Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perbaikan Sifat Pati Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L) Dengan Heat Moisture Treatment dan Aplikasinya Pada Pembuatan Beras Ubi Jalar Sri Widowati; nFN Suismono; N.E. Suyatma; H.A. Prasetia
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 8, No 1 (2011): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v8n1.2011.1-10

Abstract

Kendala dalam pemanfaatan pati ubi jalar pada pembuatan beras ubi jalar yaitu rendahnya sifat viskoelastik bahan sehingga tekstur produk olahan yang dihasilkan cenderung rapuh. Perbaikan sifat viskoelastik pati dapat dilakukan dengan Heat Moisture Treatment (HMT). Tujuan penelitian ini untuk memperoleh pati dengan profil viskositas pasta yang lebih tahan terhadap pengadukan dan panas serta memiliki sifat fleksibilitas gel yang cocok ketika didinginkan schingga dapat digunakan pada pembuatan beras ubi (rasbi). Pembuatan rasbi dilakukan dengan menggunakan tepung ubi jalar dari varietas Cangkuang, Sukuh dan Narito serta pari ubi jalar dari varitas sukuh dengan dan tanpa HMT (pati alami). Modifikasi pati ubi jalar varietas Sukuh dengan HMT dilakukan pada 80-100°C selama 2-4 jam. Proses pembuatan rasbi meliputi pembutiran, pengukusan dan pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan pati HMT terpilih diperoleh dari pemanasan pada 80°C selama 4 jam. Pati tersebut memiliki viskositas breakdown terendah 0 BU dan viskositas setback 30 BU. Entalpi gelatinisasi pati HMT terpilih (125, I 0 J/g) lebih tinggi dibandingkan pada pati alami (85,12 J/g). HMT menginduksi terjadinya gelatinisasi parsial sehingga tidak mengakibatkan terjadinya perubahan mikrostruktural pati. Oleh karenanya secara fisik tidak ditemukan perbedaan nyata karakteristik tekstur rasbi berbahan baku pati alami maupun HMT. Namun, penggunaan pati HMT berpengaruh nyata pada penurunan nilai KPAP, penurunan daya rehidrasi dan peningkatan waktu tanak rasbi. Improvement Of Sweet Potato (Ipomoea Batatas L) Starch Characteristics Using Heat Moisture Treatment And Its Application To Sweet Potato Rice ProcessingThe constraint on application of sweet potato starch to sweet potato rice making is its poor viscoelastic properties, which make the texture tends to be brittle. Viscoelastic properties can be improved by Heat Moisture Treatment (HMT). The aim of this research was to obtain sweet potato starch with good pasting properties, more resistant against stirring and heat, and proper gel flexibility for sweet potato rice making. Sweet potato rice was made from sweet potato flour of Cangkuang, Sukuh and Narito varieties, and from sweet potato starch of Sukuh variety with and without HMT process. HMT of Sukuh sweet potato starch was done at 80-IOO°C for 2-4 hours. Sweet potato rice making included granulation, steaming and drying. The results showed that the selected HMT starch was produced after heating at 80°C for 4 hours and it showed the lowest breakdown viscosity (0 BU) and setback viscosity of 30 BU. Gelatinization enthalpy value of HMT starch (125.10 J/g) was higher than that of native (non-HMT) starch (85.12 J/g). HMT induced partial gelatinization, so that it did not change the microstructure of starch. For that reason, the textural properties of sweet potato rice made from HMT and native starches were insignificantly different. However, the application of HMT starch resulted in significant reduction in cooking loss and rehydration, but significant increase in cooking time.
Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya nFN Widaningrum; nFN Miskiyah; nFN Suismono
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 3, No 1 (2007): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Saat ini produk pangan mentah maupun matang banyak terpapar logam berat dalam jumlah dan tingkat yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kota-kota besar dimana tingkat polusi oleh asap pabrik dan asap buangan kendaraan bermotor telah mencapai tingkat yang sangat tinggi serta konsumsi makanan yang dikemas dengan kemasan modern seperti kaleng telah umum dijumpai. Sayur-sayuran berdaun yang ditanam di pinggir jalan raya memiliki resiko terpapar logam berat yang cukup tinggi. Data terakhir pada caisim kandungan timbal (Pb) bisa mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan sayuran yang ditanam jauh dari jalan raya (±0-2 ppm), sedangkan batas aman residu Pb yang diperbolehkan oleh Ditjen POM pada makanan hanya 2 ppm. Pencemaran tersebut menyebabkan sebagian sayuran dapat mengandung logam berat yang membahayakan kesehatan, padahal sayuran merupakan menu sehari-hari di dalam diet orang Indonesia. Akumulasi logam berat di dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu sistem peredaran darah, urat syaraf dan kerja ginjal. Pada tingkat rumah tangga, penurunan jumlah residu logam berat yang terlanjur terdapat dalam sayuran dapat dilakukan dengan mencuci sayuran menggunakan sanitizer komersial atau memblansirnya dengan air mendidih selama 3-5 menit sebelum dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Para ibu rumah tangga juga sebaiknya tidak menggunakan peralatan masak yang dipatri dengan timbal dan membiasakan keluarga mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi. Penanganan pra panen dan pascapanen dapat dilakukan dengan pemakaian pupuk dan insektisida yang benar, melakukan cara pengangkutan yang baik selama distribusi sayuran, misalnya dengan menutup sayuran menggunakan terpal atau penutup yang aman agar sayuran terhindar dari kontaminasi logam berat dari debu kendaraan bermotor atau asap pabrik selama perjalanan menuju pasar atau konsumen.
Aplikasi Tepung Jewawut (Pennicetum Glaucum) Dan Whey Tahu Untuk Memberikan Nilai Tambah Snack Bar Fransiska R Zakaria; Stephanie Wijaya; Yadi Haryadi; Ridwan Thahir; nFN Suismono
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v7n2.2010.103-109

Abstract

Snack bars dengan kandungan gizi dan antioksidan sekarang ini sangat diminati masyarakat pekerja elit karena selain praktis juga dapat memberikan dampak yang baik bagi kesehatan. Tepung jewawut, air tahu dan daging kelapa telah dikenal sebagai sumber zat gizi dan komponen bioaktif. Tujuan penelitian ini adalah menggunakan jewawut (Pennisetum glaucum) dan air tahu untuk membuat snack bars dengan rasa unik serta nilai gizi dan antioksidan yang tinggi sehingga dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Dalam penelitian ini diperoleh enam formulasi snack bars dengan komposisi tepung jewawut, daging kelapa parut kering dan air tahu yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keenam formulasi yang diperoleh tidak mempunyai rasa dan tekstur yang berbeda berdasarkan uji organoleptik. Aktivitas antioksidan yang tertinggi terdapat pada formula yang mengandung air tahu dan tepung jewawut yang tertinggi. Fomula dengan kandungan air tahu yang tertinggi mengandung serat pangan yang tertinggi juga. Sedangkan formula yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi mempunyai kadar serat yang terendah. Dengan demikian, disimpulkan babwa formula dengan kadat serat total dan aktivitas antioksidan optimum adalah formula dengan rasio tepung jewawut : daging kelapa sebesar 1: 1 dengan penambahan air tahu 40%. Formula ini mengandung serat pangan total 10,93%, kapasitas antioksidan setara 7,85 mg vitamin C per/100g. Formula ini juga mengandung kalsium 1574,17ppm, Fe 53,33 ppm, dan Zn 22,43 ppm. The Usage of Barley Flour (Pennicetum Glaucum) and Tofu Whey for Increasing the Biological Value of Snack Bar.Snack bars with beneficial nutritional and antioxidant content are considered desirable, especially in bringing good impact for better health. Pearl millet flour, tofu whey and coconut flesh are known for their nutritive and bioactive compound value. The aim of this study was to utilize pearl millet (Pennisetum glaucum) and tofu whey in producing snack bar with unique taste, good nutrition and antioxidant, and high consumer acceptability. There were six formulations of snack bar from two different variables combination, which were the ratio of pearl millet flour to desiccated coconut and percentage of tofu whey. The results showed that all formula snack bars have no significant difference in preference of taste and texture based on organoleptic test. The highest activity of antioxidant was on the formula which contained the highest amount of tofu whey and pearl millet flour. Formula which contained the highest amount of tofu whey had the highest dietary fiber. However, the formula that had the highest antioxidant activity had the lowest total dietary fiber. Based on the results, the best formula with the optimum total dietary fiber and antioxidant activity was the formula with 1:1 ratio of pearl millet flour to desiccated coconut and 40% tofu whey as it had 10.93% total dietary fiber and antioxidant capacity 7.85 mg vitamin C equivalent/100g. This formula also had 1574.17 ppm of calcium, 53.33 ppm of iron, and 22.43 ppm of zinc.