ekowisata. Salah satu bentuk peranan masyarakat yaitu dengan menginisiasi untuk dibukanya jalur trekking Desa Komodo pada tahun 2020. Hal tersebut dilakukan guna memperkenalkan keanekaragaman hayati, bentang alam, maupun kebudayaan masyarakat Ata Modo kepada wisatawan dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun, belum ada kajian dan inventarisasi mengenai keanekaragaman fauna di jalur trekking Desa Komodo. Jalur trekking direkam menggunakan Global Positioning System (GPS), meliputi medium trek (1,98 km) dan long trek (2,87 km). Pengumpulan data keanekaragaman fauna dengan metode jelajah (cruise method) dan mencatat setiap perjumpaan baik secara fisik, jejak, kotoran, maupun suara hewan pada tanggal 24 sampai 26 Agustus 2022 di pagi dan sore hari. Ekosistem pada jalur trekking terbagi menjadi dua, yaitu Hutan Sabana (suhu udara 30-34,6°C dan kelembapan 46,7-61%) dan Hutan Monsun (suhu udara 30,8-35°C dan kelembapan 43-60%). Pada ekosistem tersebut ditemukan 2 spesies reptil, 2 spesies mamalia, 18 spesies avifauna, dan 19 spesies insekta. Keanekaragaman fauna dan terdapatnya lokasi perjumpaan Komodo (Varanus komodoensis), bahkan sarang Komodo di jalur trekking dimungkinkan menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Desa Komodo.